Suara.com - Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya, sangat menyayangkan upaya pemerintah menertibkan PT. RAPP (April Group) agar taat aturan, justru berkembang secara liar di lapangan menjadi isu pencabutan ijin. Akibatnya memunculkan keresahan di masyarakat.
Sikap tegas pemerintah dengan menolak Rencana kerja usaha RAPP, merupakan bagian dari upaya paksa pemerintah untuk melindungi ekosistem gambut Indonesia.
Hal ini juga sesuai dengan amanat dasar Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 57 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, dimana seluruh perusahaan HTI berbasis lahan gambut, harus menyesuaikan rencana kerja usaha mereka dengan aturan pemerintah.
Namun hingga batas waktu yang diberikan, RAPP justru tetap memaksa ingin menjalankan rencana kerja sesuai dengan aturan mereka sendiri, dan tidak mau mengikuti aturan yang ditetapkan pemerintah.
''Saya mengajak RAPP menjadi perusahaan yang patuh, taat pada aturan di negara ini, sebagaimana perusahaan HTI lainnya yang Rencana Kerja Usaha mereka telah lebih dulu disahkan, dan tidak ada masalah,'' kata Menteri Siti.
''Saya tidak mungkin membenarkan sesuatu yang salah, atau membiarkannya. Sama artinya pemerintah dipaksa mengalah dan kalah pada sikap-sikap pembangkangan dan melawan aturan. pemerintah tidak mungkin melanggar aturan yang dibuatnya sendiri. Sementara aturan tersebut disusun sedemikian rupa untuk melindungi kepentingan rakyat banyak, dan tidak dibuat hanya untuk kepentingan golongan atau satu perusahaan saja,'' Siti menambahkan.
Terlebih lagi hanya RAPP (April Group) satu-satunya perusahaan HTI yang tidak mau menuruti aturan pemerintah. Sementara 12 perusahaan HTI lainnya saat ini sudah mendapatkan pengesahan RKU mereka, dan tidak ada mengeluhkan masalah.
Kepatuhan perusahaan-perusahaan HTI berbasis gambut sangat penting, karena selama ini ekosistem gambut mudah terbakar, dan menjadi salah satu penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan selama lebih dari 20 tahun di Indonesia. Melindungi gambut tidak bisa hanya dengan pemadaman rutin saja, namun harus dicegah secara dini dengan melakukan perlindungan gambut secara utuh dan menyeluruh.
Menteri Siti menegaskan meski RKU RAPP ditolak, bukan berarti ijin dicabut secara keseluruhan. Namun sayangnya yang berkembang justru perihal pencabutan ijin operasional, dan RAPP dinilai semakin membiarkan isu bergulir liar dengan mengancam akan mem-PHK karyawannya.
''Yang sebenarnya terjadi adalah KLHK memberi perintah dan sanksi, agar RAPP tidak melakukan penanaman di areal lindung ekosistem gambut. Namun mereka tetap bisa menanam di areal budidaya gambut. Jadi tidak ada masalah harusnya,'' kata Menteri Siti.
''Jika benar RAPP sayang pada rakyat, mereka harusnya patuh dan berbisnis dengan baik sesuai aturan pemerintah, bukan dengan aturan mereka sendiri. Bisa berbahaya sekali jika semua perusahaan ingin berbisnis dengan aturan mereka dan bukan aturan pemerintah,'' kata Menteri Siti.
Ia pun mendorong RAPP untuk segera merevisi RKU mereka sesuai PP gambut, sebagaimana perusahaan HTI lainnya. Sehingga kelak dengan keseriusan perusahaan melindungi gambut, bencana Karhutla yang biasanya rutin terjadi tidak perlu terulang lagi. Generasi saat ini juga bisa mewariskan lingkungan hidup yang lebih sehat bagi generasi yang akan datang.
''Mari sama-sama kita sayangi rakyat dengan cara baik dan jujur, '' kata Menteri Siti.
Ia pun mengimbau semua pihak untuk tetap tenang, dan mengajak untuk melihat persoalan ini dengan jernih. Karena bagaimanapun, perusahaan sebagai pihak pemegang izin kelola tanah negara, tentunya harus taat dan patuh pada pemerintah yang diberi mandat oleh UU untuk menjaga kekayaan negara.
''Pemerintah merupakan simpul dari semua kepentingan. Baik perusahaan maupun kepentingan rakyat. Pemerintah pasti menjamin keberlangsungan bisnis, begitu juga dengan terjaganya lingkungan hidup, karena itu amanat UU. Jika RKU sudah direvisi, semuanya bisa berjalan seperti biasa,'' kata Menteri Siti.
Tag
Berita Terkait
-
Pertamina Patra Niaga Regional JBB Raih 63 Penghargaan di Ajang ENSIA 2025
-
Ekoregion Pembangunan Wilayah di Papua sebagai Solusi Pembangunan Berkelanjutan
-
Ada Permen LHK 10/2024, Aktivis Lingkungan Diminta Lebih Kritis Terhadap Kerusakan Alam
-
Belajar Pelestarian Lingkungan di Festival LIKE 2
-
Terapkan Ekonomi Sirkuler, Pengelolaan Limbah FABA PLN Diapresiasi KLHK
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- Suzuki Ignis Berapa cc? Harga Bekas Makin Cucok, Intip Spesifikasi dan Pajak Tahunannya
- STY Siap Kembali, PSSI: Tak Mudah Cari Pelatih yang Cocok untuk Timnas Indonesia
Pilihan
-
Heboh di Palembang! Fenomena Fotografer Jalanan Viral Usai Cerita Istri Difoto Tanpa Izin
-
Tak Mau Ceplas-ceplos Lagi! Menkeu Purbaya: Nanti Saya Dimarahin!
-
H-6 Kick Off: Ini Jadwal Lengkap Timnas Indonesia di Piala Dunia U-17 2025
-
Harga Emas Hari Ini Turun: Antam Belum Tersedia, Galeri 24 dan UBS Anjlok!
-
5 Fakta Wakil Ketua DPRD OKU Parwanto: Kader Gerindra, Tersangka KPK dan Punya Utang Rp1,5 Miliar
Terkini
-
Akhir Pekan Ini Relawan Projo Gelar di Jakarta, Fokus Dukung Pemerintahan Prabowo Gibran?
-
Najelaa Shihab Akui Masuk Grup WA 'Mas Menteri', Tapi Kejagung Membantah, Mana yang Benar?
-
Hakim CPO Divonis Lepas, Kini Dituntut 12 Tahun Bui! Skandal Suap Terungkap?
-
Setahun Pasca-Jokowi: Rakyat Curigai 'Nyawa Busuk' dan Potensi Kejahatan dalam Kebijakan Masa Lalu!
-
PPPK Jadi PNS Tanpa Tes Lagi? Anggota DPR Beri Sinyal Kuat dari Senayan
-
Ngeri! Diancam Pakai Pistol, Suami Satroni Istri ke Kantornya di Kelapa Gading Jakut
-
Narkoba Jenis Baru: Kapolri Ungkap Celah Hukum yang Dimanfaatkan Bandar!
-
Prabowo Tak Cawe-cawe Urusan Kapolri, Tapi Ngaku Titip Mantan Pengawal untuk..
-
Revisi UU ASN Sudah Masuk Prolegnas, Tapi Belum Dibahas Komisi II DPR: Ada Apa?
-
Usai Tom Lembong Bebas, 4 Bos Perusahaan Swasta Divonis 4 Tahun Kasus Importasi Gula