Sidang PK Terpidana MatiTerpidana mati kasus narkoba warga Perancis Serge Areski Atlaoui (kemeja putih) (Antara)
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra Wihadi Wiyanto mengatakan langkah hukum yang sedang ditempuh terpidana mati kasus narkoba asal Prancis, Serge Areski Atlaoui, harus tetap dihormati, meski kabarnya Kejaksaan Agung akan menunda pelaksanaan eksekusi terhadap Serge.
"Kalau ini masih ada upaya hukum dan itu masih bisa dilakukan, ya mesti dihargai," kata anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra Wihadi Wiyanto kepada suara.com, Minggu (26/4/2015).
Namun, kata Wihadi, pemerintah dan kejaksaan agung harus tetap konsisten melaksanakan hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba bila semua prosedur hukum telah dilalui.
"Bila sudah darurat narkoba dan untuk memberikan efek jera kepada pengedar, dan memang itu (terpidana) bersalah, lalu tidak ada rekayasa dalam pengadilannya, semuanya dilakukan secara jelas, ya lakukan dengan keputusan hukum. Jangan ragu," kata Wihadi.
"Kalau ini masih ada upaya hukum dan itu masih bisa dilakukan, ya mesti dihargai," kata anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra Wihadi Wiyanto kepada suara.com, Minggu (26/4/2015).
Namun, kata Wihadi, pemerintah dan kejaksaan agung harus tetap konsisten melaksanakan hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba bila semua prosedur hukum telah dilalui.
"Bila sudah darurat narkoba dan untuk memberikan efek jera kepada pengedar, dan memang itu (terpidana) bersalah, lalu tidak ada rekayasa dalam pengadilannya, semuanya dilakukan secara jelas, ya lakukan dengan keputusan hukum. Jangan ragu," kata Wihadi.
Wihadi meminta pemerintah dan kejaksaan agung tidak terpengaruh oleh tekanan politik pemerintah Prancis maupun Australia yang ingin menyelamatkan warga mereka yang menjadi terpidana mati kasus narkotika di Tanah Air.
"Kita buktikan, kita harus punya kedaulatan. Ini harus berani ambil tindakan," kata Wihadi.
Wihadi menekankan bahwa pemerintah Indonesia harus tetap menghormati upaya hukum, tapi jangan sampai bimbang oleh berbagai tekanan politik asing.
Wihadi juga mengingatkan jangan sampai ada kesan Indonesia pilih kasih dalam menjatuhkan hukuman mati.
"Jangan sampai ada kesan itu, kalau negara kuat menekan, (hukuman) tidak jadi. Tapi kalau negara yang tidak punya kekuatan untuk menekan, langsung saja ditembak. Berarti pilih kasih. Jangan sampai timbul kesan seperti itu," katanya.
Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu merilis sepuluh nama terpidana mati yang masuk dalam daftar eksekusi tahap kedua yang akan dilaksanakan serentak di Pulau Nusakambangan.
Kesepuluh terpidana kasus narkoba yang akan segera dieksekusi terdiri atas Andrew Chan (warga negara Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Serge Areski Atlaoui (Prancis), Rodrigo Gularte (Brasil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), Okwudili Oyatanze (Nigeria), dan Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina).
Akan tetapi, berdasarkan informasi salah seorang anggota tim penasihat hukum terpidana mati Rodrigo Gularte, Christina Windiarti saat ditemui wartawan di Cilacap, Sabtu (25/4/2015) malam, hanya ada sembilan terpidana mati yang menerima notifikasi pelaksanaan eksekusi.
"Hanya sembilan yang menerima notifikasi, Rodrigo yang terakhir terima," katanya.
Sementara dalam sejumlah pemberitaan, dikutip dari Antara, Kepala Pusat Penerangan Umum Kejaksaan Agung Tony Tribagus Spontana mengatakan bahwa terpidana mati Serge ditarik dari daftar eksekusi tahap kedua karena yang bersangkutan menggugat penolakan grasi oleh Presiden Joko Widodo ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Menurut dia, eksekusi terhadap Serge Areski Atlaoui akan dilakukan tersendiri setelah adanya putusan dari PTUN. Dengan demikian, eksekusi tahap kedua hanya dilakukan terhadap sembilan terpidana mati kasus narkoba.
"Kita buktikan, kita harus punya kedaulatan. Ini harus berani ambil tindakan," kata Wihadi.
Wihadi menekankan bahwa pemerintah Indonesia harus tetap menghormati upaya hukum, tapi jangan sampai bimbang oleh berbagai tekanan politik asing.
