Suara.com - Wakil Ketua Panitia Khusus Angket KPK Risa Mariska mengatakan, tersangka keterangan palsu dalam persidangan kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP), Miryam S. Haryani bisa dipanggil paksa bila tidak hadir selama tiga kali.
"Kita akan menggunakan mekanisme sesuai UU MD3 juga ditatib ada. Pemanggilan dua kali lagi, jadi sampai tiga kali. Kalau nggak sampai tiga kali, kita akan minta paksa," kata Risa di DPR, Jakarta, Kamis (15/6/2017).
Risa mengungkapkan, pansus bisa meminta upaya panggil paksa ini kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Namun, dia berharap upaya tersebut tidak sampai terjadi. Dia pun meminta KPK kooperatif dan mengizinkan Miryam hadir dalam pemanggilan Pansus Angket KPK.
"Tapi kan sangat ironis kalau pemanggilan paksa. Saya sih menyarankan jangan sampai itu terjadi. Maunya begitu, makanya saya minta kooperatif," ungkapnya.
Panitia Khusus Angket KPK mulai menjadwalkan susunan rencana kerjanya. Untuk agenda pertama, Pansus Angket KPK akan memanggil Politikus Partai Hanura Miryam S. Haryani, setelah rapat paripurna pada Senin (19/6/2017).
"Kita akan memanggil pertama kali untuk konfirmasi adalah Ibu Miryam," kata Taufiqulhadi usai rapat internal Pansus Angket KPK, Rabu (14/6/2017).
Pemanggilan ini dilakukan untuk mengkonfirmasi surat Miryam yang mengaku tidak ditekan sejumlah anggota DPR. Surat ini disampaikan dalam rapat perdana Pansus Angket KPK yang memutuskan susunan pimpinan pansus.
Miryam merupakan tersangka pemberi keterangan palsu di persidangan terkait perkara korupsi pengadaan e-KTP. Miryam saat ini di rumah tahanan KPK.
"Kita mengajukan surat ke KPK agar Bu Miryam bisa hadir ke sini, kami silakan KPK setuju atau tidak," ungkapnya.
Surat Miryam ini dikirimkan ke Pansus Angket KPK beberapa waktu lalu, dan diterima Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu. Surat ini ditulis tangan dan ditandatangani serta diberikan materai Rp6000.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, tersangka keterangan palsu dalam persidangan kasus korupsi e-KTP Miryam S. Haryani, tidak perlu menghadiri pemeriksaan yang dilakukan Panitia Khusus Angket KPK.
Agus beralasan, berkas Miryam akan segera naik ke persidangan. Karena itu, Agus mengatakan, informasi bahwa Miryam ditekan Anggota Komisi III, sebenarnya bisa diperdengarkan dalam persidangan Miryam. Informasi ini yang ingin dikonfirmasi Pansus Angket KPK kepada Miryam.
"Kalau itu kan miryam kan segera disidangkan, itu nantikan bisa didengarkan rekamannya. Kan nggak perlu datang. Akan segera kita naikan kok. Kalau kita naikan kan rekamannya bisa dibuka di persidangan. Anu kalau kita buka rekaman seperti yang diminta kemarin kan kita nggak boleh," kata Agus usai menghadiri buka bersama di DPR, Jakarta, Rabu (14/6/2017).
Baca Juga: DPR Ancam KPK Jika Tak Izinkan Miryam Datang ke Pansus
Agus menegaskan, Miryam mengakui adanya tekanan dari beberapa Anggota Komisi III dalam berita acara perkaranya. Hal itu bisa diketahui dari rekaman saat Miryam di-BAP.
"Saya nggak perlu nyebutkan itu, tapi rekamannya ada. Nanti silakan diperdengarkan," imbuh dia.
Di sisi lain, KPK baru akan menyikapi keberadaan Pansus Angket KPK, besok. Agus mengatakan, lima orang pimpinan KPK akan menyatakan sikapnya terkait masalah ini, besok pagi.
Untuk saat ini, berdasarkan kajian dengan cara meminta pandangan kepada ahli hukum tata negara, Pansus Angket KPK ini terbentuk secara cacat hukum. Dengan status cacat hukum itu, KPK bisa menolak hadir dalam setiap rapat yang digelar Pansus Angket KPK.
"Besok pagi kita berlima pimpinan sudah sepakat untuk mengenai sikap kita. Karena sudah dua hari kita mendapatkan masukan dari para ahli," kata dia.
Hak angket muncul pertamakali ketika rapat dengar pendapat antara KPK dan Komisi III DPR pada 19 April 2017.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO