- Menurut data, dari 20 juta orang, hanya 300 ribu perempuan yang bersedia menjalani skrining kanker payudara.
- Ada beberapa penyebab sehingga banyak perempuan urung melakukan skrining kanker payudara, meski mendapat fasilitas cek kesehatan gratis.
- Padahal, kanker payudara yang terdeteksi saat skrining dinilai lebih baik dibanding jika ditemukan sudah bergejala hingga stadium lanjut.
Suara.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan Indonesia masih berjuang meningkatkan skrining kanker payudara untuk menurunkan angka kematian akibat penyakit tersebut. Apalagi data menunjukkan mayoritas kanker payudara ditemukan pada stadium 3 hingga stadium lanjut.
Mirisnya, skrining kanker payudara gratis tidak jadi jaminan perempuan mau menjalani pemeriksaan tersebut. Ini sebagaimana penjelasan Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi yang mengatakan pemeriksaan kanker payudara termasuk dalam cek kesehatan gratis (CKG).
Namun sayangnya dari total 45 juta orang yang mengikuti CKG dan 20 juta di antaranya perempuan , tapi hanya 300 ribu perempuan yang bersedia menjalani skrining kanker payudara.
“Salah satu tantangan skrining kanker saat ini dari 45 juta cek kesehatan gratis, dari sekian angka itu 20 juta perempuan, yang mau periksa skrining kanker payudara hanya 300 ribu, kenapa? Ini karena merasa payudara organ intim, ada keengganan diperiksa,” ujar Siti Nadia dalam peringatan Bulan Kepedulian Kanker Payudara di Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Menurut Siti Nadia, keengganan ini dirasakan para perempuan karena merasa tidak memiliki keluhan, ditambah khawatir bila benar ditemukan sel kanker payudara dalam tubuhnya.
“Mending nggak ketahuan daripada takut nanti harus dikemoterapi dan dioperasi. Jadi menurut mereka ketika terkena ‘kanker’ dianggap sebagai takdir. Kadang mereka harus izin juga ke keluarga atau suami,” papar Siti Nadia.
Siti Nadia menambahkan, kemauan skrining kanker payudara ini juga tidak dipengaruhi ekonomi hingga tingkat pendidikan seseorang, sehingga bukan sekadar alat pemeriksaan kanker payudara seperti mamografi hingga USG yang masih terbatas di Indonesia, pemahaman dan edukasi pentingnya skrining masih harus ditingkatkan.
Kepala Departemen Medical Check Up MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, dr. Agnes , membenarkan jika banyak perempuan yang takut menjalani skrining payudara. Namun ia menegaskan kanker payudara yang terdeteksi saat skrining dinilai lebih baik dibanding jika ditemukan sudah bergejala hingga stadium lanjut.
“Kadang kalau terdeteksi yang berarti hasil tidak diharapkan, itu jauh lebih baik. Ini karena hasil ini diketahui lebih awal daripada sebelum ada gejala,” ungkap dr. Agnes.
Baca Juga: Inovasi Bedah Robotik Pertama di Indonesia: Angkat Kanker Payudara Tanpa Hilangkan Bentuk Alami
Di sisi lain, pemeriksaan mamografi dinilai sebagai gold standard pemeriksaan kanker payudara, karena menurut Kepala Departemen Radiologi MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, dr. Nina I.S.H. Supit, Sp.Rad (K) , prosedur ini bisa mendeteksi sel kanker sedini mungkin.
“Mamografi itu pakai sinar-X, karena itu banyak yang takut. Tapi justru dengan sinar-X ini bisa bantu menembus jaringan kanker payudara baik lesi yang kecil sekalipun, terutama pada payudara yang komponennya sudah banyak lemaknya,” papar dr. Nina.
Skrining kanker payudara dengan mamografi ini disarankan untuk usia 40 tahun ke atas. Namun untuk perempuan yang memiliki faktor risiko seperti riwayat kanker dalam keluarganya, pemeriksaan ini bisa dilakukan sejak usia 35 tahun.
Pada usia di atas 40 tahun, payudara perempuan cenderung memiliki lebih banyak komponen lemak. Sedangkan payudara dengan komponen lemak dinilai lebih mudah untuk melihat sel kanker.
“Gambaran lemaknya di mamografi latarnya jadi lebih banyak hitamnya. Sementara kalau itu tumor itu akan memberikan warna putih. Tapi kalau mamografi dengan payudara padat sambil ‘nangis’ kita bacanya, tapi alat periksa sudah canggih,” tegas dr. Nina.
Selain mamografi, kanker payudara juga bisa diperiksa menggunakan USG payudara. Metode ini sudah bisa dilakukan pada perempuan yang sudah mendapatkan menstruasi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- Suzuki Ignis Berapa cc? Harga Bekas Makin Cucok, Intip Spesifikasi dan Pajak Tahunannya
- 5 HP RAM 8 GB Paling Murah Cocok untuk Gamer dan Multitasking Berat
Pilihan
-
Harga Emas Turun Tiga Hari Beruntun: Emas Jadi Cuma 2,3 Jutaan di Pegadaian
-
Indonesia Ngebut Kejar Tarif Nol Persen dari AS, Bidik Kelapa Sawit Hingga Karet!
-
Prabowo Turun Gunung Bereskan Polemik Utang Whoosh
-
Jokowi Klaim Proyek Whoosh Investasi Sosial, Tapi Dinikmati Kelas Atas
-
Barcelona Bakal Kirim Orang Pantau Laga Timnas Indonesia di Piala Dunia U-172025
Terkini
-
Mengenalkan Logika Sejak Dini: Saat Anak Belajar Cara Berpikir ala Komputer
-
Cuaca Panas Ekstrem Melanda, Begini Cara Aman Jaga Tubuh Tetap Terhidrasi
-
Stop Cemas Anak Nonton Gadget! Tayangan Ini Hadir Jadi Jembatan Nilai Positif di Era Digital
-
Rahasia Seragam Medis Masa Depan Terungkap: Kolaborasi yang Mengubah Industri Tekstil Kesehatan!
-
Melihat dengan Gaya, Ini Cara Baru Menikmati Penglihatan yang Sehat
-
K-Pilates Hadir di Jakarta: Saat Kebugaran, Kecantikan, dan Wellness Jadi Satu
-
Plak, Gusi Berdarah, Gigi Berlubang: Masalah Sehari-Hari yang Jadi Ancaman Nasional?
-
Mudah dan Ampuh, 8 Cara Mengobati Sariawan yang Bisa Dicoba
-
5 Inovasi Gym Modern: Tak Lagi Hanya Soal Bentuk Tubuh dan Otot, Tapi Juga Mental!
-
Dua Pelari Muda dari Komunitas Sukses Naik Podium di Jakarta Running Festival 2025