Suara.com - Amerika Serikat menghapus nama Indonesia dari daftar negara berkembang. Selain Indonesia, negara lain yang turut dicoret yakni China, India, Brasil dan Afrika Selatan.
Keputusan ini diambil setelah AS mengklaim Indonesia dan empat negara lainnya tergolong maju dalam sektor perdagangan internasional. Klaim tersebut berdasar pada data yang dirilis oleh Kantor Perwakilan Dangan AS (USTR) belum lama ini.
Dikutip dari The Star, Minggu (23/2/2020), USTR mengatakan pihaknya telah merevisi metodologi negara berkembang untuk investigasi atas bea balik, bea yang dikenakan pada sistem impor, pada 10 Februari lalu. Metodologi yang dipakai sejak tahun 1998 tersebut, kekinian telah dianggap usang.
Selain itu, USTR juga mempetimbangkan beberapa faktor ekonomi dan perdagangan, seperti tingkat perkembangan ekonomi suatu negara dan peran negara dalam perdagangan dunia.
Kendati begitu, keputusan ini kurang mendapat sambutan baik dari beberapa pihak di China.
Wakil Direktur China Society dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Xue Rongiju, menilai kebijakan AS yang mencoret sejumlah negara berkembang justru merusak otoritas sistem perdagangan multilateral.
"Tindakan unilateralis dan proteksionis seperti ini telah merugikan kepentingan China dan anggota WTO lainnya," ucap Xue.
Lebih lanjut, kata Xue China selalu tegas dalam membela sistem multilateral. Kerja sama perdagangan dan ekonomi dengan mitra dari negara maju dan negara berkembang telah membuktikan bahwa mekanisme negosiasi multilateral berjalan efektif, selain berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi dunia.
Senada dengan hal itu, Dekan Institut Studi WTO dari University of International Business juga mengatakan, aturan dan mekanisme WTO mestinya lebih ditingkatkan karena banyak negara berkembang belum memahami dan memanfaatkannya dengan baik.
Baca Juga: Rumahnya Kebanjiran, Yunarto Wijaya: Pak Anies Silahkan Lanjutkan Tiktoknya
"Sebagai negara berkembang utama, China perlu menekankan masalah keprihatinan negara-negara maju dan tetap fleksibel dalam berbagai pembicaraan," kata Tu.
Reformasi WTO mampu mendorong negara-negara berkembang untuk mengatasi beragam persoalan seperti soal subsidi pertanian, hambatan penjualan hasil pertanian, pembatasan eskpor teknologi dan perdagangan teknologi.
"Aturan ini mestinya berlaku secara umum untuk berbagai negara sambil memastikan tidak ada anggota yang merusak sistem," imbuhnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
12 Orang Tewas dalam Penembakan Massal Saat Perayaan Hanukkah di Australia
-
Menperin Dorong Industri Berubah Total, Targetnya Zero Waste dan Efisiensi Tinggi
-
Akses Bireuen-Aceh Tengah Kembali Tersambung, Jembatan Bailey Teupin Mane Resmi Rampung
-
Cara Daftar Mudik Nataru Gratis Kemenhub, Hanya untuk 3 Ribu Lebih Pendaftar Pertama
-
Jurus 'Dewa Penyelamat' UB Selamatkan 36 Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera
-
Prabowo Panggil Menteri ke Hambalang, Ada Target Soal Pembangunan Hunian Korban Bencana
-
Jadi Biang Kerok Banjir Kemang, Normalisasi Kali Krukut Telan Biaya Fantastis Rp344 Miliar
-
Gubernur Bobby Nasution Lepas Sambut Pangdam, Sumut Solid Atasi Bencana
-
Fakta Baru Pengeroyokan Maut Kalibata, Ternyata Lokasi Bentrokan Lahan Milik Pemprov DKI
-
LPSK Puji Oditur Militer: 22 Senior Penganiaya Prada Lucky Dituntut Bayar Ganti Rugi Rp1,6 Miliar