Suara.com - Anak-anak kian terancam aksi kekerasan dalam tiga tahun terakhir tanpa mengenal tempat dan latar belakang pelaku aksi kekerasan, kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa Amaliah.
"Ironisnya, kekerasan pada anak kini berlangsung di mana-mana. Di area publik seperti jalanan, mal, sekolah, hingga di rumah yang seharusnya menjadi tempat teraman bagi anak," kata Ledia melalui siaran persnya yang diterima di Jakarta, Kamis (17/4/2014).
Menurutnya, hal itu semakin diperparah dengan pelaku yang tidak hanya orang asing tetapi seringkali justru dilakukan oleh orang yang dikenal, dekat, hingga kerabat dan atau keluarga sendiri.
"Salah satu sebab mengapa angka kekerasan pada anak meningkat karena masih minimnya kesigapan setiap elemen masyarakat baik orangtua, guru, tokoh masyarakat, aparat pemerintah hingga aparat hukum dalam mengimplementasikan upaya memenuhi hak-hak anak dan memberi perlindungan terhadap anak,"ujarnya.
Ia menambahkan, "Secara bersama-sama kita sebagai orang-orang dewasa di tengah masyarakat sesungguhnya memiliki kewajiban dan tanggung jawab dalam memenuhi hak anak dan melindungi anak. Baik itu anak kita sendiri maupun anak orang lain."
Politisi PKS itu mengatakan legislasi yang ada memang sudah ada. Tetapi penerapannya belum maksimal begitu juga dengan fasilitas perlindungan untuk anak.
"Selama ini unit PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak) belum tersedia di setiap Polres. Penyidik, jaksa dan hakim khusus PPA juga masih sangat sedikit termasuk 'shelter' penampungan, relawan pendamping saksi atau saksi korban sangat terbatas. Akibatnya proses penegakan hukum bila ada kasus hukum yang melibatkan anak atau upaya perlindungan pada anak menjadi terhambat," katanya.
Beberapa peraturan, kata dia, sudah ada seperti Undang-Undang Perlindungan Anak yang ada sejak 2002, UU tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga sejak 2004 serta berbagai peraturan perundangan yang mengamanahkan negara, masyarakat dan individu untuk terlibat aktif memenuhi hak dan melindungi anak.
"Di dalam Pasal 21 sampai 23, 25 dan 72 dari Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak misalnya disebutkan kewajiban dan tanggung jawab negara serta peran serta masyarakat dalam melindungi anak," katanya.
Ia mengungkapkan, dalam Pasal 15 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga tahun 2004 menyebutkan bahwa setiap orang yang mendengar, melihat atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk: mencegah berlangsungnya tindak pidana, memberikan perlindungan kepada korban, memberikan pertolongan darurat; dan membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan. (Antara)
Berita Terkait
-
Misteri Penculikan Bilqis: Pengacara Duga Suku Anak Dalam Hanya 'Kambing Hitam' Sindikat Besar
-
Waduh, Potensi Kerugian Akibat Serangan Siber Tembus Rp 397,26 Kuadriliun
-
Gawat! Status Musafir Persija Jakarta Terancam Diperpanjang
-
Kembali Jadi Musafir, Persija Nantikan Kepastian Main di JIS
-
Novel Stranger, Kisah Emosional Anak dan Ayah dari Dunia Kriminal
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- Promo Superindo Hari Ini 10-13 November 2025: Diskon Besar Awal Pekan!
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
Pilihan
-
Tekad Besar Putu Panji Usai Timnas Indonesia Tersingkir di Piala Dunia U-17 2025
-
Cek Fakta: Viral Isu Rektor UGM Akui Jokowi Suap Rp100 Miliar untuk Ijazah Palsu, Ini Faktanya
-
Heimir Hallgrimsson 11 12 dengan Patrick Kluivert, PSSI Yakin Rekrut?
-
Pelatih Islandia di Piala Dunia 2018 Masuk Radar PSSI Sebagai Calon Nahkoda Timnas Indonesia
-
6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
Terkini
-
Pesan Pengacara PT WKM untuk Presiden Prabowo: Datanglah ke Tambang Kami, Ada 1,2 Km Illegal Mining
-
Misteri Penculikan Bilqis: Pengacara Duga Suku Anak Dalam Hanya 'Kambing Hitam' Sindikat Besar
-
Babak Baru Korupsi Petral: Kejagung Buka Penyidikan Periode 2008-2015, Puluhan Saksi Diperiksa
-
Aliansi Laki-Laki Baru: Lelaki Korban Kekerasan Seksual Harus Berani Bicara
-
Ahli BRIN Ungkap Operasi Tersembunyi di Balik Jalan Tambang PT Position di Halmahera Timur
-
Jeritan Sunyi di Balik Tembok Maskulinitas: Mengapa Lelaki Korban Kekerasan Seksual Bungkam?
-
Mendagri Tito Dapat Gelar Kehormatan "Petua Panglima Hukom" dari Lembaga Wali Nanggroe Aceh
-
'Mereka Mengaku Polisi', Bagaimana Pekerja di Tebet Dikeroyok dan Diancam Tembak?
-
Efek Domino OTT Bupati Ponorogo: KPK Lanjut Bidik Dugaan Korupsi Monumen Reog
-
Bukan Kekenyangan, Tiga Alasan Ini Bikin Siswa Ogah Habiskan Makan Bergizi Gratis