Suara.com - Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Arus Pelangi meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menolak segala bentuk penyedia layanan terapi konversi untuk mengubah orientasi seksual individu lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
Melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu (18/5/2016), Arus Pelangi menganggap terapi konversi berbahaya dan dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan jiwa orang-orang LGBT.
Hal tersebut berimplikasi menurunnya harga diri, meningkatnya kebencian ke diri sendiri, depresi, penarikan diri dari lingkungan sosial, hingga memunculkan kehendak bunuh diri.
Arus Pelangi juga meminta Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI) agar tetap berpegang teguh pada keilmuannya bahwa LGBT bukan merupakan gangguan mental tanpa dipengaruhi nilai-nilai personal.
Sikap Arus Pelangi tersebut berangkat dari peringatan Hari Internasional Melawan Homofobia dan Transfobia (IDAHOT) setiap 17 Mei sebagai bentuk penolakan stigma, kekerasan, dan diskriminasi terhadap komunitas.
Momentum tersebut dimanfaatkan pegiat hak asasi manusia di bidang terkait untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat atas berbagai pelanggaran hak-hak LGBT sekaligus mendorong seluruh pihak untuk dapat menghormati, melindungi, memenuhi, dan mempromosikan kesetaraan hak asasi manusia.
Tema global IDAHOT 2016 adalah "Kesehatan Jiwa dan Kesejahteraan" yang dipilih, karena masih banyaknya negara yang menggolongkan LGBT sebagai gangguan kejiwaan sehingga terapi konversi menjadi acuan.
Tema tersebut sekaligus juga menyoroti bahaya terapi konversi bagi kelompok LGBT.
Menurut Arus Pelangi, di Indonesia perilaku LGBT masih dianggap gangguan kejiwaan yang dibuktikan dengan pernyataan psikiater dan ahli jiwa di Indonesia.
Anggapan LGBT sebagai penyakit kejiwaan berimplikasi pada usaha beberapa pihak untuk menyembuhkan LGBT dengan terapi konversi atau terapi reparatif yang diklaim mampu mengubah orientasi seksual seseorang dengan pendekatan psikologis dan agama.
Dalam pernyataan sikapnya, PDSKJI pernah merekomendasikan pembuatan panduan tata laksana promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif bagi individu LGBT dari perspektif religi, spiritualitas, dan kearifan lokal bangsa Indonesia. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 5 Mobil Bekas yang Perawatannya Mahal, Ada SUV dan MPV
- 5 Perbedaan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang Sering Dianggap Sama
- 5 Mobil SUV Bekas Terbaik di Bawah Rp 100 Juta, Keluarga Nyaman Pergi Jauh
- 13 Promo Makanan Spesial Hari Natal 2025, Banyak Diskon dan Paket Hemat
Pilihan
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
-
Libur Nataru di Kota Solo: Volume Kendaraan Menurun, Rumah Jokowi Ramai Dikunjungi Wisatawan
-
Genjot Daya Beli Akhir Tahun, Pemerintah Percepat Penyaluran BLT Kesra untuk 29,9 Juta Keluarga
-
Genjot Konsumsi Akhir Tahun, Pemerintah Incar Perputaran Uang Rp110 Triliun
Terkini
-
4 Pilihan Mouth Spray untuk Perokok, Murah dan Ampuh Hilangkan Bau Rokok
-
3 Rangkaian Anti-Aging Olay, Diklaim Mampu Buat Wajah 10 Tahun Lebih Muda
-
4 Paket Skincare Anti-Aging Rp 100 Ribuan, Bisa Cegah Penuaan Dini di Usia 30-an
-
Solidaritas untuk Sumatera, 14 Daerah Larang Pesta Kembang Api Malam Tahun Baru 2026
-
5 Tempat Sewa Alat Grill & BBQ di Jogja, Murah Mulai Rp 100 Ribuan
-
Apa Itu Cancel Culture: Ujian Reputasi di Era Serba Viral
-
8 Rekomendasi Moisturizer Olay untuk Perawatan Anti Aging Usia 30-an
-
Belanja Sampai Tengah Malam, Jakarta Premium Outlets Gelar Midnight Sale dan Diskon Akhir Tahun
-
7 Sepatu Adidas Diskon hingga 60% di Sneakers Dept, Cocok Buat Tahun Baru
-
6 Rekomendasi Moisturizer SKIN1004, No 3 untuk Perawatan Anti Aging Usia 30-an