News / Nasional
Selasa, 16 Desember 2025 | 20:09 WIB
Sejumlah pejabat yang menjadi sorotan publik saat menyambangi bencana di Sumatera. (Suara.com/Syahda)
Baca 10 detik
  • Presiden Prabowo melarang pejabat melakukan "wisata bencana" dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12/2025).
  • Larangan tersebut merupakan respons terhadap pejabat yang dinilai politisasi bencana Sumatra demi pencitraan diri, bukan kontribusi nyata.
  • Pengamat menyebut tindakan ini sebagai upaya Prabowo menarik kendali narasi dan menguji loyalitas jajarannya terhadap presiden.

Suara.com - Nada bicaranya memang tenang. Tidak meledak-ledak, juga tidak menyiratkan kemarahan yang meluap.

Namun, pesan yang dilontarkan Presiden Prabowo Subianto terdengar sangat lugas, tajam, dan tak terbantahkan. Sebuah ultimatum yang mustahil untuk diabaikan.

Prabowo secara tegas melarang para pejabat maupun tokoh publik melakukan apa yang ia sebut sebagai "wisata bencana".

Larangan ini bukan tanpa alasan. Presiden tampaknya gerah melihat fenomena politisasi di tengah duka. Ia cukup peka menyadari adanya segelintir pejabat yang memanfaatkan musibah banjir dan longsor di Sumatra sebagai panggung akting di depan kamera demi pencitraan semata.

Peringatan keras ini disampaikan Prabowo di hadapan seluruh jajaran kabinet—mulai dari menteri, wakil menteri, hingga kepala badan—dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12/2025).

Prabowo tak ingin rakyat yang sedang menderita justru dijadikan objek konten oleh pejabat yang ingin terlihat hadir, namun nihil kontribusi nyata.

"Kita tidak mau ada budaya wisata bencana. Jangan. Kalau datang, benar-benar harus ada tujuan untuk membantu mengatasi masalah," ujar Prabowo kepada anak buahnya.

Lantas, apa yang memicu Presiden mengeluarkan istilah "wisata bencana" yang begitu menohok? Benarkah ini sekadar teguran moral atau ada sinyal politik yang lebih dalam?

Bukan Sekadar Teguran, Ini Sinyal Politik

Baca Juga: Pengamat Desak DPR Panggil Zulhas Soal Keterlibatan Kerusakan Lingkungan

Pengamat politik Yusak Farchan menilai langkah Prabowo melarang pejabat sekadar setor muka di lokasi bencana sudah sangat tepat.

Menurutnya, ini adalah respons langsung Istana atas kegelisahan publik.

"Secara tidak langsung, presiden sedang menegur anak buahnya yang datang ke lokasi bencana hanya sekadar seremoni foto-foto, tanpa lokasi konkret," kata Yusak kepada Suara.com.

Infografis sejumlah pejabat yang menjadi sorotan publik saat menyambangi bencana di Sumatera. (Suara.com/Syahda)

Namun, ada makna tersirat yang lebih dalam. Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, membaca manuver ini sebagai upaya Prabowo menarik kembali kendali narasi.

Prabowo tak ingin menterinya berjalan sendiri-sendiri dengan logika panggung masing-masing.

Bencana, menurut Arifki, menjadi ujian loyalitas: apakah pejabat bekerja untuk presiden atau untuk agenda pribadi?

Load More