Suara.com - Berapa kali dalam sehari Anda memikirkan seks? Seberapa sering Anda merasakan keinginan untuk melakukan hubungan seks? Jika ternyata Anda sering mengalami hal itu, maka bukan tidak mungkin Anda sudah masuk kategori terobsesi pada seks.
Seseorang disebut terobsesi atau malah kecanduan seks jika terus menerus memikirkan masalah yang satu ini. Pada mereka-mereka ini, dorongan untuk melakukan hubungan seks sering datang tiba-tiba dan nyaris tak terkontrol. Dan, ternyata jumlah penderita gangguan ini cukup mencengangkan. Di Amerika Serikat saja diperkirakan ada 30 juta orang yang mengalami gangguan ini.
Banyak pihak menyebut maraknya pornografi sebagai salah satu pencetus makin banyaknya orang yang terobsesi pada seks. Tapi selain pornografi, kecanduan seks pada seseorang dipicu oleh banyak faktor, seperti masalah sosial, psikologis, emosional atau memang kelainan. Berikut beberapa faktor tersebut.
Kondisi mental
Banyak penelitian mengungkap gangguan mental sering ditemukan pada para hiperseks. Depresi disebut sebagai salah satu pemicu utama kecanduan pada seks. Seseorang yang mengalami depresi, sering melarikan diri pada seks. Baginya seks adalah satu-satunya hiburan. Gangguan mental lain yang sering dikaitkan dengan kecanduan seks adalah bipolar dan obsessive compulsive disorder.
Kecemasan
Ketika dilanda rasa cemas, banyak orang melarikan diri pada seks. Itu karena seks bisa menenangkan, sehingga seseorang bisa melewati rasa sakit emosional yang dirasakannya. Tetapi dalam kasus ini, si penderita tidak dengan sengaja merencanakannya. Yang terjadi adalah ketika pikiran mengenai seks menyerang, mereka tidak bisa memikirkan hal lain.
Konsumsi obat-obatan tertentu
Terapi dopamin dan apomorphine juga disebut bisa membuat seseorang lebih terobsesi pada seks.
Pengalaman masa kecil
Banyak pecandu seks yang ternyata mengalami pelecehan seksual saat masih anak-anak.
Ketidakmampuan untuk belajar
Banyak orang yang memiliki ketidakmampuan belajar juga cenderung untuk kecanduan seks. Ini karena mereka mencoba menutupi kelemahan mereka dengan hal yang satu ini. Namun pendapat ini masih diperdebatkan, karena belum ada penelitian yang membuktikan asumsi ini. (Sumber: easygoodhealth.com)
Berita Terkait
Terpopuler
- Kecewa Kena PHP Ivan Gunawan, Ibu Peminjam Duit: Kirain Orang Baik, Ternyata Munafik
- Nasib Maxride di Yogyakarta di Ujung Tanduk: Izin Tak Jelas, Terancam Dilarang
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
- Gibran Dicap Langgar Privasi Saat Geledah Tas Murid Perempuan, Ternyata Ini Faktanya
Pilihan
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
-
Dukungan Dua Periode Prabowo-Gibran Jadi Sorotan, Ini Respon Jokowi
-
Menkeu Purbaya Putuskan Cukai Rokok 2026 Tidak Naik: Tadinya Saya Mau Turunin!
Terkini
-
Cerita 103 Lebih Lapangan Kerja Hijau Tercipta dari Desa hingga Pesisir
-
Kesetaraan hingga Realita Pendidikan, Puluhan Desainer Bawa Pesan Kehidupan di Journey in Elysium
-
Tak Kalah dari Hiu, Ini 11 Ikan Lokal Tinggi Protein yang Bagus untuk Anak-Anak
-
Dijamin Mirip Asli, Ini 7 Prompt Gemini AI Bikin Foto di Pantai Sunset tanpa Ubah Wajah
-
Nagita Slavina Rilis Produk Extrait de Parfum, Apa Bedanya dengan Eau de Parfum?
-
Geger Keracunan MBG, Makanan Sebaiknya Disajikan Berapa Jam Setelah Dimasak?
-
Cari Sunscreen Lokal yang Bagus dan Murah? Ini 5 Pilihan Terbaik Mulai Rp18 Ribuan
-
Bagaimana Cara Membedakan Sepatu On Cloud Asli dan Palsu? Begini 7 Panduannya
-
Dokter Tan Shot Yen Lulusan Mana? Viral Kritik Menu MBG saat Rapat dengan DPR
-
Awal Puasa Ramadan 2026, Muhammadiyah dan Pemerintah Sama atau Beda?