Ilustrasi umat Muslim sedang melaksanakan salat. (Shutterstock).
Pengadilan Hak Asasi Manusia Alberta di Kanada memberikan denda Rp333 juta lebih kepada Webber Academy. Sekolah privat itu dinilai melakukan diskriminasi kepada 2 siswa muslimnya.
Webber Academy dianggap terbukti mendiskriminasi dua muslim karena tidak memberikan tempat Salat kepada mereka. Pengadilan Alberta mengadili Webber Academy juga karena melarang mereka untuk beribadah.
Pendiri Webber Academy, Neil Webber kecewa dengan putusan itu. Dia akan mengajukan banding.
"Prinsip dasar kamu adalah bahwa sekolah menjadi lingkungan non-denominasi. Di mana anak-anak dapat berkembang dan fokus pada keberhasilan akademis mereka," kata Neil Webber.
Sementara seorang pakar hukum dari Alberta Civil Liberties Research Centre, Sarah Burton menjelaskan Webber Academy semestinya memberikan fasilitas beribadah dan berdoa untuk agama lain. Jangan sampai penganut agama minoritas kesulitan menjalankan ibadah.
"Beberapa siswa ingin ruang untuk berdoa di sekolah," kata Burton.
Kejadian diskriminasi itu menimpa Sarmad Amir (14) dan Namann Siddique (14) pada 2011. Awalnya mereka meminta izin kepada staf sekolah untuk diberikan tempat salat. Dia meminta menggunakan kelas kosong.
Pemintaan itu sempat dizinkan. Namun Amir dan Siddique dianggap sering meninggalkan sekolah untuk salat. Akhirnya sekolah meminta keduanya beribadah di luar sekolah. Namun ketika salju turun, mereka tidak bisa salat.
Namun Webber Academy membuat persyarakatan khusus bagi siapapun yang mendaftar ke sekolahnya dan tidak mematuhi peraturan, mereka akan dikeluarkan.
Siddique pun menjadi orang pertama yang menerima sanksi itu. Dia diancam dikeluarkan dari sekolah setelah salat di perpustakaan.
"Aku punya rasa rasa malu, meskipun faktanya saya hanya menggunakan hak saya sebagai warga negara Kanada, sebagai manusia. Saya harus menjalani kewajiban iman saya," katanya.
Namun Neil, sang pendiri Webber Academy membela diri. Dia menyatakan banyak orangtua siswa yang tidak nyaman saat dua remaja muslim itu salat. Namun pembelaan itu ditolak hakim. Hakim menjelaskan salat tidak akan mengganggu proses belajar mengajar. Terlebih itu dilakukan kurang dari 10 menit. (calgaryherald)
Webber Academy dianggap terbukti mendiskriminasi dua muslim karena tidak memberikan tempat Salat kepada mereka. Pengadilan Alberta mengadili Webber Academy juga karena melarang mereka untuk beribadah.
Pendiri Webber Academy, Neil Webber kecewa dengan putusan itu. Dia akan mengajukan banding.
"Prinsip dasar kamu adalah bahwa sekolah menjadi lingkungan non-denominasi. Di mana anak-anak dapat berkembang dan fokus pada keberhasilan akademis mereka," kata Neil Webber.
Sementara seorang pakar hukum dari Alberta Civil Liberties Research Centre, Sarah Burton menjelaskan Webber Academy semestinya memberikan fasilitas beribadah dan berdoa untuk agama lain. Jangan sampai penganut agama minoritas kesulitan menjalankan ibadah.
"Beberapa siswa ingin ruang untuk berdoa di sekolah," kata Burton.
Kejadian diskriminasi itu menimpa Sarmad Amir (14) dan Namann Siddique (14) pada 2011. Awalnya mereka meminta izin kepada staf sekolah untuk diberikan tempat salat. Dia meminta menggunakan kelas kosong.
Pemintaan itu sempat dizinkan. Namun Amir dan Siddique dianggap sering meninggalkan sekolah untuk salat. Akhirnya sekolah meminta keduanya beribadah di luar sekolah. Namun ketika salju turun, mereka tidak bisa salat.
Namun Webber Academy membuat persyarakatan khusus bagi siapapun yang mendaftar ke sekolahnya dan tidak mematuhi peraturan, mereka akan dikeluarkan.
Siddique pun menjadi orang pertama yang menerima sanksi itu. Dia diancam dikeluarkan dari sekolah setelah salat di perpustakaan.
"Aku punya rasa rasa malu, meskipun faktanya saya hanya menggunakan hak saya sebagai warga negara Kanada, sebagai manusia. Saya harus menjalani kewajiban iman saya," katanya.
Namun Neil, sang pendiri Webber Academy membela diri. Dia menyatakan banyak orangtua siswa yang tidak nyaman saat dua remaja muslim itu salat. Namun pembelaan itu ditolak hakim. Hakim menjelaskan salat tidak akan mengganggu proses belajar mengajar. Terlebih itu dilakukan kurang dari 10 menit. (calgaryherald)
Komentar
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
-
Hasil Drawing Play Off Piala Dunia 2026: Timnas Italia Ditantang Irlandia Utara!
Terkini
-
Gibran Wakilkan Pidato Presiden di KTT G20, Ini Alasan Prabowo Tak Pergi ke Afrika Selatan
-
Profil Irjen Argo Yuwono: Jenderal Kepercayaan Kapolri Ditarik dari Kementerian Buntut Putusan MK
-
Hadiri KTT G20 di Afsel, Gibran akan Berpidato di Depan Pemimpin Dunia
-
KPK Buka-bukaan Asal Duit Rp300 M di Kasus Taspen: Bukan Pinjam Bank, Tapi dari Rekening Penampungan
-
Harapan Driver Ojol Selepas Nasib Mereka Dibahas Prabowo dan Dasco di Istana
-
Analis: Masa Depan Politik Budi Arie Suram Usai Ditolak Gerindra dan PSI
-
Soal Anggota Polri Aktif di Kementan, Menteri Amran: Justru Sangat Membantu
-
Pigai Ajak Publik Gugat UU KUHAP ke MK Jika Khawatir dengan Isinya: Kami Dukung, Saya Tidak Takut!
-
KPK Ungkap Alasan Bobby Nasution Belum Dihadirkan di Sidang Korupsi Jalan Sumut
-
Tak Bayar Utang Pajak Rp25,4 Miliar, DJP Sandera Pengusaha Semarang: Ini Efek Jera!