Suara.com - Pembebasan bersyarat Setya Novanto, koruptor kasus e-KTP yang merugikan negara Rp2,3 triliun, menjadi preseden buruk.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai bahwa hal tersebut merupakan bentuk kemunduran serius dalam pemberantasan korupsi, sekaligus bukti pemerintah tidak serius memberikan efek jera.
Pemberian bebas bersyarat dan berkurangnya masa pencabutan hak politik koruptor, Setya Novanto, menjadi pukulan telak terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Kebijakan ini dinilai menunjukkan inkonsistensi negara dalam menghadirkan efek jera bagi para pelaku kejahatan luar biasa.
Mantan Ketua DPR RI tersebut bisa kembali menghirup udara bebas setelah mendapat pembebasan bersyarat.
Dengan diberikannya keringanan kepada Setya Novanto menunjukkan sikap negara yang tidak pernah serius memberikan efek jera kepada koruptor.
Hal ini memicu reaksi keras, salah satunya dari Indonesia Corruption Watch (ICW).
"Akibat dari putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan PK SN (Setya Novanto) dengan mengkorting pidana penjara dan pengurangan masa pencabutan hak politik, menunjukkan bahwa pemerintah tidak serius dalam memberikan efek jera bagi pelaku korupsi," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Yassar Aulia saat dihubungi Suara.com, Senin (18/8/2025).
Dalam kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto divonis bersalah karena mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun.
Baca Juga: Kontroversi di Balik Jeruji: John Kei, Ronald Tannur, dan Shane Lukas Terima Remisi Kemerdekaan
Politisi Golkar tersebut kemudian dijatuhi hukuman penjara 15 tahun. Selain itu, hak politiknya dicabut selama 5 tahun.
Namun, melalui putusan peninjauan kembali (PK), Mahkamah Agung (MA) mengurangi hukumannya menjadi 12 tahun 6 bulan.
Putusan ini juga memangkas masa pencabutan hak politiknya menjadi 2 tahun 6 bulan.
Pengurangan hukuman inilah yang menjadi dasar pemberian pembebasan bersyarat bagi Novanto.
Pengurangan pencabutan hak politik pun semakin disayangkan ICW.
"Pemberian efek jera melalui pidana badan dan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik masih sangat diperlukan di saat RUU Perampasan Aset juga masih mangkrak oleh pemerintah dan DPR," kata Yassar.
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
- Kompetisi Menulis dari AXIS Belum Usai, Gemakan #SuaraParaJuara dan Dapatkan Hadiah
- Ini 5 Shio Paling Beruntung di Bulan Oktober 2025, Kamu Termasuk?
- Rumah Tangga Deddy Corbuzier dan Sabrina Diisukan Retak, Dulu Pacaran Diam-Diam Tanpa Restu Orangtua
Pilihan
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
-
Seruan 'Cancel' Elon Musk Bikin Netflix Kehilangan Rp250 Triliun dalam Sehari!
-
Proyek Ponpes Al Khoziny dari Tahun 2015-2024 Terekam, Tiang Penyangga Terlalu Kecil?
-
Evakuasi Ponpes Al-Khoziny: Nihil Tanda Kehidupan, Alat Berat Dikerahkan Diirigi Tangis
-
Statistik Brutal Dean James: Bek Timnas Indonesia Jadi Pahlawan Go Ahead Eagles di Liga Europa
Terkini
-
Komitmen TJSL, BNI Perkuat Ekonomi Kerakyatan dan Kelestarian Lingkungan di Desa Ponggok Jawa Tengah
-
MDIS Buka Suara soal Ijazah Gibran, PSI: Hentikan Polemik Jika Niatnya Cari Kebenaran!
-
Rizky Kabah Tak Berkutik di Kamar Kos, Detik-detik Penangkapan TikTokers Penghina Suku Dayak!
-
Sidang Praperadilan: Nadiem Makarim Masih Dibantarkan, Orang Tua Setia Hadir di Ruang Sidang
-
Tragedi Ponpes Al Khoziny: Korban Jiwa Bertambah Jadi 9 Orang
-
Menteri Haji dan Umrah Datangi KPK di Tengah Penyidikan Kasus Korupsi Kuota Haji, Bahas Apa?
-
Mengulik Pendidikan Gibran: MDIS Tak Keluarkan Ijazah, Hanya Jalankan Kurikulum Universitas Asing
-
Bendera Merah Putih Robek di Puncak Monas Saat Gladi HUT TNI, Kapuspen: Bahan Kain Kurang Bagus
-
TNI Jelaskan soal Bendera Merah Putih Robek saat Gladi HUT TNI di Monas, Apa Katanya?
-
Rocky Gerung: Isu Ijazah Palsu Jokowi Akan Terus Dibahas Sampai 2029