Hal ini membuat sebagian penonton merasa tersinggung dan kecewa.
Aksi Down Voting
Di media sosial, muncul gerakan down voting massal sebagai bentuk protes terhadap film ini. Ribuan akun secara serentak memberikan rating terendah di IMDb untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka.
Fenomena ini mempercepat anjloknya skor film hingga ke titik terendah, yaitu 1.0 dari 10.
Tak berhenti di situ, beberapa kontroversi juga muncul dari sisi promosi film. Trailer yang dipublikasikan sebelum penayangan sempat dianggap menipu, karena memberikan gambaran yang jauh lebih menjanjikan dibandingkan hasil akhirnya.
Hal ini semakin menambah rasa dikhianati di kalangan penonton.
Rating rendah ini tentu menjadi pukulan telak, baik bagi para pembuat film maupun industri perfilman Indonesia secara umum.
Film yang semestinya menjadi kebanggaan justru menjadi bahan olok-olok di forum internasional. Banyak yang menilai kegagalan Merah Putih: One for All dapat menjadi pelajaran penting tentang pentingnya riset, sensitivitas terhadap sejarah, serta kualitas eksekusi produksi.p
Meski demikian, ada pula pihak yang berpendapat bahwa rating rendah tidak selalu mencerminkan kualitas sebuah film secara keseluruhan.
Baca Juga: Alasan Raffi Ahmad Tetap Dukung Film Kartun Merah Putih One For All: Saya Belum Nonton!
Terkadang, faktor eksternal seperti sentimen politik, isu sosial, hingga tren boycott culture juga berpengaruh. Namun, dalam kasus ini, kombinasi antara kualitas yang dianggap lemah dan kontroversi besar membuat film sulit bangkit dari penilaian buruk.
Kasus Merah Putih: One for All menunjukkan betapa besar pengaruh publik terhadap keberhasilan sebuah film di era digital. Sekali reputasi jatuh akan sangat sulit untuk mengembalikannya, terlebih jika film tersebut sudah telanjur mendapat cap sebagai "film terburuk".
Meski menyakitkan, hal ini bisa menjadi pengingat bagi sineas untuk lebih berhati-hati dalam menggarap karya, terutama yang berkaitan dengan tema sensitif seperti sejarah dan nasionalisme.
Dengan rating 1.0 di IMDb, Merah Putih: One for All akan tercatat dalam sejarah perfilman Indonesia bukan sebagai karya monumental, melainkan sebagai pelajaran penting bahwa ekspektasi tinggi harus dibarengi dengan kualitas yang sepadan.
Kontributor : Dea Nabila
Berita Terkait
Terpopuler
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 5 Oktober: Ada 20.000 Gems dan Pemain 110-113
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Kedua 6-12 Oktober 2025
- Jadwal dan Lokasi Penukaran Uang Baru di Kota Makassar Bulan Oktober 2025
Pilihan
-
Perbandingan Spesifikasi vivo V60 Lite 4G vs vivo V60 Lite 5G, Kenali Apa Bedanya!
-
Dana Transfer Dipangkas, Gubernur Sumbar Minta Pusat Ambil Alih Gaji ASN Daerah Rp373 T!
-
Menkeu Purbaya 'Semprot' Bobby Nasution Cs Usai Protes TKD Dipotong: Perbaiki Dulu Kinerja Belanja!
-
Para Gubernur Tolak Mentah-mentah Rencana Pemotongan TKD Menkeu Purbaya
-
Daftar Harga HP Xiaomi Terbaru Oktober 2025: Flagship Mewah hingga Murah Meriah
Terkini
-
5 Fakta Cesium-137 di Cikande, Radiasi Berbahaya Butuh Waktu 30 Tahun untuk Hilang
-
5 Fakta Terbaru Perseteruan Yai Mim Vs Sahara: Bantah Tudingan Pelecehan, Berakhir Damai?
-
Biodata dan Agama Hengky Gunawan, Pro Player Mualaf Demi Jadi Suami Meyden
-
Beda Latar Belakang Keluarga El Rumi dan Syifa Hadju: Kini Mau Melangkah ke Pelaminan
-
Mendikdasmen Tegaskan Pentingnya Pendidikan Mindfulness untuk Kecerdasan Emosional Siswa
-
Rahasia Cetak The A-Team: Perusahaan Ini Kasih Apresiasi 100 iPhone Buat Karyawannya
-
Bisnis Chef Devina Hermawan, Foto Hasil Masakannya Dicomot Pawon Cetar Milik Keluarga Syahrini
-
5 Tren Makeup Musim Gugur 2025 yang Bikin Tampilan Lebih Glam dan Elegan
-
Berapa Lama Kontrak Magang Nasional 2025? Ketahui Masa Kerja dan Gajinya
-
Bagaimana Cara Cerdas Menemukan Penawaran dan Diskon Menarik?