Anggota Serikat Pekerja PT. Jakarta International Container Terminal (JICT) dan PT. Pelindo II di Komisi Pemberantasan Korupsi [suara.com/Nikolaus Tolen]
Puluhan anggota Serikat Pekerja PT. Jakarta International Container Terminal dan PT. Pelindo II menyambangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, pada Kamis (11/2/2016) siang.
Mereka datang untuk menanyakan perkembangan pengusutan kasus perpanjangan kontrak JICT yang terindikasi melanggar undang-undang dan berpotensi merugikan keuangan negara hingga puluhan triliun rupiah. Serikat Pekerja JICT melaporkan kasus tersebut ke KPK pada tanggal 22 September 2015.
"Karena salah satu poin penting rekomendasi penyelidikan Panitia Khusus Angket Pelindo II DPR RI adalah membatalkan perpanjangan kontrak JICT," kata Ketua Serikat Pekerja PT. JICT, Nova Hakim, di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Hal lain yang menjadi dasar adanya desakan mereka adalah karena Menteri Perhubungan Ignasius Jonan sudah menyampaikan saat rapat Pansus Pelindo II bahwa perpanjangan JICT melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran dan izin konsesi Pelindo II yang baru didapat pada tanggal 11 November 2015, dimana hal itu tidak berlaku surut. Sehingga secara otomatis, perjanjian perpanjangan kontrak yang ditandatangani Hutchison Port Holdings dan Pelindo II pada 5 Agustus 2014 batal demi hukum.
"Soal potensi kerugian negara, tim gabungan Bahana Sekuritas dan Financial Research Institute yang ditunjuk oleh Pansus Pelindo II DPR, telah menghitung pendapatan Pelindo II yang hilang akibat perpanjangan kontrak sebesar Rp36 triliun," kata Nova.
Dia menilai yang paling bertanggungjawab atas pelanggaran UU dalam perpanjangan kontrak JICT adalah Menteri BUMN Rini Soemarno dan mantan Direktur Utama Pelindo II, R. J. Lino. Keduanya terindikasi melanggar UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 dan Keputusan MK Nomor 48/PUU/2014.
Itu sebabnya, Serikat Pekerja JICT mendesak KPK melanjutkan proses hukum kasus perpanjangan JICT dan mengusut tuntas semua pihak yang terlibat.
"Tentu kami percaya KPK punya kredibilitas yang baik untuk memberantas korupsi di Indonesia," kata Nova.
Mereka datang untuk menanyakan perkembangan pengusutan kasus perpanjangan kontrak JICT yang terindikasi melanggar undang-undang dan berpotensi merugikan keuangan negara hingga puluhan triliun rupiah. Serikat Pekerja JICT melaporkan kasus tersebut ke KPK pada tanggal 22 September 2015.
"Karena salah satu poin penting rekomendasi penyelidikan Panitia Khusus Angket Pelindo II DPR RI adalah membatalkan perpanjangan kontrak JICT," kata Ketua Serikat Pekerja PT. JICT, Nova Hakim, di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Hal lain yang menjadi dasar adanya desakan mereka adalah karena Menteri Perhubungan Ignasius Jonan sudah menyampaikan saat rapat Pansus Pelindo II bahwa perpanjangan JICT melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran dan izin konsesi Pelindo II yang baru didapat pada tanggal 11 November 2015, dimana hal itu tidak berlaku surut. Sehingga secara otomatis, perjanjian perpanjangan kontrak yang ditandatangani Hutchison Port Holdings dan Pelindo II pada 5 Agustus 2014 batal demi hukum.
"Soal potensi kerugian negara, tim gabungan Bahana Sekuritas dan Financial Research Institute yang ditunjuk oleh Pansus Pelindo II DPR, telah menghitung pendapatan Pelindo II yang hilang akibat perpanjangan kontrak sebesar Rp36 triliun," kata Nova.
Dia menilai yang paling bertanggungjawab atas pelanggaran UU dalam perpanjangan kontrak JICT adalah Menteri BUMN Rini Soemarno dan mantan Direktur Utama Pelindo II, R. J. Lino. Keduanya terindikasi melanggar UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 dan Keputusan MK Nomor 48/PUU/2014.
Itu sebabnya, Serikat Pekerja JICT mendesak KPK melanjutkan proses hukum kasus perpanjangan JICT dan mengusut tuntas semua pihak yang terlibat.
"Tentu kami percaya KPK punya kredibilitas yang baik untuk memberantas korupsi di Indonesia," kata Nova.
Komentar
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Aktivitas Tambang Emas Ilegal di Gunung Guruh Bogor Kian Masif, Isu Dugaan Beking Aparat Mencuat
-
Sidang Ditunda! Nadiem Makarim Sakit Usai Operasi, Kuasa Hukum Bantah Tegas Dakwaan Cuan Rp809 M
-
Hujan Deras, Luapan Kali Krukut Rendam Jalan di Cilandak Barat
-
Pensiunan Guru di Sumbar Tewas Bersimbah Darah Usai Salat Subuh
-
Mendagri: 106 Ribu Pakaian Baru Akan Disalurkan ke Warga Terdampak Bencana di Sumatra
-
Angin Kencang Tumbangkan Pohon di Ragunan hingga Tutupi Jalan
-
Pohon Tumbang Timpa 4 Rumah Warga di Manggarai
-
Menteri Mukhtarudin Lepas 12 Pekerja Migran Terampil, Transfer Teknologi untuk Indonesia Emas 2045
-
Lagi Fokus Bantu Warga Terdampak Bencana, Ijeck Mendadak Dicopot dari Golkar Sumut, Ada Apa?
-
KPK Segel Rumah Kajari Bekasi Meski Tak Ditetapkan sebagai Tersangka