Wihadi juga mengingatkan jangan sampai ada kesan Indonesia pilih kasih dalam menjatuhkan hukuman mati.
"Jangan sampai ada kesan itu, kalau negara kuat menekan, (hukuman) tidak jadi. Tapi kalau negara yang tidak punya kekuatan untuk menekan, langsung saja ditembak. Berarti pilih kasih. Jangan sampai timbul kesan seperti itu," katanya.
Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu merilis sepuluh nama terpidana mati yang masuk dalam daftar eksekusi tahap kedua yang akan dilaksanakan serentak di Pulau Nusakambangan.
Kesepuluh terpidana kasus narkoba yang akan segera dieksekusi terdiri atas Andrew Chan (warga negara Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Serge Areski Atlaoui (Prancis), Rodrigo Gularte (Brasil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), Okwudili Oyatanze (Nigeria), dan Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina).
Akan tetapi, berdasarkan informasi salah seorang anggota tim penasihat hukum terpidana mati Rodrigo Gularte, Christina Windiarti saat ditemui wartawan di Cilacap, Sabtu (25/4/2015) malam, hanya ada sembilan terpidana mati yang menerima notifikasi pelaksanaan eksekusi.
"Hanya sembilan yang menerima notifikasi, Rodrigo yang terakhir terima," katanya.
Sementara dalam sejumlah pemberitaan, dikutip dari Antara, Kepala Pusat Penerangan Umum Kejaksaan Agung Tony Tribagus Spontana mengatakan bahwa terpidana mati Serge ditarik dari daftar eksekusi tahap kedua karena yang bersangkutan menggugat penolakan grasi oleh Presiden Joko Widodo ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Menurut dia, eksekusi terhadap Serge Areski Atlaoui akan dilakukan tersendiri setelah adanya putusan dari PTUN. Dengan demikian, eksekusi tahap kedua hanya dilakukan terhadap sembilan terpidana mati kasus narkoba.
Komentar
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Datang Elkan Baggott, Belum Kering Tangis Timnas Indonesia
- Pondok Pesantren Lirboyo Disorot Usai Kasus Trans 7, Ini Deretan Tokoh Jebolannya
- Apa Acara Trans7 yang Diduga Lecehkan Pesantren Lirboyo? Berujung Tagar Boikot di Medsos
- 3 Alasan Presiden Como Mirwan Suwarso Pantas Jadi Ketum PSSI yang Baru
- 5 Sepatu Nineten Terbaik untuk Lari, Harga Terjangkau Mulai Rp300 Ribu
Pilihan
-
IHSG Rebound Fantastis di Sesi Pertama 16 Oktober 2025, Tembus Level 8.125
-
Dipecat PSSI, Ini 3 Pekerjaan Baru yang Cocok untuk Patrick Kluivert
-
4 Fakta Radiasi Cs-137 PT PMT Cikande: Pemilik Diduga WNA Kabur ke Luar Negeri?
-
Harga Emas Melonjak! Antam Tembus Level Rp 2.622.000 di Pegadaian, UBS Ikut Naik
-
Purbaya Mau Turunkan Tarif PPN, Tapi Dengan Syarat Ini
Terkini
-
Kumpulkan Para Menteri, Prabowo Beri Arahan: Siapkan 2.000 Talenta hingga Produksi Pupuk Murah
-
Pengusaha Tionghoa di Jawa Tengah Rasakan Jaminan Kemudahan dan Kondusivitas Investasi
-
Acara Xpose Uncensored Dinilai Picu Kebencian SARA, Trans7 Dipolisikan Pakai Pasal Penodaan Agama
-
Kelar Buku Jokowi's White Paper, Dokter Tifa Segera Rilis Gibran's Black Paper, Apa Isinya?
-
Dari Lapas Cipinang, Ammar Zoni Resmi Huni Lapas 'Kelas Berat' di Tengah Hutan Nusakambangan
-
PSI Klaim 5 hingga 7 Tokoh Besar Akan Bergabung, Termasuk 'Bapak J' sebagai Ketua Dewan Pembina
-
Buntut Polemik Ijazah Jokowi, Saut Situmorang: Anak TikTok Sekarang Bilang Ngapain Sekolah
-
Polisi Tangkap 9 Pelaku Penyekapan Sadis Modus COD Mobil! Koordinatornya Wanita 52 Tahun
-
Truk Boks Hilang Kendali di Daan Mogot, Satu Lansia Tewas dan Satu Lainnya Luka
-
Dituding Hina Kiai dan Pesantren di Program Xpose, Siapa Dalang di Balik Trans7 yang Dipolisikan?