Suara.com - Panitia khusus angket terhadap KPK tetap menjalankan agenda meskipun Ketua DPR dari Fraksi Golkar Setya Novanto ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Hari ini, mereka mendengarkan pendapat pakar hukum tata negara Mahfud MD.
Mahfud menegaskan DPR tidak memiliki kewenangan untuk menggunakan hak angket terhadap KPK. Sebab, KPK bukan bagian dari pemerintah.
"KPK itu tidak bisa diawasi dengan angket. KPK bukan pemerintah. Ini dapat dijelaskan lewat teori atau hukum," kata Mahfud.
Dia menjelaskan makna pemerintah memiliki dua sifat yaitu generik dan spesifik. Dalam ilmu konstitusi, pemerintah mencakup semua lembaga dari pusat ke daerah yang dibiayai negara. Penjelasan tersebut merupakan istilah generik.
Dalam konstitusi yang sudah terkait dengan negara tertentu, kata Mahfud, pemerintah merupakan badan. Contohnya, ada negara yang mengatakan pemerintah merupakan presiden atau perdana menteri. Hal itu tergantung dari negara masing-masing.
Mahfud kemudian menerangkan makna pemerintah menurut konstitusi dan tata hukum di Indonesia. Di Indonesia, arti pemerintah bisa sempit yaitu sebatas lembaga eksekutif.
Hal itu, kata Mahfud, bisa dilihat pada Undang-Undang Dasar. Di UUD, Pasal 4 ayat 1 menerangkan Presiden memegang kekuasaan pemerintah. Pasal 5 ayat 1, presiden membuat peraturan pemerintah. Pasal 22 dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa Presiden bisa membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
"Jadi kalau ada kata pemerintah, pasti lembaga eksekutif," tuturnya.
Mahfud kemudian menerangkan posisi KPK. Menurutnya KPK tidak bisa disebut sebagai bagian organ pemerintah. Sebab, kata dia, pengangkatan komisioner KPK dilakukan lewat Keputusan Presiden dan bukan ditunjuk langsung oleh presiden.
"Seperti bapak-ibu di DPR, diresmikan. Bukan diangkat. DPD, MK, MA, juga bukan bawahan presiden. KPK juga. Karenanya, komisioner KPK tidak bisa digeser oleh presiden kecuali habis masa jabatannya, berhenti, mengundurkan diri, meninggal atau terpidana," kata dia.
Menurut Mahfud KPK merupakan lembaga yudikatif, bukan eksekutif. Sebab, KPK memiliki tugas pencegahan, penindakan, dan penuntutan.
"Sangat salah kalau KPK dianggap sebagai eksekutif. Kalau mau dikualisifikasikan lebih dekat kepada yudisial," ujarnya.
Mahfud juga menerangkan soal putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12, 16, dan 19 Tahun 2006. Dalam putusan, KPK bukan bagian dari pemerintah. Bahkan, KPK bertugas dan berkewenangan dengan kekuasaan kehakiman.
Dia menambahkan pada putusan MK Nomor 5 tahun 2011, disebutkan bahwa KPK merupakan lembaga independen yang diberi tugas dan wewenang khusus dalam melaksanakan fungsi yang terkait hanya kekuasaan kehakiman.
"Ini hukum, sudah tidak bisa berdebat. Ini sudah ada putusannya, ada empat kali putusan mau apalagi?" kata dia.
Berita Terkait
-
Tetap Berstatus Kader, Golkar Senang Setnov Bebas: Secara Prosedur Semuanya Memenuhi Syarat
-
Blak-blakan! Ketua KPK Sebut Pembebasan Bersyarat Setya Novanto Kurang Adil, Kenapa?
-
Setya Novanto Hirup Udara Bebas: Preseden Buruk Bagi Pemberantasan Korupsi di Indonesia
-
Setya Novanto Bebas Bersyarat, KPK Ingatkan Dosa Korupsi E-KTP: Itu Kejahatan Serius!
-
KPK Tegaskan Penangguhan Penahanan Paulus Tannos Belum Dikabulkan Pengadilan Singapura
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
-
HUT ke 68 Bank Sumsel Babel, Jajan Cuma Rp68 Pakai QRIS BSB Mobile
-
6 Rekomendasi HP Snapdragon Paling Murah untuk Kebutuhan Sehari-hari, Mulai dari Rp 1 Jutaan
-
7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
Terkini
-
Saya Tanggung Jawab! Prabowo Ambil Alih Utang Whoosh, Sindir Jokowi?
-
Said Didu Curiga Prabowo Cabut 'Taring' Purbaya di Kasus Utang Whoosh: Demi Apa?
-
Tragedi KKN UIN Walisongo: 6 Fakta Pilu Mahasiswa Terseret Arus Sungai Hingga Tewas
-
Uya Kuya Dinyatakan Tidak Melanggar Kode Etik, Kini Aktif Lagi Sebagai Anggota DPR RI
-
Dendam Dipolisikan Kasus Narkoba, Carlos dkk Terancam Hukuman Mati Kasus Penembakan Husein
-
Sidang MKD: Adies Kadir Dinyatakan Tidak Melanggar Kode Etik, Diaktifkan Kembali sebagai Anggota DPR
-
Kronologi Guru di Trenggalek Dihajar Keluarga Murid di Rumahnya, Berawal dari Sita HP Siswi di Kelas
-
Mendadak Putra Mahkota Raja Solo Nyatakan Naik Tahta Jadi PB XIV di Hadapan Jasad Sang Ayah
-
IKJ Minta Dukungan Dana Abadi Kebudayaan, Pramono Anung Siap Tindaklanjuti
-
PLN Perkuat Transformasi SDM di Forum HAPUA WG5 ke-13 untuk Dukung Transisi Energi Berkelanjutan