Suara.com - Di era digital seperti sekarang, cara masyarakat Indonesia bertransaksi mengalami perubahan besar.
Kini, cukup dengan satu kali scan QR code, pembayaran bisa dilakukan dengan cepat tanpa ribet.
Dari warung kopi di sudut desa hingga restoran modern di kota besar, QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) sudah jadi bagian sehari-hari.
Bahkan, banyak orang yang justru takut jika ada penjual atau transaksi yang tidak bisa menggunakan QRIS karena sudah ketergantungan dengan sistem pembayaran.
Namun, banyak orang masih bertanya-tanya siapa sebenarnya penemu QRIS? Simak inilah penjelasannya.
Siapa Penemu QRIS?
Faktanya, QRIS tidak lahir dari ide perorangan, melainkan dari kolaborasi Bank Indonesia (BI) dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI).
Meski demikian, ada tokoh penting seperti Perry Warjiyo selaku Gubernur BI saat itu yang mendorong agar sistem ini diterapkan sebagai solusi nasional.
Sebelum QRIS, setiap bank atau dompet digital punya QR code sendiri. Pedagang harus menempelkan banyak stiker QR di meja kasir, dan konsumen sering bingung memilih aplikasi yang cocok. Situasi ini jelas tidak efisien.
Dari sinilah muncul gagasan untuk menciptakan satu kode QR universal.
Baca Juga: Cara Menggunakan QRIS BRI di Luar Negeri, Lengkap Daftar Negara yang Mendukung
Dengan QRIS, merchant cukup menampilkan satu kode saja, dan pembeli bisa membayar menggunakan aplikasi apa pun yang mendukung.
Inilah yang membuat QRIS langsung diterima masyarakat, terutama kalangan UMKM yang sebelumnya kesulitan mengikuti perkembangan teknologi.
Sejak resmi diluncurkan pada 17 Agustus 2019, QRIS langsung mendapat sambutan luas.
Sejak diluncurkan, QRIS berkembang pesat. Hanya dalam empat tahun, jumlah pengguna mencapai puluhan juta orang.
Data terbaru mencatat lebih dari 56 juta pengguna dan sekitar 38 juta merchant yang sebagian besar adalah UMKM. Volume transaksinya pun fantastis, mencapai lebih dari Rp260 triliun dalam satu tahun.
Perkembangan ini menunjukkan bahwa QRIS benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat. Mulai dari transaksi kecil seperti membeli kopi Rp10.000, hingga pembayaran di toko besar, semuanya bisa dilakukan dengan satu sistem yang sama.
Setelah sukses di dalam negeri, Bank Indonesia mulai melangkah lebih jauh dengan membawa QRIS ke dunia internasional.
Upaya ini dilakukan melalui kerja sama antarbank sentral untuk membangun sistem pembayaran lintas batas (cross-border payment).
Beberapa negara ASEAN sudah lebih dulu terhubung, seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura. Baru-baru ini, Jepang juga resmi meluncurkan layanan QRIS. Dua target besar berikutnya adalah Tiongkok dan Arab Saudi.
Tiongkok dikenal sebagai negara dengan sistem pembayaran digital yang sangat maju, didominasi oleh Alipay dan WeChat Pay.
Kehadiran QRIS di sana akan mempermudah wisatawan atau pebisnis asal Indonesia ketika bertransaksi.
Misalnya, saat membeli barang di pasar grosir Guangzhou atau makan di restoran lokal, mereka bisa langsung menggunakan QRIS tanpa perlu menukar uang tunai dalam jumlah besar.
Hal ini juga membuka peluang bisnis lintas negara, karena pedagang Indonesia bisa lebih mudah menerima pembayaran dari konsumen asal Tiongkok di masa depan.
Selain itu bagi Indonesia, integrasi QRIS ke Arab Saudi punya arti yang sangat istimewa. Setiap tahun, jutaan jamaah haji dan umrah berangkat ke Tanah Suci.
Selama ini mereka harus membawa uang tunai atau kartu internasional dengan biaya tinggi.
Dengan adanya QRIS, semua bisa lebih praktis yaitu cukup scan, bayar, dan tercatat secara digital.
Bayangkan jamaah yang ingin membeli oleh-oleh di Mekkah atau Madinah, tak perlu lagi repot menukar uang riyal. QRIS bisa jadi solusi aman sekaligus efisien.
Ekspansi QRIS ke luar negeri membawa banyak manfaat. Pertama, mempermudah jamaah haji dan umrah dalam bertransaksi.
Kedua, memperkuat daya saing UMKM Indonesia yang kini bisa bertransaksi dengan konsumen internasional.
Ketiga, mengurangi biaya transaksi karena tidak bergantung pada kartu kredit atau sistem pembayaran global yang mahal.
Selain itu, QRIS juga menjadi soft power digital Indonesia. Kehadirannya di negara lain menunjukkan bahwa inovasi teknologi finansial dari Indonesia mampu bersaing di tingkat global.
Kontributor : Dea Nabila
Berita Terkait
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- Innalillahi, Aktor Epy Kusnandar Meninggal Dunia
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
Pilihan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
-
6 HP Tahan Air Paling Murah Desember 2025: Cocok untuk Pekerja Lapangan dan Petualang
-
Drama Sidang Haji Alim: Datang dengan Ambulans & Oksigen, Ratusan Pendukung Padati Pengadilan
Terkini
-
Visual yang Berseru: Ribuan Foto dan Video Ajak Publik Menjaga Bumi
-
Tahun 2026 Shio Apa? Ini Keberuntungan yang Bakal Didapat
-
Meski Ekonomi Lagi Lesu, Self-Care Tetap Jadi Prioritas di Gaya Hidup Modern
-
5 Lip Balm SPF 30+ untuk Bibir Lembap dan Terlindungi Maksimal di Luar Ruangan
-
Ketika Mimpi Tak Punya Batas: Kisah Inspiratif dari Para Siswa dan Alumni SLB N Cilacap
-
Kulit Kering Sebaiknya Pakai Moisturizer Tekstur Apa? Cek Rekomendasi yang Bisa Dicoba
-
Ramalan Shio Besok 5 Desember 2025, Ini 6 yang Paling Hoki dan Lancar Rezeki
-
Kolagen Banking vs Suntik Filler: Mana yang Lebih Aman untuk Melawan Tanda Penuaan?
-
Lebih Bagus Compact Powder atau Two Way Cake? Ini Rekomendasi Produknya!
-
Rahasia Kulit Glowing: 8 Manfaat Ajaib AHA yang Wajib Kamu Tahu!