- Pemicu revolusi: krisis, ketidakadilan, ide Pencerahan.
- Perlawanan rakyat terhadap monarki dan elit.
- Ide revolusi menginspirasi perjuangan kebebasan global.
Suara.com - Revolusi Prancis, sebuah peristiwa bersejarah yang meletus pada tahun 1789, bukanlah sekadar pemberontakan sesaat. Belakangan, revolusi perancis banyak dibahas , seiring ketidakpuasan publik terhadap pejabat.
Peristiwa ini adalah puncak kemarahan rakyat terhadap pemerintahan yang korup, foya-foya di atas penderitaan rakyat, pajak tinggi dan ketidakadilan.
Peristiwa ini mengguncang dunia dan selamanya mengubah peta politik, meninggalkan warisan berupa ide-ide kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan yang terus menginspirasi perjuangan di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Untuk memahami mengapa revolusi ini terjadi, kita harus melihat tiga faktor utama yang saling berkaitan: krisis ekonomi, ketidakadilan sosial, dan gelombang ide Pencerahan.
Penyebab dan Kronologi Revolusi Prancis
Sebelum revolusi, Prancis berada di ambang kebangkrutan. Kerajaan Prancis memiliki tumpukan utang yang sangat besar akibat pemborosan, gaya hidup mewah istana, dan keterlibatan dalam serangkaian perang yang mahal, seperti Perang Tujuh Tahun dan dukungan terhadap Perang Kemerdekaan Amerika.
Salah satu kondisi yang disorot saat itu adalah gaya hidup permaisuri, Marie Antoinette yang dijuluki Madam Deficit, merujuk pada gaya hidupnya yang mewah hingga membuat keuangan negara sulit.
Alih-alih mencari solusi yang adil, pemerintah Raja Louis XVI justru memilih jalan pintas: menaikkan pajak yang mencekik rakyat jelata.
Krisis ini diperparah oleh sistem sosial yang sangat timpang, dikenal sebagai Ancien Régime atau Sistem Tiga Estat. Masyarakat Prancis dibagi menjadi tiga golongan:
Baca Juga: Omara Esteghlal Bandingkan Pajak Indonesia dengan Negara Maju, Singgung Kualitas Fasilitas Publik
- Golongan Pertama: Para pemuka agama (pendeta dan biarawan), yang menguasai sekitar 10% tanah dan bebas dari pajak.
- Golongan Kedua: Para bangsawan, yang memiliki kekuasaan dan hak istimewa, termasuk bebas dari pajak, meskipun menguasai hampir 25% tanah.
- Golongan Ketiga: Golongan terbesar, yang mencakup 97% populasi, dari para petani miskin hingga borjuis (kaum pedagang, pengusaha, dan profesional). Merekalah yang menanggung beban pajak paling berat, tidak memiliki hak politik, dan hidup dalam kemiskinan.
Ketidakadilan ini menciptakan jurang yang dalam antara si kaya dan si miskin. Sementara bangsawan dan pendeta berpesta pora di istana, rakyat jelata harus berjuang keras hanya untuk makan sehari-hari.
Pada saat yang sama, gagasan-gagasan dari era Pencerahan menyebar luas. Para filsuf seperti John Locke, Jean-Jacques Rousseau, dan Montesquieu menyuarakan ide tentang hak-hak alami manusia, kebebasan, dan kedaulatan rakyat.
Mereka menentang konsep hak ilahi raja, yaitu keyakinan bahwa kekuasaan raja berasal dari Tuhan. Ide-ide ini menyulut kesadaran di kalangan rakyat, bahwa penderitaan mereka bukanlah takdir, melainkan akibat dari sistem yang bobrok.
Puncaknya terjadi pada 14 Juli 1789, ketika rakyat yang marah menyerbu Penjara Bastille. Meskipun penjara ini hanya dihuni oleh segelintir narapidana, Bastille adalah simbol kuat dari tirani dan kekuasaan absolut raja.
Penyerbuan ini menjadi momen simbolis yang menandai dimulainya revolusi besar, yang akhirnya menggulingkan monarki, menghapus sistem feodalisme, dan memproklamasikan hak-hak asasi manusia.
Revolusi Prancis dan Kaitannya dengan Indonesia
Meskipun terpisah oleh jarak dan waktu, kisah Revolusi Prancis memiliki resonansi yang kuat dengan kondisi di Indonesia. Kita bisa melihat keterkaitan ini dalam dua aspek utama: pengaruh ide-ide revolusi dan kesamaan kondisi sosial-ekonomi.
Pertama, ide-ide liberalisme dan nasionalisme yang lahir dari Revolusi Prancis menyebar ke seluruh dunia melalui Perang Napoleon dan kolonisasi.
