Suara.com - Trauma merupakan fase yang sulit dan periode yang amat emosional serta menyedihkan. Akibatnya, orang yang mengalami trauma kerap menjauh dan menyendiri.
Apalagi jika trauma dialami saat masih menginjak usia anak atau remaja yang akan lebih sulit untuk ditangani dan diatasi.
Bahkan sebuah studi baru menunjukkan bahwa peristiwa traumatis yang dialami oleh perempuan di masa kecil atau remaja dapat meningkatkan risiko depresi di tahun-tahun menjelang menopause. Hal ini dikenal dengan sebutan perimenopause.
Temuan ini mengungkapkan bahwa perempuan yang mengalami dua atau lebih pengalaman masa kecil yang traumatis seperti pelecehan emosional, perceraian orangtua memiliki 2,3 kali lebih mungkin mengalami gangguan depresi besar selama perimenopause.
Perubahan hormonal yang terjadi selama menopause diduga dapat membuka kedok risiko depresi yang sebelumnya tidak terdeteksi pada perempuan yang mengalami pengalaman masa kecil yang merugikan, terutama ketika peristiwa terjadi setelah pubertas.
"Hasilnya menunjukkan bahwa perempuan yang mengalami setidaknya dua efek samping (trauma) selama tahun-tahun formatif mereka - apakah itu melanggar, pengabaian, atau beberapa jenis disfungsi keluarga, lebih dari dua kali lebih mungkin mengalami depresi selama perimenopause dan menopause," kata pemimpin studi, C. Neill Epperson, Profesor di University of Pennsylvania, AS, seperti dilansir Zeenews.
"Hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya stres pada kehidupan awal memiliki efek yang signifikan dan tahan lama pada pengembangan dan fungsi di daerah otak yang bertanggung jawab untuk emosi, suasana hati, dan memori waktu ketika peristiwa itu terjadi mungkin sama pentingnya," tulis Epperson dalam makalah yang diterbitkan Journal of Clinical Psychiatry.
"Jelas ada hubungan yang kuat antara kesulitan anak dan risiko depresi, seluruh kehidupan seorang perempuan terutama selama masa transisi menopause," kata Ellen W. Freeman, Profesor di kampus yang sama.
Meskipun depresi merupakan hal yang umum selama masa transisi menopause, mengetahui risiko depresi lebih awal selama periode fluktuasi hormonal dapat membuka jalan bagi pengobatan yang lebih baik.
Baca Juga: Massa 313 Mulai Bergerak, Orator: Semua Umat Mari Takbir
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- Promo Superindo Hari Ini 10-13 November 2025: Diskon Besar Awal Pekan!
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
Pilihan
-
Tekad Besar Putu Panji Usai Timnas Indonesia Tersingkir di Piala Dunia U-17 2025
-
Cek Fakta: Viral Isu Rektor UGM Akui Jokowi Suap Rp100 Miliar untuk Ijazah Palsu, Ini Faktanya
-
Heimir Hallgrimsson 11 12 dengan Patrick Kluivert, PSSI Yakin Rekrut?
-
Pelatih Islandia di Piala Dunia 2018 Masuk Radar PSSI Sebagai Calon Nahkoda Timnas Indonesia
-
6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
Terkini
-
5 Rekomendasi Sepatu Adidas Casual Super Nyaman, Cocok Buat Nongki Bareng Teman
-
7 Rekomendasi Sepatu Gym Wanita Terbaik, Modal Rp300 Ribuan Kaki Bebas Cedera
-
Apa Itu Mimetic Violence? Istilah Baru dari Kasus Ledakan SMAN 72 yang Sangat Berbahaya
-
5 Pilihan Parfum Mirip Baccarat di Alfamart yang Tahan Lama, Harga Murah Meriah
-
5 Sepatu Loafers Wanita Terbaik Harga Terjangkau, Cocok Dipakai Kuliah dan Kerja
-
Besok Bakal Hoki! Ini 6 Shio yang Dapat Keberuntungan pada 13 November 2025
-
5 Parfum dengan Aroma Minuman, Mulai dari Teh Melati hingga Mocktail Segar
-
Pakai Bedak Waterproof? Begini Cara Menghapusnya biar Wudhu dan Ibadah Tetap Sah
-
Tanggal Merah 2026 Hari Apa Saja? Ini Daftar dan Link Download Kalender Lengkapnya
-
Azarine x Sanrio Series, Kolaborasi Make-Up Ter-cute Tahun Ini!