Suara.com - Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan bahwa merebaknya isu beras sintetis saat ini merupakan upaya untuk menghambat pengembangan beras analog.
"Saat ini sejumlah lembaga riset dan perguruan tinggi sedang mengembangkan beras analog, sebagai upaya meningkatkan keanekaragaman pangan di Indonesia," kata Enny ketika ditemui di Jakarta, Minggu.
Beras analog, ujarnya, merupakan bahan pangan yang dibentuk sedemikian rupa sehingga mirip dengan padi namun dibuat dari berbagai jenis umbi-umbian, sehingga layak dan aman untuk dikonsumsi.
Riset tersebut sudah cukup berhasil dan apabila dapat dikembangkan dengan skala besar maka bisa menyokong suplai kebutuhan pangan nasional, ujarnya.
Oleh sebab itu, ia pun menyangsikan bahwa motif isu tersebut berlandaskan motif ekonomi, mengingat biaya produksi plastik jauh lebih mahal daripada mengolah beras.
"Kalau motifnya ekonomi, gampangnya kita beli barang murah tapi kita jual mahal. Tapi di kasus ini tidak, jadi ini lebih mungkin jika ada tujuan lain," tukas Enny.
Terkait dengan riset tersebut, ia menilai saat ini ada sejumlah pihak yang berupaya menghalangi pengembangan jenis bahan pangan tersebut dengan tujuan menimbulkan penolakan di tengah masyarakat.
"Kalau sudah masuk pasar, bisa mengurangi ketergantungan beras. Tapi ini juga jadi ancaman bagi pihak yang tidak setuju. Dengan adanya isu beras plastik, masyarakat justru risau. Mereka tidak bisa membedakan beras sintetis dan analog," tukasnya.
Apabila isu beras sintetis tersebut telah berhasil diterima masyarakat, tuturnya, maka para peneliti atau pihak yang mendukung program tersebut akan sangat sulit melakukan sosialisasi.
"Karena kan masyarakat tahunya ini bukan beras asli (padi), jadi mereka tidak tahu apakah ini aman untuk dimakan atau tidak. Jika sudah begitu, perguruan tinggi pun akan susah untuk menyampaikan ke masyarakat," ujar Enny. (Antara)
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Seharga NMax yang Jarang Rewel
- Here We Go! Peter Bosz: Saya Mau Jadi Pelatih Timnas yang Pernah Dilatih Kluivert
- 5 Mobil Keluarga 7 Seater Mulai Rp30 Jutaan, Irit dan Mudah Perawatan
- Sosok Timothy Anugerah, Mahasiswa Unud yang Meninggal Dunia dan Kisahnya Jadi Korban Bullying
- Lupakan Louis van Gaal, Akira Nishino Calon Kuat Jadi Pelatih Timnas Indonesia
Pilihan
-
Dana Korupsi Rp13 T Dialokasikan untuk Beasiswa, Purbaya: Disalurkan Tahun Depan
-
Kebijakan Sri Mulyani Kandas di Tangan Purbaya: Pajak Pedagang Online Ditunda
-
Harga Emas Hari Ini Turun Lagi! Antam di Pegadaian Jadi Rp 2.657.000, UBS Stabil
-
Hasil Drawing SEA Games 2025: Timnas Indonesia U-23 Ketiban Sial!
-
Menkeu Purbaya Curigai Permainan Bunga Usai Tahu Duit Pemerintah Ratusan Triliun Ada di Bank
Terkini
-
Pemerintah Lanjutkan Proses Pemilihan Gelar Pahlawan Nasional 2025, Masih Ada Nama Soeharto
-
Novel Baswedan 'Senggol' Prabowo: Kembalikan Pegawai KPK Korban Firli, Ini Penegakan Hukum
-
Vonis 11 Tahun Penjara untuk Fani, Mahasiswi Pemasok Anak untuk Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar
-
Viral Momen Purbaya Yudhi Sadewa Diduga Dicuekin Menteri Lain Saat Sidang Kabinet
-
Tukang Cukur Mendiang Lukas Enembe Dipanggil KPK, Apa yang Dia Tahu Soal Korupsi Rp1,2 Triliun?
-
Divonis 11 Tahun Penjara, Ini Tampang Stefani, Mahasiswi Pemasok Anak untuk Eks Kapolres Ngada
-
Tak Diperiksa di Kejaksaan Agung, Ini Alasan Nadiem Makarim Diperiksa di Kejari Jakarta Selatan
-
Janji Bongkar Tiang Monorel Mangkrak Tahun Depan, Pramono Colek KPK, Mengapa?
-
Begini Cara 'Mafia Tanah' Mainkan Proyek Tol Sumatera Hingga Negara Rugi Lebih dari Rp205 Miliar
-
Mafia Kakap Siap-siap Terciduk, Menkeu Purbaya Sudah Kantongi Nama? Siapa Target Berikutnya?