Tak Asing dengan Cobaan
Sutopo tak memungkiri jika dirinya kerap bertanya-tanya dari mana asal penyakit kanker paru yang ia derita.
"Saya tidak merokok dan silsilah keluarga juga tidak ada. Saya bahkan termasuk orang dengan gaya hidup lumayan sehat," katanya kebingungan.
Di areal bencana, Sutopo memang mengaku beberapa kali terpapar asap kebakaran hutan yang dahsyat terutama pada 1997, 2013, 2014, dan 2015 di beberapa daerah di Indonesia.
"Saya tidak tahu apakah ini (penyakit kanker paru-paru) dari asap kebakaran. Kita tidak pernah tahu."
Tapi yang pasti, Sutopo adalah seorang perokok pasif yang kerap terjebak oleh kepulan asap baik saat di kantor BNPB terdahulu atau saat di area bencana. "Di lapangan (area bencana) saat rapat, pasti banyak yang merokok," katanya lagi.
Saat ini kanker paru merupakan masalah paling nyata yang harus Sutopo hadapi. Tapi ia mengenang bagaimana dirinya pernah beberapa kali jatuh namun berhasil bangkit dari keterpurukan.
Saat duduk di Sekolah Dasar, Sutopo adalah bocah kampung yang ia gambarkan sendiri sebagai anak yang 'bodoh, miskin dan dekil'.
Saking bodohnya, kata Sutopo, ia belum bisa membaca hingga kelas 2 SD dan pernah mendapat nilai 0 untuk pelajaran Bahasa Indonesia saat duduk di kelas 4 SD.
Baca Juga: Sembari Operasi di RSPAD, Sutopo Informasikan Longsor Brebes
"Saat itu ada tugas 'lawan kata'. Lawan kata 'besar', saya tulis 'tidak besar'. Lawan kata 'panjang', saya tulis 'tidak panjang'. Dan saya dapat nol besar," kenang lelaki asal Boyolali tersebut sambil tertawa.
Hidup miskin dan bodoh membuat Sutopo kerap jadi bahan ledekan teman-temannya. Sampai pada suatu hari, seorang guru memergoki Topo Kecil yang tengah menyapu halaman rumah.
Guru itu, Ibu Sri Suarti namanya, diakui Sutopo merupakan sosok paling berjasa membentuk karakternya sekarang.
"Saat itu beliau puji saya sebagai anak yang rajin karena mau membantu orangtua. Saat dipuji di kelas, rasanya enak. Dari situ saya mulai sering belajar."
Sutopo tak butuh waktu lama untuk bisa setara dengan bintang kelas lainnya. Ia menjadi langganan lima besar sejak kelas 5 SD hingga kemudian duduk di bangku SMA.
Itulah waktu di mana Sutopo yakin akan mendapat jalur undangan dan masuk Teknik Nuklir UGM dengan rapor yang ia miliki. Nahas, lagi-lagi kenyataan tak sejalan dengan harapan.
Nilai rapor tiba-tiba tak jadi jaminan bagi siswa berprestasi mendapat free pass ke jurusan dan universitas negeri pilihan.
Dengan terpaksa, kata Sutopo, ia masuk ke Fakultas Geografi UGM dan belajar sesuatu yang tidak ia harapkan.
"Semester awal saya masih kufur. Tidak bersyukur dan kuliah semaunya. IP tidak pernah sampai tiga. Tujuan awal saya membahagiakan orangtua malah saya lupakan," kenang Sutopo lagi.
Masuk semester tiga, Sutopo kembali berusaha mengejar ketertinggalan. Ia menjadi giat belajar hingga berhasil lulus dengan gelar Cum Laude.
"Saat kelulusan, yang duduk di sebelah saya dapat gelar Summa Cum Laude. Dia dari Fakultas Hukum. Dia jadi yang terbaik di UGM saat itu. Namanya Retno, sekarang jadi istri saya," kata Sutopo penuh bangga.
Pada November 2012, Sutopo pernah hampir diberi gelar Profesor oleh LIPI. Tapi secara mendadak pemberian gelar tersebut dibatalkan dengan dalih Sutopo bukan sosok dari lembaga riset.
Padahal katanya, orangtua Sutopo telah membuat syukuran di kampung. Bahkan jas anak-anak Sutopo pun sudah rapi dijait, siap untuk dikenakan.
Pembatalan tersebut, tentu saja memberikan rasa kecewa. Tapi ayah Sutopo selalu berusaha membesarkan hatinya. "Kata ayah saya, orang hidup tidak selamanya lurus, lempeng. Ada kalanya bertemu jurang. Itu takdir yang harus diterima, hidup tidak usah terlalu ngoyo."
Nasihat tersebut, kata Sutopo, menjadi penguatnya saat itu dan sekarang ketika ia harus bergelut dengan penyakit kanker paru-paru.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 7 Rekomendasi HP Murah Memori Besar dan Kamera Bagus untuk Orang Tua, Harga 1 Jutaan
Pilihan
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
Terkini
-
5 Body Lotion SPF Tinggi untuk Pria: Tidak Lengket, Cocok Buat Aktivitas Outdoor
-
5 Bedak Padat untuk Kulit Berminyak Usia 40 Tahun ke Atas, Ampuh Samarkan Garis Halus
-
7 Rekomendasi Sepatu Running Anak Lokal: Murah Kualitas Juara, Harga Mulai Rp100 Ribuan
-
5 Bedak Padat Wardah untuk Usia 30 Tahun ke Atas, Kulit Flawless Bebas Cakey
-
5 Cushion untuk Usia 50 Tahun yang Ramah Garis Penuaan
-
Anak Muda Indonesia Ini Tawarkan Model Bisnis Berbasis Kepercayaan dan Data
-
5 Shio Paling Beruntung dan Berlimpah Rezeki Besok 18 November 2025, Termasuk Kamu?
-
10 Bedak Padat untuk Tutupi Garis Penuaan Usia 50 Tahun ke Atas
-
Daftar Universitas dengan Jurusan IT Terbaik di Indonesia, PTN dan PTS
-
Dorongan Implementasi Bangunan Hijau untuk Infrastruktur Berkelanjutan di Indonesia