Suara.com - Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi dengan jumlah kematian ibu saat melahirkan yang cukup tinggi. Salah satu alasannya, masih tingginya proses persalinan yang dilakukan di dukun beranak.
Fasilitas persalinan yang tidak memadai dan minimnya pengetahuan medis yang dimiliki dukun beranak inilah yang membuat angka kematian ibu dan bayi cukup tinggi. Namun, belakangan tren angka kematian ibu terus menurun sejak diberlakukannya revolusi Kesehatan Ibu Anak (KIA) pada 2008 silam.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT, dr Kornelius Kodi Mete, mengatakan, melalui revolusi KIA, ibu hamil didorong untuk melahirkan di fasilitas kesehatan dan ditangani tenaga kesehatan.
"Yang mana capaian indikator dalam revolusi KIA ini adalah menurunnya peran dukun dalam menolong persalinan atau meningkatkan peran tenaga kesehatan yang terampil dalam menolong persalinan� ibu," ujar Kornelius di sela-sela kunjungan Menteri Kesehatan di NTT, Rabu (3/5/2017).
Kornelius menjabarkan, angka kematian ibu pada tahun 2012 di NTT menurun menjadi 192 atau 200 per 100.000 kelahiran hidup, lalu pada tahun 2013 kembali menurun menjadi 176 atau 185,6 per 100.000 kelahiran hidup, selanjutnya pada tahun 2014 menurun lagi menjadi 158 kasus atau 169 per 100.000 kelahiran hidup.
Dalam kesempatan yang sama, Hosianni Kepala Dinas Kesehatan Timor Tengah Selatan, NTT, mengatakan, revolusi KIA di daerahnya diterapkan dengan menempatkan tenaga kesehatan di puskesmas dilengkapi fasilitas yang memadai.
"Setidaknya di setiap puskesmas punya dokter, 5 bidan dan 5 perawat. Dan untuk di daerah kami, dibutuhkan 243 bidan dan 243 perawat untuk menangani persalinan di puskesmas," ujar Hosianni.
Setelah diterapkannya revolusi KIA ini hanya 12 persen masyarakat yang tidak melakukan persalinan di fasilitas kesehatan. Dia berharap, angka ini bisa terus ditekan sehingga dapat berimbas pada penurunan angka kematian ibu di NTT secara keseluruhan.
"Angka kematian ibu masih ada terkait dengan pelayanan di fasilitas itu sendiri. Kita masih berjuang untuk mutu. Tahun ini kami mendapat dana akreditasi untuk mutu, harapannya akan ada puskesmas di Timor Tengah Selatan yang terakreditasi tahun ini," tutup dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Mardiono Didukung Jadi Caketum PPP Jelang Muktamar X, Amir Uskara Komandoi Tim Relawan Pemenangan
-
Terkuak! Alasan Ustaz Khalid Basalamah Cicil Duit Korupsi Haji ke KPK
-
Periksa Dirjen PHU Hampir 12 Jam, KPK Curiga Ada Aliran Uang Panas dari Kasus Korupsi Kuota Haji
-
Mardiono Tanggapi Munculnya Calon Ketum Eksternal: PPP Punya Mekanisme dan Konstitusi Baku
-
Dirut BPR Jepara Artha Dkk Dapat Duit hingga Biaya Umrah dalam Kasus Kredit Fiktif
-
Muncul ke Publik Usai Dikira Hilang saat Demo Ricuh, Eko Purnomo: Maaf Bikin Khawatir
-
KPK Wanti-wanti Kemenkeu soal Potensi Korupsi dalam Pencairan Rp 200 Triliun ke 5 Bank
-
Mendagri Jelaskan Pentingnya Keseimbangan APBD dan Peran Swasta Dalam Pembangunan Daerah
-
Dukungan Mengalir Maju Calon Ketum PPP, Mardiono: Saya Siap Berjuang Lagi! Kembali PPP ke Parlemen!
-
KPK Beberkan Konstruksi Perkara Kredit Fiktif yang Seret Dirut BPR Jepara Artha