Suara.com - Korban peristiwa 1965 menuntut Pemerintahan Joko Widodo merehabilitasi nama baik mereka sebagai salah satu pengakuan atas pelanggaran HAM berat yang terjadi masa itu yang dikenal dengan G30S PKI.
Endang Darsa, bekas anggota Pemuda Rakyat yang ditahan selama tujuh tahun tanpa pengadilan menegaskan, tak hendak mempersulit proses penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang sudah puluhan terjadi.
Dia juga menginginkan agar mereka yang pernah ditahan dinyatakan tidak bersalah oleh pemerintah dan pengakuan,
“Cukup mengatakan bahwa korban tidak bersalah dan nama kami direhabilitasi. soal ganti kerugaian itu soal nomor dua. Yang nomor satu itu kembalikan nama baik yang nomor satu itu kembalikan nama baik kami. Yang penting kami diakui,” kata Endang kepada suara.com saat dihubungi melalui telepon, Kamis (23/4/2015).
Meski sebetulnya dia menginginkan penyelesaian kasus yang adil melalui penyelidikan dan langkah hukum, namun dia memahami kesulitan proses yang panjang, apalagi sudah banyak pelaku yang sudah meninggal dunia.
“Buat kami sudah tidak ada dendam. Buat apa? Mereka sudah pada meninggal duluan,” kata Endang yang pernah ditahan dengan tuduhan ikut dalam pembunuhan para jenderal pada 1965 di Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Seperti diberitakan, Jaksa Agung HM Prasetyo menawarkan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat dengan langkah non yudisial, ketimbang langkah hukum yang lebih sulit karena kasus yang sudah berlangsung puluhan tahun lalu.
Jalan penyelesaian yang bisa diambil, kata Prsetyo, adalah rekonsiliasi antara keluarga korban dan pelaku.
"Yang saya katakan non Yudisial adalah rekonsiliasi, kita tawarkan ke pihak bersangkutan baik korban, ahli waris, tentu para pelaku kalau ditemukan dan tentunya sulit ditemukan, nanti akan ada langkah lanjutnya seperti apa," usul HM Prasetyo usai menggelar rapat tertutup bersama sejumlah lembaga membahas kasus pelanggaran HAM berat, di Kejagung, Selasa (21/4/2015).
Sementara Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak agar Jaksa Agung melanjutkan penyelidikan terhadap 7 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu ketimbang memilih jalan non yudsial, yakni rekonsiliasi.
Adapun 7 kasus yang dimaksud, yakni Kasus Talangsari-Lampung 1989; Penculikan dan Penghilangan Aktivis 1997/1998; Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II 1998/1999; Wasior Wamena 2001/2003; Peristiwa 1965/1966, serta Penembakan Misterius 1982/1985.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO