Suara.com - Rencana belanja yang disusun konsumen secara tidak langsung dapat mempengaruhi jumlah sampah. Hal itu berdasarkan analisa Pengamat bidang ilmu lingkungan Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Fadjar Goembira.
"Sudah seharusnya konsumen merinci rencana sebelum berbelanja agar bisa memprediksi jumlah sampah yang dihasilkan," katanya di Padang, Jumat (18/3/2016).
Semakin banyak barang yang dibeli, maka potensi sampah yang dihasilkan semakin besar. Untuk itu perlu ada perencanaan matang dalam berbelanja.
Pertama dalam hal tujuan berbelanja, konsumen harus memikirkan prioritas apa yang dibutuhkan dalam suatu waktu yang mengharuskan berbelanja. Hal ini harus sejalan dengan pemikiran manfaat yang diperoleh.
Sebagai contoh berbelanja di swalayan, konsumen perlu memilah dan menentukan skala prioritas dalam berbelanja. Sebagai gambaran, konsumen sudah bisa memeringkatkan kebutuhan dari manfaatnya.
Kedua, dari manfaat tersebut harus sejalan juga dengan pemikiran terhadap dampaknya. Sampah yang dihasilkan dan dibuang ke lingkungan. Bila konsumen sudah memiliki kesadaran hingga tahap ini, kemungkinan untuk melakukan belanja dengan potensi sampah besar dapat dipertimbangkan sekaligus juga akan memunculkan keinginan mencari alternatif lain yang bersifat ramah lingkungan.
"Pola ini juga membentuk kesadaran konsumen terhadap lingkungan," ujarnya.
Implementasinya, kata dia konsumen tidak akan keberatan melakukan kebijakan yang diturunkan pemerintah bila tujuannya ramah lingkungan. Seperti pembayaran mahal karena barang tersebut menghasilkan sampah atau kebijakan plastik berbayar yang sedang digalakkan.
Disamping itu dengan perencanaan yang matang, konsumen bisa menentukan akan membawa tas belanja sebesar apa disesuaikan dengan kebutuhan. Sehingga tidak perlu lagi menggunakan kantong kresek plastik yang jelas mencemari lingkungan, ujarnya.
Sementara itu Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Padang, Afrizal Khaidir menilai edukasi masyarakat penting dalam pengelolaan sampah. Namun untuk menggugah kesadaran masyarakat terhadap lingkungannya membutuhkan unsur ketokohan sebagai penggeraknya. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Jadi Buron Kasus Pencemaran Nama Baik JK, Kejagung Buru Silfester Matutina
-
Inikah Wajah Kompol Anggraini Diduga Jadi Orang Ketiga di Rumah Tangga Irjen Krishna Murti?
-
Bukan Septic Tank! Ternyata Ini Sumber Ledakan di Pamulang yang Rusak 20 Rumah
-
Nama PBNU Terseret Kasus Haji, KPK Buka Suara: Benarkah Hanya Incar Orangnya, Bukan Organisasinya?
-
Rentetan Kasus Keracunan Makan Bergizi Gratis, DPD Minta BGN Kurangi Jumlah Penerima MBG
-
Asmara Berujung Maut di Cilincing: Pemuda Tewas Dihabisi Rekan Sendiri, Kamar Kos Banjir Darah!
-
Video Gibran Tak Suka Baca Buku Viral Lagi, Netizen Bandingkan dengan Bung Hatta
-
KPK Ungkap Kasus Korupsi Kuota Haji, Libatkan Hampir 400 Biro Perjalanan
-
Nabire Diguncang Gempa Berkali-kali, Jaringan Internet Langsung Alami Gangguan
-
KPK Sita Uang Hingga Mobil dan Tanah dari Dirut BPR Jepara Artha dalam Kasus Kredit Fiktif