Suara.com - Gaya hidup slow living atau bergerak lebih lambat dan santai tengah jadi tren belakangan ini. Istilah tersebut ramai diperbincangkan, terutama oleh orang dewasa yang sering sibuk dengan banyak kegiatan bekerja maupun lainnya.
Slow living adalah pola pikir di mana seorang menyusun gaya hidup yang lebih bermakna dan sadar yang sejalan dengan apa yang paling Anda hargai dalam hidup. Demikian seperti dikutip dari situs slow living ldn. Tetapi rupanya, slow living juga bisa diajarkan kepada anak-anak lho.
Psikolog Orissa Anggita Rinjani mengatakan bahwa anak-anak zaman sekarang juga banyak yang memiliki aktivitas padat sehari-hari. Kondisi itu membuat mereka jadi tidak bisa rileks.
"Anak-anak zaman sekarang over scheduling, terlalu padat jadwalnya. Kalau terlalu padat dampaknya anak menjadi terlalu stres, jadi ada masalah emosional atau masalah perilaku. Semakin banyak nih permasalahan anak mukul teman atau agresif, karena dia kurang mendapatkan kesempatan untuk rileks, nggak ada waktu untuk slow down," jelas Orissa saat perayaan Hari Anak Nasional bersama Dancow di RPTRA Jakarta Timur, beberapa waktu lalu.
Ia menambahkan, bahkan anak usia TK pun saat ini bisa jadi punya banyak kegiatan lain di luar jam sekolahnya. Seperti waktu untuk les bermacam-macam. Orissa menyampaikan bahwa anak juga sebaiknya telah diajarkan tentang makna dari kegiatan yang dilakukan.
Selain itu, salah satu hak anak juga untuk memiliki waktu yang seimbang antara belajar dengan waktu bermain bebas bagi mereka.
"Saya sangat meng-encourage, anak-anak tetap butuh main. Jadi jangan dikasih yang semuanya sekolah, terus les, terus ada private, malam belajar lagi, ngerjain tugas. Tetap harus dikasih waktu mereka beneran bisa rileks dan memilih sendiri kegiatan yang memang mereka minati," saran Orissa.
Meski tujuan dari berbagai les tersebut mungkin untuk mengasah bakat dan minat anak, tetapi Orissa juga mengingatkan kalau kegiatan yang berlebihan juga bisa berdampak terhadap kondisi mental anak. Selain itu, orang tua juga perlu menyadari kalau bermain alias memiliki jam santai juga termasuk hak bagi anak.
"Pemenuhan kebutuhan hak anak itu hak cinta kasih, hak lain itu juga salah satu hak anak juga," pungkasnya.
Baca Juga: Rayakan Hari Anak Nasional, Intip 4 Rekomendasi Film Anak Indonesia Terbaik
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Datang Elkan Baggott, Belum Kering Tangis Timnas Indonesia
- Pondok Pesantren Lirboyo Disorot Usai Kasus Trans 7, Ini Deretan Tokoh Jebolannya
- Apa Acara Trans7 yang Diduga Lecehkan Pesantren Lirboyo? Berujung Tagar Boikot di Medsos
- 3 Alasan Presiden Como Mirwan Suwarso Pantas Jadi Ketum PSSI yang Baru
- 5 Sepatu Nineten Terbaik untuk Lari, Harga Terjangkau Mulai Rp300 Ribu
Pilihan
-
Purbaya Mau Turunkan Tarif PPN, Tapi Dengan Syarat Ini
-
Isu HRD Ramai-ramai Blacklist Lulusan SMAN 1 Cimarga Imbas Kasus Viral Siswa Merokok
-
Sah! Garuda Indonesia Tunjuk eks Petinggi Singapore Airlines jadi Direktur Keuangan
-
Gaji Program Magang Nasional Dijamin Tak Telat, Langsung Dibayar dari APBN
-
Emas Terbang Tinggi! Harga Antam Tembus Rp 2.596.000, Cetak Rekor di Pegadaian
Terkini
-
Gen Z Melek Finansial: Aplikasi AI Hingga Boardgame Ubah Cara Anak Muda Mengelola Uang!
-
16 Arti Mimpi Gigi Copot: Mengungkap Makna dari Primbon Jawa, Islam, dan Psikologi
-
Biodata dan Profil Rinaldy Yunardi: Jenius Perancang Mahkota Kylie Jenner
-
7 Sunscreen Terbaik untuk Olahraga, Jaga Kulit Tetap Glowing Mulai Rp30 Ribuan
-
6 Shio Paling Beruntung Kamis 16 Oktober 2025, Kamu Termasuk?
-
4 Rekomendasi Parfum yang Tahan Lama, Sekali Semprot Wangi Menempel Sepanjang Hari
-
4 Sunscreen Wardah untuk Mencerahkan Kulit, Cegah Flek Hitam dari Paparan Matahari
-
Glamping Lakeside Alahan Panjang Buka Sejak Kapan? Tak Berizin, Kini Disanksi Buntut Bulan Madu Maut
-
Aries Cocok dengan Zodiak Apa? Ini 5 Pasangan yang Bisa Mengimbangi Energi Api Aries
-
Glamor Kabaret Hadir di Jakarta: Perpaduan Spektakuler Fashion dan Mixology