Suara.com - Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular mematikan nomor satu saat ini. Sementara itu, Kementerian Kesehatan mencatat terjadi tren peningkatan kasus TBC di Indonesia pada tahun 2023 yakni mencapai 1.060.000.
Menurut Dokter Spesialis Paru RSPI Bintaro, Dr. dr. Raden Rara Diah Handayani, Sphi.P(K) saat berbincang pada Senin 18 November 2024, seseorang dengan kekebalan tubuh yang rendah akan lebih mudah untuk langsung menjadi sakit, begitu juga pada anak di bawah 5 tahun dapat mengalami sakit TB yang berat.
“Pada orang dengan kekebalan tubuh yang baik perlu dilakukan pencegahan agar tidak terjadi reaktivasi menjadi sakit TBC. Beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan 30-50% orang yang kontak serumah dengan pasien TBC telah mengalami infeksi TBC laten dan diprediksi 10-15% akan menjadi sakit TBC atau TB aktif terutama bila mengalami penurunan imun seperti yang terjadi pada penderita HIV yang tidak diobati, DM dengan gula darah tidak terkendali, gizi buruk, dan perokok serta pengguna alkohol,” kata Dr. dr. Raden Rara Diah Handayani, Sp.P(K).
WHO merekomendasikan pada kontak serumah yang telah terinfeksi atau infeksi TB laten untuk diberikan Terapi Pencegahan TB (TPT) berupa beberapa obat seperti rifampentin dan isoniazid selama 3 bulan (disebut 3HP) atau 1 bulan penuh (1HP), atau INH 6 bulan atau 3 bulan INH rifampisin (3 HR).
“Selain pencegahan dengan TPT dan vaksinasi, hal yang menjadi penting adalah menjaga kesehatan secara aktif dengan memenuhi kebutuhan gizi yang baik, menghentikan kebiasaan merokok, istirahat cukup serta mengontrol penyakit komorbid terutama DM dan HIV dengan pengobatan yang adekuat, serta olahraga rutin,” saran Dr. dr. Raden Rara Diah Handayani, Sp.P(K).
Bagi pasien yang terdiagnosis TB, biasanya dokter akan memberikan obat dalam dua tahap yakni insentif dan lanjutan selama 6 bulan , terdiri dari 2 bulan rifampisin, isoniazid,etambutol dan pirazinamid dilanjutkan 4 bulan rifampisin dan pirazinamid (2RHZE/4RH).
Pada panduan pengobatan TB ada beberapa hal yang juga penting seperti menjaga kesehatan tubuh dengan nutrisi yang cukup baik. Untuk pemberian obat-obatan imun harus di bawah pengawasan dokter yang merawat karena dipengaruhi kondisi pasien.
Pemberian Obat-Obatan Imun
Terkait dengan pemberian obat-obatan imun atau imunomodulator, Farmakolog Molekuler Prof. Raymond Tjandrawinata memaparkan hasil uji klinik imunomodulator terhadap pasien TB paru. Uji klinik imunomodulator dari tanaman meniran hijau (Phyllanthus niruri) terhadap penderita TB paru telah dilakukan oleh beberapa ahli. Parameter efikasi dilihat dari perbaikan klinik (konversi sputum BTA) serta perbaikan radiologik (foto toraks).
Baca Juga: Kasus Judi Online Pegawai Komdigi, DPR Klaim Sudah Lapor Tapi Tak Direspons Budi Arie
Imunomodulator yang telah teruji klinis adalah Stimuno yang dikembangkan secara modern dari tanaman meniran hijau (Phyllanthus niruri). Selain teruji klinis, Stimuno juga telah masuk Formularium Fitofarmaka yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan. Stimuno yang dikembangkan oleh PT Dexa Medica memiliki tiga aksi yakni untuk pencegahan, pengobatan kasus, penyembuhan kasus, hingga mencegah agar infeksi tidak menyebar.
