Lifestyle / Relationship
Jum'at, 14 Februari 2014 | 17:32 WIB
Ilustrasi (freedigitalphotos.net/ Danilo Rizzuti)

Seorang psikolog klinis, Dr. David Ley, baru-baru ini mengeluarkan klaim bahwa tidak ada bukti kuat seseorang bisa kecanduan pornografi. Menurutnya, menonton film porno atau melihat gambar porno justru meningkatkan kualitas hubungan dengan pasangan dan mencegah terjadinya kekerasan seksual.

Pendapat tersebut dilontarkan setelah Dr. Ley mempelajari berbagai studi terbaru tentang kecanduan pornografi. Dari studi-studi tersebut ia mendapat temuan mengejutkan. Menurutnya, 37 persen studi menggambarkan konsumsi pornografi sebagai bentuk kecanduan, sementara 27 persen lainnya tidak memuat data  pendukung sama sekali. Dari temuan tersebut ia menyimpulkan, tidak ada bukti kuat kalau pornografi bisa membuat kecanduan.

Dalam hasil penelitian yang diterbitkan dalam laporan Current Sexual Health, Dr. Ley menyebutkan bahwa mengkonsumsi pornografi, seperti menonton film porno dan melihat gambar porno tidak menimbulkan efek negatif. Di samping itu, menurutnya, konsumsi pornografi berlebihan tidak menimbulkan disfungsi ereksi.

Sebaliknya, ia mengklaim bahwa pornografi justru meningkatkan kualitas hidup dan hubungan jangka panjang dengan pasangan. Menurutnya, pornografi menjadi penyaluran untuk hasrat seksual yang terlarang sehingga pada gilirannya mampu menekan tindak kekerasan seksual.

Namun, Paula Hall, seorang terapis seks yang juga merupakan anggota Asosiasi untuk Penyembuhan Kecanduan Seks membantah klaim Dr. Ley. Menurutnya, kecanduan pornografi, seperti yang dialami pasiennya, benar-benar ada dan merusak kehidupan mereka.

"Klien kami memang benar-benar kecanduan pornografi, dan pendapat seperti itu (klaim Dr. Ley) justru menyakiti mereka. Kami kewalahan dengan banyaknya permintaan dari orang-orang yang ingin lepas dari kecanduan," tegas Paula, seperti dikutip The Independent.

Terapis ini juga mengungkapkan bahwa konsumsi pornografi yang berlebih berdampak negatif bagi hubungan, kehidupan sosial, pekerjaan, studi, dan juga finansial. (The Independent)

Load More