Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah [Suara.com/Ummi Hadyah Saleh]
Baca 10 detik
Komisi Pemberantasan Korupsi tidak akan menanggapi nota eksepsi Setya Novanto yang dibacakan oleh tim kuasa hukumnya soal penerimaan uang 7,3 juta dollar AS. Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan keberatan Novanto tersebut audah masuk ke dalam pokok perkara e-KTP.
"Lagipula itu masuk pada pokok perkara, sehingga tidak tepat diajukan di eksepsi. Seharusnya materi eksepsi yang sudah diatur jelas di UU dipahami oleh pihak SN," katanya di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (20/12/2017).
Meski tidak menanggapi soal uang yang setara dengan Rp94,9 miliar tersebut, KPK memastikan sudah memiliki bukti yang kuat. Dengan bukti tersebut, KPK yakin ketua DPR RI nonaktif itu telah memperkaya diri sendiri dan orang lain.
"Terkait dengan dugaan SN diperkaya 7,3 juta dollar AS dan sebuah jam tangan dengan harga lebih dari Rp1,5 miliar, jika dikurs kan ke rupiah, KPK yakin dengan bukti-bukti yang sudah kami miliki," kata Febri.
Sebelumnya, tim kuasa hukum Novanto menyampaikan soal kerugian negara terkait kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Hal itu disampaikan dalam eksepsi yang dibacakan hari ini.
Dalam dakwaan dua mantan pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto serta pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, jumlah kerugian tidak berbeda, yakni sama-sama Rp2,3 triliun. Yang aneh, kata tim kuasa hukum, dalam dakwaan Irman, Sugiharto, dan Andi, Setnov tak disebutkan menerima uang 7,3 juta dollar AS. Sementara dalam dakwaan Novanto, kliennya itu didakwa menerima sejumlah uang.
"Seharusnya, jika 7,3 juta dollar AS itu benar, nilai kerugian negara ikut bertambah. Tapi ini tidak. Nilainya sama dengan perhitungan tahun sebelumnya," kata Maqdir Ismail.
Menurut Maqdir seharusnya total kerugian negara dalam dakwaan Novanto menjadi kurang lebih Rp2,4 triliun. Total tersebut setelah ditambah dari dugaan uang yang diterima oleh Setya Novanto.
Komentar
Berita Terkait
-
Sindiran Pedas? Akademisi Sebut Jejak Sopir Sahroni, Noel, Setnov, Bahlil, hingga Haji Isam
-
Bukan di Bawah Bahlil, Golkar Siapkan Posisi 'Dewa' untuk Setya Novanto?
-
"Enaknya Jadi Setnov": Koruptor Rp 2,3 Triliun Bebas, Keadilan Jadi Lelucon?
-
Politisi NasDem Bela Remisi Setnov? 'Fine-Fine Saja' Lalu Singgung Amnesti Hasto dan Tom Lembong
-
Bebas dari Penjara, Kekayaan Setya Novanto Tembus Ratusan Miliar!
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO