Plt Ketua KPK Taufiequrachman dan empat Wakil Ketua KPK: Johan Budi, Adnan Pandu, Indriyanto Seno Adjie, dan Zulkarnaen [suara.com/Oke Atmaja]
Pernyataan Wakil Ketua DPR dari Partai Keadilan Sejahtera Fahri Hamzah menyiratkan dukungan terhadap ide pembubaran lembaga KPK. Pernyataan Fahri disampaikan ketika menanggapi pernyataan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri bahwa kalau masalah korupsi sudah tidak ada lagi, lembaga ad hoc, seperti KPK, bisa saja dibubarkan.
Menanggapi pernyataan Fahri Hamzah, Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan bisa memahaminya kalau itu disampaikan oleh politisi Fahri.
"Dengan latar belakang jabatan dan kepentingan politiknya, kami memahami komentar saudara Fahri terhadap statement-statement tersebut (Bu Mega)," kata Indriyanto Seno Adji, Rabu (19/8/2015).
Indriyanto yang akrab disapa Anto menjelaskan selama ini KPK sudah menjalankan tugasnya dengan baik. KPK memberikan harapan baru kepada publik bahwa korupsi bisa diberantas, termasuk yang dilakukan oleh anggota DPR.
"Bagi kami, tugas-tugas dan menjalankan wewenangnya, KPK sidah membuktikan profesionalitas sebagai penegak hukum, antara lain dengan membangun kepercayaan publik dalam mencegah dan menindak perbuatan koruptif, seperti operasi tangkap tangan terhadap pejabat negara, juga perilaku-perilaku tercela dan menyimpang dari lembaga termasuk parpol yang menjabat kekuasaan publik seperti DPR maupun kementerian atau kelembagaan," katanya.
Kemarin, Selasa (18/8/2015), di gedung Nusantara IV, Senayan, Megawati menegaskan KPK adalah lembaga ad hoc yang bersifat sementara serta tidak tetap. Karenanya, KPK bisa dibubarkan kapan saja.
"Sampai kapan ada KPK? KPK selalu bilang selama ada korupsi KPK terus berlanjut. Harusnya hentikan korupsi. Sehingga KPK yang ad hoc dapat dibubarkan," kata Megawati.
Bekas presiden kelima ini yakin dirinya akan di-bully dengan pernyataan yang bernada negatif pada KPK ini. Dia menambahkan yang mem-bully-nya adalah orang-orang yang berpikiran pendek.
"Wah, pasti di sosmed saya di-bully. Saya mikir ya sudahlah jadi atraksi. (Yang mem-bully) kelihatan pendek berpikirnya, bahwa Bu Mega tak setuju KPK. Kalau berpikir tak ada korupsi, berarti tak ada KPK lagi," tegas Megawati.
Selain KPK, Megawati juga menyinggung banyaknya lembaga ad hoc yang tidak jelas kinerjanya. Karenanya, dia mengatakan Presiden Jokowi perlu mengkaji lembaga ad hoc yang ada.
"Saya tahu ada 80 lembaga berbentuk komisi, Pak Zul (Ketua MPR Zulkifli Hasan) bilang ada 100. Kita tahu ada KY, KPK, KPU, semua punya fasilitas. Saya coba hitung budget komisi-komisi yang saya tak tahu di mana, berapa harganya. Perlu dikaji lagi," ujarnya
Setelah itu, Fahri angkat bicara.
"Jadi kalau Bu Mega sampai pada kesimpulan seperti itu, ya saya lebih mengerti karena dari dulu berpandangan, bahaya KPK ini kalau begini cara kerjanya," kata Fahri di gedung DPR.
Cara kerja KPK yang tak disetujui Fahri adalah penentuan gratifikasi dan penyadapan. Kebebasan setiap orang dipersempit dengan kewenangan KPK untuk menyadap.
"Wah, ini bahaya betul. Sekarang pimpinan KPK secara terang-benderang mengakui bahwa mereka menyadap semua orang. Dan kata mereka, ini deteksi dini dalam korupsi. Wah, ini jahat betul ini," katanya.
"Ada destruksi dalam nilai-nilai kebangsaan kita seolah-olah berbagi hadiah itu adalah bagian dari korupsi," kata Fahri.
Menanggapi pernyataan Fahri Hamzah, Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan bisa memahaminya kalau itu disampaikan oleh politisi Fahri.
"Dengan latar belakang jabatan dan kepentingan politiknya, kami memahami komentar saudara Fahri terhadap statement-statement tersebut (Bu Mega)," kata Indriyanto Seno Adji, Rabu (19/8/2015).
Indriyanto yang akrab disapa Anto menjelaskan selama ini KPK sudah menjalankan tugasnya dengan baik. KPK memberikan harapan baru kepada publik bahwa korupsi bisa diberantas, termasuk yang dilakukan oleh anggota DPR.
