Suara.com - Praktek pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh sejumlah warga di jalur alternatif Gadog menuju Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, telah meresahkan para pengendara yang hendak menghindari kemacetan di jalan Raya Puncak.
Bima Firmansyah (28), warga Tajur, harus mengeluarkan uang Rp30.000 untuk membayar ke sejumlah warga yang melakukan pungutan liar di sepanjang jalan jalur alternatif Gadog yang melewati Desa Pandan Sari, Jalan Sungai Cibalok, Sabtu (7/3/2015).
Antara yang ikut serta bersama Bima dalam mobil yang dikendarai, memperhatikan ada lebih dari 30 titik yang dijaga oleh warga yang melakukan pungutan liar terhadap kendaraan-kendaraan yang menggunakan jalur alternatif itu.
Bagi para pengendara, menggunakan jalur alternatif menjadi pilihan untuk menghindari panjangnya antrean kendaraan di Jalan Tol Jagorawi menuju gerbang Tol Gadog.
Warga sudah mulai berdiri di sisi kiri jalan menuju jalur alternatif. Bima saat itu sudah menyiapkan uang recehan Rp1.000 hingga Rp2.000-an senilai Rp20.000.
Tidak jauh dari belokan pertama masuk jalur alternatif yang berjarak sekitar 5 meter sudah ada sekolompok warga yang kembali meminta pungutan kepada pengendara.
"Kalau tidak dikasih biasanya mobil kita dibarit (gores) oleh mereka," kata Bima.
Tidak jauh dari titik kedua, kembali ada sekelompok warga yang berdiri di pinggir jalan sambil mengulurkan tangan meminta kepada pengendara.
Untuk yang ketiga kalinya Bima memberikan uang pecahan Rp1.000 kepada sekelompok warga tersebut.
Pemandangan serupa terus terjadi selama melintas di jalur alternatif menuju Jalan Raya Puncak. Hampir di setiap belokan ada warga yang melakukan pungutan liar serupa.
Bahkan ada yang membangun portal di jalan alternatif menuju jalur Puncak itu.
"Kalau tidak dikasih mereka tutup portal, kita tidak boleh lewat," kata Bima lagi.
Tidak jauh dari Jalan Raya Puncak, ada dua tikungan yang harus dilewati, karena kehabisan uang receh Bima memberikan Rp5.000 untuk dua titik pungutan yang dilakukan warga.
"Mau tidak mau dari pada mobil kita dibarit, terpaksa ikhlas ngasih," katanya.
Bima mengaku resah dengan praktik pungutan liar yang dilakukan warga di jalur alternatif menuju Jalan Raya Puncak itu.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Mobil Listrik 8 Seater Pesaing BYD M6, Kabin Lega Cocok untuk Keluarga
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- Target Harga Saham CDIA Jelang Pergantian Tahun
Pilihan
-
Catatan Akhir Tahun: Emas Jadi Primadona 2025
-
Dasco Tegaskan Satgas DPR RI Akan Berkantor di Aceh untuk Percepat Pemulihan Pascabencana
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
Terkini
-
Sekolah di Tiga Provinsi Sumatra Kembali Normal Mulai 5 Januari, Siswa Boleh Tidak Pakai Seragam
-
Makna Bendera Bulan Bintang Aceh dan Sejarahnya
-
Antara Kesehatan Publik dan Ekonomi Kreatif: Adakah Jalan Tengah Perda KTR Jakarta?
-
Fahri Hamzah Sebut Pilkada Melalui DPRD Masih Dibahas di Koalisi
-
Mendagri: Libatkan Semua Pihak, Pemerintah Kerahkan Seluruh Upaya Tangani Bencana Sejak Awa
-
Seorang Pedagang Tahu Bulat Diduga Lecehkan Anak 7 Tahun, Diamuk Warga Pasar Minggu
-
Banjir Ancam Produksi Garam Aceh, Tambak di Delapan Kabupaten Rusak
-
Simalakama Gaji UMR: Jaring Pengaman Lajang yang Dipaksa Menghidupi Keluarga
-
Manajer Kampanye Iklim Greenpeace Indonesia Diteror Bangkai Ayam: Upaya Pembungkaman Kritik
-
Sepanjang 2025, Kemenag Teguhkan Pendidikan Agama sebagai Investasi Peradaban Bangsa