Suara.com - Pasangkayu, sebuah daerah pesisir di Sulawesi Barat, mungkin tak terdengar semegah kota-kota besar di Indonesia. Tapi dari tempat inilah, lahir kisah menarik tentang seorang ayah dan anak yang memilih berjuang bersama demi masa depan yang lebih baik—melalui tambak udang.
H. Siala, seorang petambak yang telah lama menekuni dunia budidaya udang, tak menyangka bahwa suatu hari sang anak, Muchtar, akan kembali pulang dan memutuskan ikut terjun langsung ke tambak.
Muchtar sebelumnya menempuh pendidikan di Kalimantan. Dunia tambak bukanlah hal yang akrab baginya. Tapi ketika melihat usaha keluarga terus berjalan dengan tantangan yang semakin kompleks, hatinya tergerak.
“Saya belajar bahwa tambak udang bukan hanya soal teknis, tetapi soal membangun kepercayaan dan kerja sama erat dengan tim di lapangan,” ujar Muchtar.
Kata-katanya mencerminkan kedewasaan baru yang lahir dari pengalaman langsung—bukan hanya dari buku.
Bersama Aquarev, perusahaan sosial yang fokus pada akuakultur berkelanjutan, keduanya membuktikan bahwa tambak bukan hanya ladang usaha, tapi juga ruang belajar, tempat memperkuat hubungan keluarga, dan panggung untuk tumbuh bersama komunitas.
Kini, tambak mereka telah menghasilkan panen parsial hingga lima kali sejak April 2025, dengan produktivitas mencapai 38,5 ton per hektare.
Lebih dari angka, keberhasilan ini menjadi simbol bahwa kerja keras, adaptasi, dan kolaborasi bisa melahirkan perubahan nyata—bahkan dari kampung halaman sendiri.
Yang menarik, Muchtar tak hanya membantu teknis budidaya. Ia juga mulai paham bahwa menjaga lingkungan—seperti menanam kembali mangrove dan mengelola limbah dengan benar—bukan hal remeh, tapi bagian dari tanggung jawab generasi masa kini untuk masa depan.
Baca Juga: Listrik Hijau Pangkas Biaya Tambak Udang 70 Persen, Petani Banjir Cuan!
Di saat banyak anak muda memilih merantau dan menjauhi akar, kisah Muchtar dan H. Siala justru mengingatkan bahwa kembali ke rumah tak selalu berarti mundur. Kadang, di sanalah letak awal dari perjalanan yang paling bermakna.
Kami percaya bahwa keberhasilan tambak tidak cukup diukur dari produktivitas panen saja. Keberhasilan yang sesungguhnya adalah ketika para petambak bisa mandiri, lingkungan tetap terjaga, dan budidaya menjadi kekuatan ekonomi yang berkelanjutan bagi komunitas lokal,” kata Retno Nuraini, Head of Partnerships Aquarev.
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
-
5 Fakta Kemenangan 2-1 Real Madrid Atas Barcelona: 16 Gol Kylian Mbappe
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
Terkini
-
6 Sunscreen Anti Air dan Anti Lengket untuk Musim Hujan, Cocok untuk Wanita Pekerja Outdoor
-
Berapa Tarif Manggung Raisa? Diva Pop Indonesia Ceraikan Hamish Daud
-
Masih Bingung Harus Pakai Sunscreen SPF Berapa? Ini Jawaban Dokter Spesialis Kulit
-
2 Promo G-DRAGON IN CINEMA CGV, Ada Poster Eksklusif 4DX dan Paket Combo Tiket
-
Apakah Tanggal 28 Oktober Termasuk Libur Nasional? Ini Jawabannya
-
Beauty Beyond Boundaries, Ruang Baru untuk Merayakan Kecantikan
-
Sumpah Pemuda 2025 yang ke Berapa? Ini Tema Resmi dan Makna di Balik Logonya
-
7 Parfum Lokal yang Wanginya Meninggalkan Jejak untuk Pria dan Wanita
-
6 Sabun Cuci Muka untuk Mengatasi Flek Hitam Usia 40-an, Harga Mulai Rp20 Ribuan
-
Rekomendasi 5 Sepatu Lokal Harga Rp200 Ribuan: Nyaman, Nggak Bikin Pegal saat Berdiri di KRL