-
Gus Elham dikritik publik dan tokoh agama karena perilaku tak pantas terhadap anak-anak perempuan.
-
Kontroversi memicu perdebatan soal kelayakan gelar “Gus” yang disandangnya.
-
Sebutan “Gus” mencerminkan status bawaan sebagai putra kiai dan status pencapaian atas kompetensi keagamaan.
Menurut Baoesastra Djawa karya Poerwadarminta (1939), istilah “Gus” berakar dari tradisi keraton, di mana putra raja yang masih kecil dipanggil “Raden Bagus” atau disingkat “Den Bagus”.
Dijelaskan dalam jurnal karya Millatuz Zakiyah (2018), bahwa seiring waktu, panggilan ini mengalami pergeseran makna dan tetap digunakan oleh golongan priyayi Jawa di luar keraton. Mereka menghilangkan kata "Raden" atau "Den", hanya menjadi "Bagus" atau " Gus" saja.
Sebutan “Gus” menjadi contoh dalam kajian sosiologi karena mencerminkan dua jenis status sosial, yakni 'bawaan' dan 'hasil pencapaian'.
Sebagai status 'bawaan' (ascribed status), panggilan “Gus” biasanya diberikan kepada anak laki-laki dari kalangan kiai secara otomatis, sebagai bentuk penghormatan terhadap garis keturunan.
Anak kiai kerap diperlakukan secara istimewa karena dianggap sebagai calon penerus peran ayahnya dalam dunia keagamaan, dan salah satu bentuk perlakuan tersebut adalah pemberian gelar “Gus”. Meski begitu, gelar ini tidak menjamin bahwa sang anak akan menjadi kiai di masa depan.
Di sisi lain, sebagai status yang 'diperoleh' (achieved status), sebutan “Gus” juga bisa disematkan kepada seseorang yang telah menunjukkan kapasitas dan dedikasi dalam bidang keagamaan.
Dalam lingkungan pesantren maupun masyarakat umum, gelar ini bisa diberikan kepada individu yang memiliki ilmu agama yang mendalam dan kontribusi nyata dalam dakwah.
Dengan kata lain, panggilan “Gus” bukan semata-mata soal asal-usul, tapi juga tentang pengakuan sosial terhadap kompetensi dan peran seseorang dalam meneruskan nilai-nilai keagamaan.
Baca Juga: KemenPPPA: Perilaku Gus Elham Bisa Masuk Kategori Pidana Kekerasan Terhadap Anak
Berita Terkait
Terpopuler
- Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
- 6 HP Snapdragon dengan RAM 8 GB Paling Murah, Lancar untuk Gaming dan Multitasking Intens
- 8 Mobil Kecil Bekas Terkenal Irit BBM dan Nyaman, Terbaik buat Harian
- 7 Rekomendasi Parfum Lokal Aroma Citrus yang Segar, Tahan Lama dan Anti Bau Keringat
- 5 Rekomendasi Moisturizer Korea untuk Mencerahkan Wajah, Bisa Bantu Atasi Flek Hitam
Pilihan
-
Keuangan WIKA 'Berlumur Darah' Imbas Whoosh, Bosnya Pasrah Merugi
-
Respons Berkelas Dean James usai Bikin Gol Spektakuler ke Gawang Feyenoord
-
Pahitnya Niat Baik: Guru Dipecat Karena Kumpulkan Rp20 Ribu untuk Gaji Honorer
-
Pemerintah Mau 'Bebaskan' Reynhard Sinaga, Predator Seksual Terkejam di Sejarah Inggris
-
Bahlil soal Izin Tambang di Raja Ampat : Barang Ini Ada, Sebelum Saya Ada di Muka Bumi!
Terkini
-
The 14th Borobudur Writers and Cultural Festival 2025, Mengenang Arkeolog Uka Tjandrasasmita
-
Padel Bukan Lagi Sekadar Tren: Ini Rahasia Perempuan Tetap Glowing dan Percaya Diri di Lapangan!
-
Cari Bedak Wudhu Friendly? Ini 5 Pilihan Halal yang Aman untuk Ibadah
-
Lonjakan Kasus Flu di Perkotaan, Benarkah Dipicu Perubahan Iklim?
-
MU+KU, Wajah Baru Retail Fashion yang Mengangkat Brand Lokal Berkualitas
-
15 Tips agar Aroma Parfum Tahan Lama di Kulit, Wangi Sepanjang Hari
-
Apa Itu Zero Growth? Konon Katanya Bakal Diterapkan untuk Pembukaan CPNS 2026
-
Bukan Cuma Gaya, Grooming Jadi Kunci Percaya Diri Pria Modern: Begini Caranya
-
Bayaran Syuting Amanda Manopo, Akui Siap Support Finansial kalau Kenny Austin Sepi Job
-
Kapan Libur Sekolah Semester Ganjil 2025/2026? Cek Jadwalnya di Sini dan Rencanakan Liburanmu