Suara.com - Beijing mengancam Amerika Serikat (AS) siap melakukan perang dalam skala besar.
"Mempersiapkan bentrokan militer" kata Global Times dalam editorialnya seperti dikutip The Daily Beast.
Beijing membalas pernyataan yang dibuat oleh Rex Tillerson selaku Sekertaris Negara pemerintahan Donald Trump.
"Kita harus mengirim sinyal keras ke Cina, pertama, menghentikan pembangunan pulau dan kedua, akses Anda ke pulau-pulau tersebut juga akan ditutup," katanya kepada Senat Komite Hubungan Luar Negeri, Rabu (18/1/2017).
Tillerson juga mengatakan militasisasi pulau Cina mirip dengan Rusia mengambil alih dari Crimea.
Sontak saja pernyataan tersebut membuat para pengamat tersentak kaget, yang mengisyaratkan akan melakukan perubahan radikal dalam kebijakan Amerika terhadap Cina.
Beijing memulai fase reklamasi pada awal 2014 di Spratly, di bagian selatan kota, menciptakan lebih dari 3.200 hektare dan sekitar tujuh terumbu, batu, dan beting. Laksamana Harry Harris, komandan pasukan AS di Pasifik, menyebutnya sebaggai pembangunan tembok pasir besar Cina.
Sementara itu, pemimpin Cina Xi Jinping, saat mendampingi Presiden Barack Obama di Rose Garden pada September 2015 lalu, mengatakan tidak ada niat membangun militerisasi baru. Meskipun setelah mengeluarkan pernyataan tersebut, Beijing segera mulai membangun pulau-pulau.
Media pemerintah, termasuk kantor berita resmi Xinhua, mengungkap bahwa perairan menjadi bagian teritorial, dengan kata lain, internal dan berdaulat. Sedangkan Amerika Serikat dan negara-negara lain tidak setuju, mereka berpendapat bahwa hampir semua Laut Cina Selatan adalah bagian dari global. Begitu pula panel arbitrase di Den Haag, yang pada 12 Juli lalu.
Baca Juga: Polisi Ditertawai saat Jawab Pertanyaan Jaksa Sidang Ahok
Hingga kini, tidak ada negara yang bersedia mengambil langkah-langkah untuk menegakkan putusan atas kecaman retoris Beijing. Tillerson berjanji, pemerintahan Trump akan bertindak.
Dan mungkin tidak sesaat terlalu cepat, karena Cina tidak hanya mengabaikan kewajiban perjanjian, tapi juga mengikis aturan sistem internasional, dan dinilai mengambil apa yang menjadi milik negara tetangganya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
-
Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
Terkini
-
Targetkan 400 Juta Penumpang Tahun 2025, Dirut Transjakarta: Bismillah Doain
-
Sejarah Terukir di Samarkand: Bahasa Indonesia Disahkan sebagai Bahasa Resmi UNESCO
-
Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Koalisi Sipil Ungkap 9 Dosa Pelanggaran HAM Berat Orde Baru
-
Judi Online Lebih Ganas dari Korupsi? Menteri Yusril Beberkan Fakta Mengejutkan
-
Bangunan Hijau Jadi Masa Depan Real Estate Indonesia: Apa Saja Keuntungannya?
-
KPK Tangkap Gubernur Riau, PKB 'Gantung' Status Abdul Wahid: Dipecat atau Dibela?
-
Sandiaga Uno Ajak Masyarakat Atasi Food Waste dengan Cara Sehat dan Bermakna
-
Mensos Gus Ipul Tegaskan: Bansos Tunai Harus Utuh, Tak Ada Potongan atau Biaya Admin!
-
Tenaga Ahli Gubernur Riau Serahkan Diri, KPK Periksa 10 Orang Terkait OTT
-
Stop Impor Pakaian Bekas, Prabowo Perintahkan Menteri UMKM Cari Solusi bagi Pedagang Thrifting