Suara.com - Di tengah tantangan zaman yang menuntut generasi muda untuk bergerak cepat dan tanggap terhadap berbagai krisis global, muncul sosok Ayden Haoken—remaja yang belum genap berusia 18 tahun—sebagai simbol harapan dan kemajuan. Ia bukan hanya pelajar biasa, tetapi seorang inovator muda yang telah menembus batas prestasi dengan diterimanya tawaran beasiswa dari universitas-universitas paling bergengsi di dunia: Harvard, Stanford, dan University of California, Berkeley.
Ayden adalah siswa dari Sinarmas World Academy (SWA), namun perjalanan prestasinya tak semata-mata dibentuk oleh ruang kelas. Gagasan inovatifnya bermula dari empati terhadap kehidupan petani di daerah terpencil. Ia bertanya, bagaimana teknologi bisa menjangkau mereka yang kerap kali terpinggirkan oleh pembangunan? Pertanyaan itu menjadi benih lahirnya Zenith Charge System—sebuah solusi pengisi daya nirkabel berbasis energi matahari.
Teknologi ini bukan sekadar alat, melainkan sistem yang dikembangkan untuk bisa beroperasi secara otomatis, mengikuti arah datangnya sinar matahari demi menyerap energi secara maksimal. Zenith Charge System menjawab kebutuhan akan sumber energi bersih yang murah, efisien, dan mudah digunakan oleh komunitas yang hidup tanpa akses listrik yang memadai. Inovasi ini menunjukkan bagaimana teknologi dapat bersifat humanis, inklusif, dan berdampak sosial.
Atas prestasi dan gagasan tersebut, Ayden dinobatkan sebagai RISE Global Winner 2024, masuk dalam daftar 100 inovator muda terbaik dunia di bawah usia 18 tahun. Pencapaian ini menjadi validasi bahwa inovasi yang dilandasi empati mampu menembus sekat-sekat pengakuan global.
Namun Ayden tidak berhenti pada satu proyek. Ia melangkah lebih jauh dengan mendirikan sebuah start-up sosial yang bergerak di bidang pendidikan dan teknologi. Melalui inisiatif ini, ia menggelar berbagai lokakarya robotika dan energi terbarukan bagi anak-anak muda, serta menyalurkan perlengkapan pendidikan berbasis STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) ke sekolah-sekolah yang berada di wilayah terdampak bencana.
Ayden percaya, keberhasilan tidak lahir dari kejeniusan semata, tetapi dari kegigihan, ketekunan, dan keberanian untuk gagal. Ia menjadikan setiap tantangan sebagai ruang belajar dan menekankan pentingnya memiliki tujuan hidup sejak dini. “Jangan takut mengambil tantangan besar, temukan tujuan hidup sedini mungkin, belajarlah dari setiap kegagalan, terapkan pendidikan dalam kehidupan nyata, serta kelilingi diri dengan komunitas yang positif dan suportif,” ungkapnya.
Deretan universitas yang memberikan tawaran kepadanya tak hanya berhenti di Harvard, Stanford, dan UC Berkeley. Nama-nama besar lain seperti Wharton School of the University of Pennsylvania, UCLA, UCSD, University of Washington, dan Purdue University juga melirik Ayden sebagai calon mahasiswa. Tapi bagi Ayden, kampus hanyalah akselerator. Tujuan akhirnya tetap: menciptakan dampak nyata bagi dunia.
Kisah Ayden menjadi cermin bahwa generasi muda Indonesia mampu bersaing secara global jika diberikan ruang eksplorasi, akses pendidikan berkualitas, dan dorongan untuk berpikir kritis serta peduli pada lingkungan sekitar.
Ketua Yayasan SWA, Deddy Djaja Ria, menyatakan bahwa pencapaian Ayden sejalan dengan visi mereka dalam membentuk siswa yang tidak hanya unggul secara akademis, tapi juga memiliki tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap isu-isu global. “Kami ingin siswa kami tumbuh menjadi individu yang membawa dampak positif di masyarakat,” ujarnya.
Baca Juga: Cara SIG Turunkan Emisi Karbon, Manfaatkan Limbah Jadi Energi Bersih
Di saat yang sama, data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebutkan bahwa jumlah lulusan bidang STEM di Indonesia masih rendah, hanya 18,47% dari total lulusan perguruan tinggi. Angka ini jauh tertinggal dibanding negara tetangga seperti Malaysia (37,19%), Singapura (34,30%), dan India (31,41%).
Ayden membuktikan bahwa Indonesia tak kekurangan talenta di bidang STEM—yang dibutuhkan adalah kesempatan dan dukungan yang tepat. Semoga lebih banyak Ayden-Ayden lain yang lahir dan menyulut cahaya perubahan dari sudut-sudut Indonesia.
Berita Terkait
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Dicopot
Pilihan
-
Sore: Istri dari Masa Depan Jadi Film Indonesia ke-27 yang Dikirim ke Oscar, Masuk Nominasi Gak Ya?
-
CELIOS Minta MUI Fatwakan Gaji Menteri Rangkap Jabatan: Halal, Haram, atau Syubhat?
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
-
Tak Hanya Soal Ekonomi! Celios Ungkap Jejak Tiongkok di Indonesia Makin Meluas, Ini Buktinya
-
3 Rekomendasi HP 5G Murah di Bawah Rp3 Juta Tebaru September 2025
Terkini
-
Sebelum Diangkat Jadi Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa Kerja Apa?
-
Apa Itu Crab Mentality? Disebut Yudo Sadewa Anak Menkeu sebagai Ciri Orang Miskin
-
Kekayaan Fantastis Yusril Ihza Mahendra, Temui Delpedro di Rutan Polda Metro Jaya
-
Yudo Anak Menkeu Umur Berapa? Sudah Jadi Miliarder dan Nasabah BCA Prioritas
-
Dikira PNS, Ini Pekerjaan Asli Istri Ferry Irwandi yang Jarang Diketahui
-
Berapa Lama Sri Mulyani Jadi Menteri Keuangan? Debut di Era SBY, Dicopot oleh Prabowo
-
Benarkah Rakyat Ikut Menanggung Utang Negara di Akhirat? Ini Penjelasan Islam
-
Franka Franklin Keturunan Mana? Ini Latar Belakang Istri Nadiem Makarim
-
5 Rangkaian Skincare Fanbo untuk Mencerahkan Wajah, Bisa Jadi Alternatif Viva
-
Urutan Skincare Viva Pagi dan Malam agar Kulit Glowing Maksimal, Harga Mulai Rp5 Ribuan!