Konsep kedaulatan rakyat dan hak-hak asasi manusia menjadi inspirasi bagi para pejuang kemerdekaan di Indonesia. Mereka menuntut kemerdekaan bukan hanya dari penjajah, tetapi juga dari sistem yang menindas.
Kedua, ada kesamaan yang mencolok antara kondisi rakyat Prancis sebelum revolusi dan kondisi yang seringkali dialami rakyat Indonesia, terutama saat menghadapi ketidakadilan.
Bayangkan kondisi di mana rakyat harus menanggung beban berat berupa pajak tinggi, harga kebutuhan pokok yang melambung, dan kesulitan ekonomi, sementara sekelompok elit justru mempertontonkan kemewahan.
Aksi-aksi seperti flexing kekayaan oleh pejabat atau politisi, serta gaya hidup yang berlebihan, sangat mirip dengan gambaran bangsawan Prancis yang hidup dalam kemewahan di Istana Versailles di tengah kelaparan rakyat.
Ketika seorang pejabat, yang seharusnya melayani rakyat, malah menunjukkan kekuasaan dan kekayaan mereka, hal itu dapat memicu kemarahan dan ketidakpercayaan yang mendalam.
Kejadian lain, seperti pejabat DPR joget di tengah tekanan ekonomi, tindakan ini meskipun tidak secara langsung menyebabkan revolusi, bisa menjadi pemicu kemarahan dan ketidakpuasan publik.
Hal ini menunjukkan bahwa kesenjangan sosial dan ketidakadilan, baik dari segi ekonomi maupun moral, adalah masalah universal yang bisa menjadi bom waktu bagi stabilitas suatu negara.
Pada akhirnya, Revolusi Prancis adalah pengingat bahwa ketidakadilan tidak akan bertahan selamanya. Ketika pemerintah atau elit penguasa gagal mendengarkan penderitaan rakyat, mengabaikan tuntutan keadilan, dan terus membebani mereka, perlawanan akan selalu muncul.
Kisah ini mengajarkan kita bahwa kekuasaan sejati ada di tangan rakyat, dan semangat untuk kebebasan dan kesetaraan adalah kekuatan yang tak bisa dihancurkan.
Kontributor : Rizqi Amalia
Berita Terkait
-
Didemo Sana Sini, Puan Bersiap Hapus Tunjangan Rumah DPR, Kunker Disetop!
-
Percakapan Dalam Rantis yang Melindas Affan, Kompol Cosmas Sebut Hanya Jalankan Perintah
-
Daftar Pejabat DPR dengan Masa Jabatan Terlama, Ada yang Capai 35 Tahun!
-
Disahkan Anies, Tunjangan Rumah Anggota DPRD Jakarta Lebih Dahsyat dari DPR RI
-
Abigail Limuria Heran Anggota DPR Suka Bicara Ngawur, Ternyata Kebal Hukum?
Terpopuler
- Pratama Arhan dan Azizah Salsha Dikabarkan Rujuk, Ini Penjelasaan Pengadilan Agama Tigaraksa
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
- Buktinya Kuat, Pratama Arhan dan Azizah Salsha Rujuk?
Pilihan
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
-
Kunker Dihapus, Pensiun Jalan Terus: Cek Skema Lengkap Pendapatan Anggota DPR Terbaru!
-
Waktu Rujuk Hampir Habis! Jumat Minggu Depan Pratama Arhan Harus Ikrar Talak ke Azizah Salsha
-
Nadiem Makarim Jadi Menteri Ke-7 Era Jokowi yang Jadi Tersangka Korupsi, Siapa Aja Pendahulunya?
Terkini
-
15 Negara dengan Gaji Anggota DPR Tertinggi, Indonesia Termasuk?
-
Skincare Apa yang Bagus untuk Usia 40 Tahun ke Atas? Simak Tips Anti Aging yang Efektif
-
Profil Arindi Putry, Persit yang Viral Mainkan Keyboard Remix Koplo
-
12 Rekomendasi Sunscreen Anti Aging untuk Usia 40 Tahun ke Atas: Pilihan Terbaik, Harga Terjangkau
-
Profil Nono Anwar Makarim, Ayah Nadiem yang Pernah Jadi Garda Depan KPK
-
Perjalanan Karier Nadiem Makarim: dari Zalora, Bos Gojek, hingga Mendikbudristek yang Kontroversial
-
Maulid Nabi Bukan Sekadar Seremoni: Menag Ajak Renungkan Akhlak Rasulullah dalam Kehidupan Nyata
-
Beda Pendidikan Nadiem Makarim vs Tom Lembong, Disebut Punya Nasib Sama oleh Hotman Paris
-
Misteri Weton Kliwon: Dianggap Keramat, Salah Ganggu Hidup Bisa Sial Bertubi-tubi
-
Auto Keren! Ini Link Gratis dan Prompt Lengkap untuk Bikin Miniatur AI Bergerak bak Video