Ilustrasi penjara (Shutterstock).
Draft RUU tentang revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang disusun DPR dinilai lebih banyak untuk mengerdilkan fungsi lembaga antirasuah sehingga terancam tidak bisa memperkarakan koruptor.
Salah satu pasal yang diusulkan DPR yang dipersoalkan pimpinan KPK ialah KPK hanya dapat mengusut kasus korupsi dengan kerugian negara di atas 50 miliar rupiah.
"Tidak tepat bila penanganan korupsi dilihat dari nilai kerugiannya," kata pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji, Rabu (7/10/2015).
Indriyanto mengatakan permasalahan korupsi tidak berpijak pada nilai kuantitatif, tapi, lebih fokus pada obyek perilaku tercela dari pelakunya. Kerugian negara, katanya, tak bisa jadi patokan.
"Berapa nilainya, menjadi kewajiban penegak hukum untuk memeriksanya, baik dari KPK, Polri maupun Kejaksaan," kata dia.
Selama ini KPK dapat mengusut kasus korupsi dengan kerugian negara minimal satu miliar rupiah. Nilai tersebut dinilai sudah cocok karena korupsi sejumlah politisi yang sudah ditangkap KPK selama ini angkanya di atas angka tersebut.
Dikhawatirkan apabila usulan minimal Rp50 miliar diundangkan, banyak koruptor yang lepas dari jeratan KPK.
Usulan tersebut ada di Pasal 13 yang bertuliskan:
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan tindak pidana korupsi.
a. Melibatkan penyelenggara negara, dan orang lain yang kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.
b. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp50 miliar.
Angka yang tercantum dalam pasal tersebut berbeda jauh dengan yang dipaparkan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang berlaku saat ini. Pasal 11 berbunyi:
"Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang :
a. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;
b. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau
c. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar.
Salah satu pasal yang diusulkan DPR yang dipersoalkan pimpinan KPK ialah KPK hanya dapat mengusut kasus korupsi dengan kerugian negara di atas 50 miliar rupiah.
"Tidak tepat bila penanganan korupsi dilihat dari nilai kerugiannya," kata pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji, Rabu (7/10/2015).
Indriyanto mengatakan permasalahan korupsi tidak berpijak pada nilai kuantitatif, tapi, lebih fokus pada obyek perilaku tercela dari pelakunya. Kerugian negara, katanya, tak bisa jadi patokan.
"Berapa nilainya, menjadi kewajiban penegak hukum untuk memeriksanya, baik dari KPK, Polri maupun Kejaksaan," kata dia.
Selama ini KPK dapat mengusut kasus korupsi dengan kerugian negara minimal satu miliar rupiah. Nilai tersebut dinilai sudah cocok karena korupsi sejumlah politisi yang sudah ditangkap KPK selama ini angkanya di atas angka tersebut.
Dikhawatirkan apabila usulan minimal Rp50 miliar diundangkan, banyak koruptor yang lepas dari jeratan KPK.
Usulan tersebut ada di Pasal 13 yang bertuliskan:
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan tindak pidana korupsi.
a. Melibatkan penyelenggara negara, dan orang lain yang kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.
b. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp50 miliar.
Angka yang tercantum dalam pasal tersebut berbeda jauh dengan yang dipaparkan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang berlaku saat ini. Pasal 11 berbunyi:
"Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang :
a. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;
b. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau
c. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar.
Komentar
Berita Terkait
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Gus Yahya Ngaku Sejak Awal Inginkan Islah Sebagai Jalan Keluar Atas Dinamika Organisasi PBNU
-
Rais Aam PBNU Kembali Mangkir, Para Kiai Sepuh Khawatir NU Terancam Pecah
-
Puasa Rajab Berapa Hari yang Dianjurkan? Catat Jadwal Berpuasa Lengkap Ayyamul Bidh dan Senin Kamis
-
Doa Buka Puasa Rajab Lengkap dengan Artinya, Jangan Sampai Terlewat!
-
Pedagang Korban Kebakaran Pasar Induk Kramat Jati Mulai Tempati Kios Sementara
-
Buku "Jokowi's White Paper" Ditelanjangi Polisi: Cuma Asumsi, Bukan Karya Ilmiah
-
Gibran Turun Gunung ke Nias, Minta Jembatan 'Penyelamat' Siswa Segera Dibangun
-
Mensos Salurkan Santunan Rp15 Juta bagi Ahli Waris Korban Bencana di Sibolga
-
Pengamat: Sikap Terbuka Mendagri Tito Tunjukkan Kepedulian di Masa Bencana
-
Anjing Pelacak K-9 Dikerahkan Cari Korban Tertimbun Longsor di Sibolga-Padangsidimpuan