Suara.com - Di tengah tekanan budaya kerja yang menuntut produktivitas tinggi, rasa lelah yang berkepanjangan sering dianggap sepele, hanya sebagai tanda burnout atau stres biasa. Namun, bagaimana jika kelelahan itu adalah gejala awal dari penyakit serius yang bisa mengancam nyawa?
Inilah yang menjadi sorotan dalam diskusi kesehatan bertajuk “Lebih dari Sekadar Lelah” yang digagas oleh Menarini Indonesia bersama Yayasan Myasthenia Gravis Indonesia (YMGI).
Acara ini bertujuan untuk membuka mata publik akan bahaya penyakit Myasthenia Gravis (MG), sebuah penyakit autoimun kronis yang kerap salah didiagnosis karena gejalanya yang mirip dengan kelelahan biasa.
Myasthenia Gravis: Saat Tubuh Tak Lagi Patuh
MG adalah penyakit autoimun neuromuskular yang menyerang komunikasi antara saraf dan otot. Akibatnya, penderitanya mengalami kelemahan otot yang bersifat fluktuatif.
Gejalanya pun sering kali menipu: kelopak mata yang turun (ptosis), penglihatan ganda, suara yang berubah menjadi sengau, hingga kesulitan menelan dan bernapas.
“Gejala seperti ini sering dianggap ringan. Banyak pasien yang mengira itu hanya karena kurang tidur atau kelelahan kerja. Padahal, ini bisa menjadi tanda awal Myasthenia Gravis, yang jika tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan komplikasi serius seperti krisis miastenik atau gagal napas,” jelas dr. Ahmad Yanuar Safri, SpS(K), Dokter Spesialis Saraf dari RSCM.
Dokter Yanuar juga menekankan bahwa pengobatan MG bukan hanya soal menyembuhkan, tetapi menjaga kualitas hidup pasien agar tetap dapat bekerja, bersosialisasi, dan menjalani hidup seperti biasa.
“Pasien membutuhkan terapi yang tepat, konsisten, dan terjangkau. Tanpa itu, kualitas hidup bisa sangat terpuruk, bahkan risiko kematian pun meningkat,” tambahnya.
Baca Juga: dr Richard Lee Tanggapi Masalah Kulit yang Dialami Jokowi: Jangan Dibawa ke Dukun
‘Jebakan Dr. Google’ dan Perlunya Diagnosis Dini
Salah satu tantangan besar dalam penanganan MG adalah rendahnya kesadaran masyarakat dan maraknya praktik self-diagnosis lewat internet.
Hal ini turut disoroti oleh dr. Zicky Yombana, Sp.S, Dokter Spesialis Saraf dari RS Brawijaya Saharjo, yang juga merupakan penyintas MG.
“Kelopak mata yang turun, suara sengau, semua itu sering diabaikan karena dianggap remeh. Banyak orang malah sibuk mencari jawaban di internet, menunda ke dokter, dan itu sangat berbahaya,” kata dr. Zicky.
“Sebagai dokter sekaligus pasien, saya tahu betul bahwa diagnosis dini adalah kunci utama. Semakin cepat dikenali, semakin besar peluang pasien untuk hidup normal kembali,” ujar dia.
Suara Pasien: “Saya Dibilang Cuma Kelelahan”
Berita Terkait
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Dicopot
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
- Viral Murid SD Kompak Tolak Makan Gratis, Anak-Anak Jujur Masalahnya di Menu?
Pilihan
-
3 Kontroversi Purbaya Yudhi Sadewa di Tengah Jabatan Baru sebagai Menteri
-
Indonesia di Ujung Tanduk, Negara Keturunan Jawa Malah Berpeluang Lolos ke Piala Dunia 2026
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Memori 256 GB, Terbaru September 2025
-
IHSG Jeblok Hingga 1 Persen di Sesi I Perdagangan Selasa Setelah Sertijab Menteri Keuangan
-
19 Tewas di Aksi Demo Anti Korupsi, Eks Persija Jakarta: Pemerintah Pembunuh!
Terkini
-
Rusia Luncurkan Vaksin EnteroMix: Mungkinkah Jadi Era Baru Pengobatan Kanker?
-
Skrining BPJS Kesehatan: Panduan Lengkap Deteksi Dini Penyakit di Tahun 2025
-
Surfing Jadi Jalan Perempuan Temukan Keberanian dan Healing di Laut
-
Bayi Rewel Bikin Stres? Rahasia Tidur Nyenyak dengan Aromaterapi Lavender dan Chamomile!
-
Varises Esofagus Bisa Picu BAB dan Muntah Darah Hitam, Ini Penjelasan Dokter Bedah
-
Revolusi Kesehatan Dimulai: Indonesia Jadi Pusat Inovasi Digital di Asia!
-
HPV Masih Jadi Ancaman, Kini Ada Vaksin Generasi Baru dengan Perlindungan Lebih Luas
-
Resistensi Antimikroba Ancam Pasien, Penggunaan Antibiotik Harus Lebih Cerdas
-
Ini Alasan Kenapa Donor Darah Tetap Relevan di Era Modern
-
Dari Kegelapan Menuju Cahaya: Bagaimana Operasi Katarak Gratis Mengubah Hidup Pasien