Uji klinik Stimuno terhadap penderita TB paru telah dilakukan oleh beberapa ahli. Para ahli melakukan uji klinik dengan parameter efikasi yang dilihat dari perbaikan klinik (konversi sputum BTA) serta perbaikan radiologik (foto toraks). Hasil studi klinik oleh Amin, dkk dilakukan selama enam bulan terapi obat yakni antara kelompok kontrol yang mendapat terapi obat standar TB (Rifampisin, INH, Ethambutol, Pyrazinamid) dan kelompok uji yang mendapat terapi obat standar TB ditambah Stimuno yang dikonsumsi sehari tiga kali. Setelah 1 minggu terapi, proporsi pasien yang mengalami konversi sputum BTA pada kelompok uji (52.9%) lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (39.4%).
“Secara statistik, hal ini menunjukkan tren yang lebih baik ke arah Stimuno dan memiliki dampak klinis yang besar yaitu pasien dengan konversi sputum BTA tidak akan menjadi sumber penularan TB paru ke lingkungannya. Selain itu, perbaikan imunitas pasien juga terlihat sehingga dapat disimpulkan bahwa Stimuno bekerja secara sinergis dengan terapi obat TB dalam pencapaian eradikasi pathogen,” papar Director of Business Development and Scientific Affairs Dexa Group Prof. Raymond Tjandrawinata.
Lebih lanjut dikatakan Prof Raymond, uji klinis menunjukkan bahwa Stimuno tidak memiliki efek samping secara signifikan pada penggunaan jangka panjang selama 6 bulan
"Apalagi Stimuno memiliki tiga aksi untuk memperbaiki sistem imun atau triple action yakni membantu memproduksi lebih banyak antibodi, membantu mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, dan membantu mengoptimalkan daya tahan tubuh,” kata Prof. Raymond.
Tag
Berita Terkait
-
Terbanyak di Indonesia, Guru Besar FKUI Wanti-wanti Prabowo soal Kasus TB: Situasi di Dunia Masih Jauh dari Harapan
-
1 Warga Tewas, TB Hasanuddin Kecam Aksi TNI Serbu Kampung di Deli Serdang: Komandannya Harus Dihukum Berat!
-
Tuberkulosis Bisa Serang Otak, Tulang, dan Kulit: Kenali Gejalanya untuk Berobat Gratis!
Terpopuler
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 7 Mobil Bekas Favorit 2025: Tangguh, Irit dan Paling Dicari Keluarga Indonesia
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 25 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 1 November: Ada Rank Up dan Pemain 111-113
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
Pilihan
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
-
Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
-
5 HP RAM 12 GB Paling Murah, Spek Gahar untuk Gamer dan Multitasking mulai Rp 2 Jutaan
-
Meski Dunia Ketar-Ketir, Menkeu Purbaya Klaim Stabilitas Keuangan RI Kuat Dukung Pertumbuhan Ekonomi
-
Tak Tayang di TV Lokal! Begini Cara Nonton Timnas Indonesia di Piala Dunia U-17
Terkini
-
Sakit dan Trauma Akibat Infus Gagal? USG Jadi Solusi Aman Akses Pembuluh Darah!
-
Dokter Ungkap Fakta Mengejutkan soal Infertilitas Pria dan Solusinya
-
Mitos atau Fakta: Biopsi Bisa Bikin Kanker Payudara Menyebar? Ini Kata Ahli
-
Stroke Mengintai, Kenali FAST yang Bisa Selamatkan Nyawa dalam 4,5 Jam!
-
Dari Laboratorium ITB, Lahir Teknologi Inovatif untuk Menjaga Kelembapan dan Kesehatan Kulit Bayi
-
Manfaatkan Musik dan Lagu, Enervon Gold Bantu Penyintas Stroke Temukan Cara Baru Berkomunikasi
-
Gerakan Peduli Kanker Payudara, YKPI Ajak Perempuan Cintai Diri Lewat Hidup Sehat
-
Krisis Iklim Kian Mengancam Kesehatan Dunia: Ribuan Nyawa Melayang, Triliunan Dolar Hilang
-
Pertama di Indonesia: Terobosan Berbasis AI untuk Tingkatkan Akurasi Diagnosis Kanker Payudara
-
Jangan Abaikan! SADANIS: Kunci Selamatkan Diri dari Kanker Payudara yang Sering Terlewat