Mahkamah Agung (MA) menolak konsep share responsibility (kewenangan bersama). Sebab kewenangan bersama dinilai bertentangan semangat reformasi dan melanggar Perundang-undangan termasuk Keputusan Presiden (Keppres) No 21 Tahun 2004.
Adanya kemandirian di lembaga Mahkamah Agung, kata Hakim Agung Suhadi, dalam diskusi terbatas di Jakarta, Selasa (20/6/2017), merupakan buah dari semangat reformasi, karena itu Mahkamah Agung dan para hakim seluruh Indonesia mayoritas tidak sependapat adanya konsep kewenangan bersama antara MA dan lembaga Komisi Yudisial (KY) dalam melakukan fungsi peradilan bersama.
Menurut Suhadi, Kemandirian lembaga Mahkamah Agung, buah dari reformasi yang lama diperjuangkan oleh para ahli hukum dan kalangan reformasi. Hasilnya, adalah Undang- undang No 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung yang memisahkan para hakim di bawah kontrol eksekutf atau Kementerian Kehakiman. Pemisahan itu dikuatkan dengan Keppres No 21 Tahun 2004 yang isinya memisahkan kewenangan kekuasaan kehakiman dari Pemerintah kepada Mahkamah Agung.
"Dengan demikian, jika ada konsep membuat share responsibility, bukan hanya tidak berdasar. Tetapi juga menabrak UU MA dan Keppres," kata Suhadi yang juga ketua Ikatan Hakim Seluruh Indonesia/Ikahi.
Diskusi terbatas yang diselenggarakan Lembaga Studi Hukum Indonesia (LSHI), mengambil tema "Tepatkah Penerapan Share Responsibility Antara MA dan KY dalam Manajemen Hakim," dihadiri sejumlah tokoh seperti Mantan Ketua MA, Prof Dr Bagir Manan, Mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) Prof Eman Suparman, Ketua Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) Dr Laksanto Utomo, dan Direktur Program Pasca Universitas Borobudur Prof Dr Faisal Santiago.
Tema tersebut menanggapi adanya draf Rancangan Undang-undang (RUU) tentang calon hakim yang ingin menurunkan usia pensiun hakim agung di bawah 70 tahun dan melakukan kocok ulang jabatan ketua hakim agung setiap lima tahun sekali.
Menurut Suhadi, draf RUU yang saat ini sedang digodok di DPR, menimbulkan keresahan sebagian besar hakim, karena seolah-olah lembaga Mahkamah Agung nantinya akan dikendalikan oleh KY. Komisi Yudisial itu, katanya, sesuai UU No 22 Tahun 2004 mempunyai tugas mengusulkan calon hakim agung ke DPR dan melakukan pengawasan prilaku para hakim agar lebih bermartabat.
Tugas itu saja belum sepenuhnya dilaksanakan secara optimal, karenanya, jika ada draf RUU yang akan menambah tugas dan fungsi KY akan banyak menabrak Perundang-undangan yang ada, tegas Suhadi.
Sementara Prof Dr Eman Suparman mengatakan, adanya draf RUU calon Hakim itu tampaknya tidak terkait langsung dengan lembaga KY. "Saya tidak tahu jika ada orang-orang KY yang punya kepentingan lain, tetapi materi draf dalam RUU calon Hakim yang ingin memotong usia pensiun hakim agung lebih kepada keterbatasan anggaran pemerintah," katanya, seraya menambahkan, saat ini banyak calon guru besar yang ditunda lantaran adanya keterbatasan anggaran negara.
Baca Juga: SETARA Institute: HTI Punya Hak Kasasi ke Mahkamah Agung
Perlu Lebih Terbuka Sementara itu, Ketua APPTHI Dr Laksanto Utomo dalam diskusi itu juga mengatakan, one rooof system atau satu atap yang dimiliki Mahkamah Agung sudah cukup baik. MA saat ini membawahi empat lembaga peradilan yakni Pengadilan Umum, Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Agama dan Pengadilan Militer. Tugas dan fungsi MA melakukan pembinaan dan pengangkatan para hakim dari empat lembaga itu sehingga terlihat ada kemandirian dalam lembaga peradilan di Indonesia.
Salah satu filosofi mengapa MA harus one roof system, (satu atap) karena dimasa silam lembaga yudikatif tidak lebih dari corong atau kepanjangan tangan eksekutif. Guna membebaskan intervesni eksekutif, reformasi menuntut adanya pemisahan kekuasan yang nyata antara lembaga yudikatif dan eksekutif.
Oleh karenanya, kata Laksanto, independensi lembaga peradilan harus dijaga oleh semua pihak, karena MA adalah rumah kita bersama sebagai benteng pencari keadilan terakhir.
Jika MA perlu diperbaiki, katanya, mendorong agar MA lebih terbuka kepada masyarakat, kapan putusan dapat diambil, berapa lama suatu putusan dapat ditangani. Hal itu penting disampaikan ke publik agar lembaga itu tidak terkesan elitis.
Laksanto secara rinci juga menyoroti soal rekruitmen calon hakim yang dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dengan waktu sekitar dua tahun.
"Saya menyarankan agar dibuat kurikulum yang melibatkan perguruan tinggi sehingga out-putnya para calon hakim akan mempunyai wawasan yang lebih luas dalam memutuskan masalah. Dengan adanya keterbukaan informasi, maka share responsibility tidak diperlukan lagi," katanya. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
Gubernur Riau Abdul Wahid Minta 'Jatah Preman' ke Dinas PUPR Rp7 Miliar, KPK: Pakai Kode 7 Batang
-
Profil dan Pendidikan Rismon Sianipar yang Menduga Prabowo Tahu Ijazah Palsu Wapres Gibran
-
Pemprov Riau Diperingatkan KPK: Sudah 4 Gubernur Kena OTT! Ada Masalah Serius di PBJ?
-
Sidang Sengketa Tambang Nikel Halmahera Timur: Saksi Kunci Kembali Mangkir
-
ASN DKI Dapat Transportasi Umum Gratis, Gubernur Pramono: Tak Semua Gajinya Besar
-
Digelar Perdana Besok, Adam Damiri Siap Hadiri Sidang PK di PN Jakpus
-
Jakarta Utara Siaga Banjir Rob! Supermoon Ancam Pesisir November Ini
-
Ironi! Pejabat Riau Sampai Ngutang Bank Demi Setor 'Jatah Preman' ke Gubernur
-
Koalisi Sipil Sebut Usulan Pahlawan Upaya Cuci Dosa Soeharto: Cuma Orang Gila Maafkan Diri Sendiri
-
Gubernur Riau Telah Terima Uang Pemerasan Rp4,05 Miliar, Ada yang Mengalir ke PKB?