"Bagi kami, tugas-tugas dan menjalankan wewenangnya, KPK sidah membuktikan profesionalitas sebagai penegak hukum, antara lain dengan membangun kepercayaan publik dalam mencegah dan menindak perbuatan koruptif, seperti operasi tangkap tangan terhadap pejabat negara, juga perilaku-perilaku tercela dan menyimpang dari lembaga termasuk parpol yang menjabat kekuasaan publik seperti DPR maupun kementerian atau kelembagaan," katanya.
Kemarin, Selasa (18/8/2015), di gedung Nusantara IV, Senayan, Megawati menegaskan KPK adalah lembaga ad hoc yang bersifat sementara serta tidak tetap. Karenanya, KPK bisa dibubarkan kapan saja.
"Sampai kapan ada KPK? KPK selalu bilang selama ada korupsi KPK terus berlanjut. Harusnya hentikan korupsi. Sehingga KPK yang ad hoc dapat dibubarkan," kata Megawati.
Bekas presiden kelima ini yakin dirinya akan di-bully dengan pernyataan yang bernada negatif pada KPK ini. Dia menambahkan yang mem-bully-nya adalah orang-orang yang berpikiran pendek.
"Wah, pasti di sosmed saya di-bully. Saya mikir ya sudahlah jadi atraksi. (Yang mem-bully) kelihatan pendek berpikirnya, bahwa Bu Mega tak setuju KPK. Kalau berpikir tak ada korupsi, berarti tak ada KPK lagi," tegas Megawati.
Selain KPK, Megawati juga menyinggung banyaknya lembaga ad hoc yang tidak jelas kinerjanya. Karenanya, dia mengatakan Presiden Jokowi perlu mengkaji lembaga ad hoc yang ada.
"Saya tahu ada 80 lembaga berbentuk komisi, Pak Zul (Ketua MPR Zulkifli Hasan) bilang ada 100. Kita tahu ada KY, KPK, KPU, semua punya fasilitas. Saya coba hitung budget komisi-komisi yang saya tak tahu di mana, berapa harganya. Perlu dikaji lagi," ujarnya
Setelah itu, Fahri angkat bicara.
"Jadi kalau Bu Mega sampai pada kesimpulan seperti itu, ya saya lebih mengerti karena dari dulu berpandangan, bahaya KPK ini kalau begini cara kerjanya," kata Fahri di gedung DPR.
Cara kerja KPK yang tak disetujui Fahri adalah penentuan gratifikasi dan penyadapan. Kebebasan setiap orang dipersempit dengan kewenangan KPK untuk menyadap.
"Wah, ini bahaya betul. Sekarang pimpinan KPK secara terang-benderang mengakui bahwa mereka menyadap semua orang. Dan kata mereka, ini deteksi dini dalam korupsi. Wah, ini jahat betul ini," katanya.
"Ada destruksi dalam nilai-nilai kebangsaan kita seolah-olah berbagi hadiah itu adalah bagian dari korupsi," kata Fahri.
Tag
Komentar
Berita Terkait
Terpopuler
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Sunscreen Terbaik Harga di Bawah Rp30 Ribu agar Wajah Cerah Terlindungi
- Siapa Shio yang Paling Hoki di 5 November 2025? Ini Daftar 6 yang Beruntung
- 24 Kode Redeem FC Mobile 4 November: Segera Klaim Hadiah Parallel Pitches, Gems, dan Emote Eksklusif
Pilihan
-
6 Kasus Sengketa Tanah Paling Menyita Perhatian di Makassar Sepanjang 2025
-
6 HP Memori 128 GB Paling Murah Terbaru 2025 yang Cocok untuk Segala Kebutuhan
-
4 Rekomendasi Tablet RAM 8 GB Paling Murah, Multitasking Lancar Bisa Gantikan Laptop
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
Terkini
-
Sidang Perdana PK, Tim Hukum Eks Dirut Asabri Adam Damiri Ungkap 8 Bukti Baru
-
Teror Telepon Misterius ke Hakim Tipikor Medan Sebelum Kamar Pribadinya Ludes Kebakaran
-
Suara Eks Dirut ASDP Bergetar di Sidang Korupsi, Pleidoi Personal Soal Keluarga
-
Polda Metro Jaya Gelar Perkara Kasus Fitnah Ijazah Palsu Jokowi: Roy Suryo Cs Jadi Tersangka?
-
Sakit Hati Terus Dibully, Santri Nekat Bakar Pesantren: Biar Barang Mereka Habis Terbakar!
-
Gubernur Bobby Nasution Teken Kesepakatan Pengelolaan Sampah Jadi Energi
-
Surati Adhi Karya, Pramono Minta Tiang Monorel Mangkrak Dibongkar Dalam Sebulan
-
Lingkaran Korupsi SYL: Giliran Putri Kandung Indira Chunda Thita Diperiksa KPK Soal Pencucian Uang
-
KontraS Ancam Gugat Pemerintah Jika Soeharto Diberi Gelar Pahlawan Nasional
-
Usai dari Cilegon, Prabowo Ratas di Istana Bahas 18 Proyek Hilirisasi Senilai Rp600 Triliun