Suara.com - Duta Besar Republik Indonesia untuk Swiss periode 2009-2014, Joko Susilo, menduga kehadiran Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) tidak terlepas dari kepentingan negara Barat, bahkan dibiayai dan difasilitasi Barat sedemikian rupa.
"Pemimpin ISIS Abu Bakar Al-Baghdadi pernah ditahan di Amerika Serikat dan dianggap tidak berbahaya. Setelah bebas, bisa saja diminta untuk memainkan peran-peran penting di Timur Tengah," kata Joko Susilo dalam pernyataan pers, Senin (11/8/2014).
Bila benar diminta memainkan peran-peran penting di Timur Tengah, katanya, maka tidak menutup kemungkinan bila gerakan ISIS juga dibiayai.
"Waktu konferensi pers, banyak pihak yang terkejut melihat jam tangan Rolex yang dikenakan Al-Baghdadi. Kalau dirupiahkan, bisa bernilai Rp1,5 miliar. Kalau betul syariat Islam, masa pemimpinnya bergelimangan harta seperti itu?" tuturnya.
Karena itu, Joko menilai kehadiran ISIS tidak murni mau menegakkan syariat Islam, tetapi kepentingannya lebih pada kepentingan pragmatis temporal.
"Kita di Indonesia tidak boleh mudah tertipu dengan penampilan kamuflase yang dibalut dengan simbol-simbol agama seperti itu," ujarnya.
Isu masuknya ideologi ISIS ke Indonesia ditanggapi dengan penolakan oleh berbagai pihak. Pemerintah sendiri juga sudah menyatakan menolak ideologi tersebut.
Di Banten, forum organisasi kepemudaan menyatakan penolakan mereka terhadap ideologi ISIS untuk berkembang di Indonesia karena dapat mengancam Pancasila.
Deklarasi tersebut diikuti sejumlah organisasi pemuda se-Banten, seperti Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (HMI), Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Ikatan Pemuda Pelajar Nahdlatul Ulama (IPPNU), Pemuda Muhammadiyah, Pemuda NasDem dan lain-lain.
Dalam deklarasi tersebut, forum organisasi kepemudaan se-Banten menyatakan Indonesia bukanlah negara yang didasarkan ideologi agama tertentu. Seluruh komponen bangsa telah menyepakati Pancasila sebagai dasar dan pandangan hidup bangsa.
Pancasila terbukti telah mampu menyatukan seluruh perbedaan yang ada, baik perbedaan suku, adat-istiadat, bahasa, dan bahkan agama. (Antara)
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Penampakan Rumah Denada yang Mau Dijual, Lokasi Strategis tapi Kondisinya Jadi Perbincangan
- Belajar dari Tragedi Bulan Madu Berujung Maut, Kenali 6 Penyebab Water Heater Rusak dan Bocor
- Prabowo Disebut Ogah Pasang Badan untuk Jokowi Soal Ijazah Palsu, Benarkah?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Ketiga 13-19 Oktober 2025
- 4 Mobil Listrik Termurah di Indonesia per Oktober 2025: Mulai Rp180 Jutaan
Pilihan
-
Warisan Utang Proyek Jokowi Bikin Menkeu Purbaya Pusing: Untungnya ke Mereka, Susahnya ke Kita!
-
Tokoh Nasional dan Kader Partai Lain Dikabarkan Gabung PSI, Jokowi: Melihat Masa Depan
-
Proyek Rp65 Triliun Aguan Mendadak Kehilangan Status Strategis, Saham PANI Anjlok 1.100 Poin
-
Pundit Belanda: Patrick Kluivert, Alex Pastoor Cs Gagal Total
-
Tekstil RI Suram, Pengusaha Minta Tolong ke Menkeu Purbaya
Terkini
-
Skandal Rp 285 Triliun: Anak Riza Chalid Diduga Kantongi Rp3,07 T dari Korupsi Minyak
-
Jurnalis Myanmar Dorong Pembentukan Dewan Pers ASEAN, Perkuat Solidaritas Kebebasan Pers
-
Kabinet Prabowo Copy Paste Era Bung Karno, Ikrar Nusa Bhakti: Pemborosan di Tengah Ekonomi Sulit
-
Seleksi Pejabat BPJS Tak Sekadar Rotasi Jabatan, Pansel Cari Pemimpin yang Bisa Reformasi JKN
-
Ikon Baru Jakarta! 'Jembatan Donat' Dukuh Atas Dibangun Tanpa Duit APBD, Kapan Jadinya?
-
Proyek Galian Bikin Koridor 13 'Lumpuh', Transjakarta Kerahkan Puluhan Bus Tambahan
-
Larang Perdagangan Daging Anjing dan Kucing, Gubernur Pramono Siapkan Pergub dalam Sebulan
-
BNI Dukung BPJS Ketenagakerjaan Tingkatkan Layanan Jaminan Sosial lewat BNIdirect Cash
-
'Auditnya Menyusul Belakangan,' Serangan Balik Kubu Nadiem Usai Kalah di Praperadilan
-
Percepat Pembangunan Papua, Mendagri Tekankan Pentingnya Sinkronisasi Program Pusat dan Daerah