Suara.com - Emas berjangka di divisi COMEX New York Mercantile Exchange berakhir lebih tinggi pada Selasa (17/1/2017) atau Rabu pagi WIB, didukung oleh pelemahan dolar AS dan ekuitas AS setelah pernyataan Presiden AS terpilih Donald Trump.
Kontrak emas yang paling aktif untuk pengiriman Februari naik 16,7 dolar AS, atau 1,4 persen, menjadi menetap di 1.212,90 dolar AS per ounce.
Dilaporkan Antara, Presiden AS terpilih Donald Trump mengatakan kepada Wall Street Journal dalam sebuah wawancara pada Jumat (13/1) bahwa ia percaya dolar AS terlalu kuat. Indeks dolar AS turun 1,22 persen menjadi 100,33 pada pukul 18.25 GMT.
Indeks adalah ukuran dari dolar terhadap sekeranjang mata uang utama. Emas dan dolar biasanya bergerak berlawanan arah, yang berarti jika dolar turun maka emas berjangka akan naik, karena emas yang diukur dengan dolar menjadi lebih murah bagi investor.
Selain itu, Dow Jones Industrial Average turun 94,97 poin atau 0,48 persen pada pukul 18.25 GMT. Para analis mencatat bahwa ketika ekuitas membukukan kerugian maka logam mulia biasanya naik, karena investor mencari tempat yang aman. Sebaliknya ketika ekuitas AS membukukan keuntungan maka logam mulia biasanya turun.
Emas mendapat dukungan tambahan karena para pedagang juga khawatir atas dampak di zona euro akibat keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa, menyusul komitmen Perdana Menteri Inggris Theresa May untuk membawa Brexit dalam pemungutan suara di parlemen Inggris Raya.
Perdagangan minggu ini berlangsung lebih singkat, karena hari libur Martin Luther King Jr AS mengakibatkan penutupan pasar pada Senin (16/1).
Laporan indeks harga konsumen dan produksi industri akan dirilis pada Rabu, laporan "housing starts" atau rumah yang baru dibangun, klaim pengangguran mingguan, dan prospek bisnis Fed Philadelphia akan diumumkan pada Kamis (19/1), dan tidak ada laporan ekonomi yang diharapkan keluar pada Jumat (20/1).
Perak untuk pengiriman Maret naik 38,3 sen, atau 2,27 persen, menjadi ditutup pada 17,148 dolar AS per ounce. Platinum untuk pengiriman April turun 3,3 dolar AS, atau 0,33 persen, menjadi ditutup pada 983,10 dolar AS per ounce.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Nama Pegawai BRI Selalu Dalam Doa, Meski Wajahnya Telah Lupa
-
Pemerintah Siapkan 'Karpet Merah' untuk Pulangkan Dolar WNI yang Parkir di Luar Negeri
-
Kartu Debit Jago Syariah Kian Populer di Luar Negeri, Transaksi Terus Tumbuh
-
BRI Dukung JJC Rumah Jahit, UMKM Perempuan dengan Omzet Miliaran Rupiah
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Bahlil 'Sentil' Pertamina: Pelayanan dan Kualitas BBM Harus Di-upgrade, Jangan Kalah dari Swasta!
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Program AND untuk 71 SLB, Bantuan Telkom Dalam Memperkuat Akses Digitalisasi Pendidikan
-
Dari Anak Tukang Becak, KUR BRI Bantu Slamet Bangun Usaha Gilingan hingga Bisa Beli Tanah dan Mobil
-
OJK Turun Tangan: Klaim Asuransi Kesehatan Dipangkas Jadi 5 Persen, Ini Aturannya