Suara.com - Tim kuasa hukum Panglima Serdadu Eks Trimata Nusantara, Ruslan Buton, menghadirkan tujuh saksi dalam sidang pembuktian gugatan praperadilan terhadap Polri atas penetapan status tersangka terkait kasus ujaran kebencian kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Sidang tersebut berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (19/6/2020).
Persidangan sempat riuh saat salah satu saksi bernama Sugeng Waras secara lantang berteriak bahwa Ruslan Buton tidak sepantasnya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Kepada majelis hakim, Sugeng mengaku merupakan seorang purnawirawan TNI dengan pangkat terkahir kolonel.
Sugeng menilai surat terbuka dalam bentuk rekaman suara yang disampaikan Ruslan Buton untuk memohon Jokowi mundur dari jabatannya semata-mata hanya bentuk permohonan sebagai warga negara atas beragam fenomena yang terjadi saat ini di era kepemimpinan Jokowi yang dianggap menuai banyak permasalahan.
Disisi lain, Sugeng menilai bahwasanya surat terbuka tersebut juga disampaikan Ruslan Buton secara halus, bukan berbentuk ancaman hingga dapat memicu kegaduhan di tengah masyarakat.
"Enggak mungkin lah dia itu (Ruslan Buton) hanya orang biasa apalagi hanya pecatan kapten. Masa mengumpulkan orang se-Indonesia. Ya kita bisa ngakak itu persepsi apa," kata Sugeng.
"Buat gaduh, apanya buat gaduh, buktikan apanya yang gaduh enggak ada apa-apanya. Jadi jangan lah perkara itu dibesar-besarkan," imbuh Sugeng dengan nada tinggi.
Sugeng kemudian menilai bahwa yang membuat kegaduhan justru ialah Aulia Fahmi, yakni pihak yang melaporkan Ruslan Buton ke polisi atas tuduhan telah menyebarkan ujaran kebencian terhadap Jokowi. Untuk itu, Sugeng pun mengatakan yang seharusnya diadili ialah Aulia Fahmi bukan Ruslan Buton.
"Ruslan Buton tidak sepantasnya dia dijadikan tersangka. Saya tuntut yang lapor dipenjarakan. Adili dia, tangkap dia. Surat begitu ditanggapi begitu, dia yang justru bikin gaduh," kata dia sambil teriak.
Dalam persidangan sebelumnya tim kuasa hukum Polri berdalih bahwa proses penyelidikan, penyidikan hingga penetapan status tersangka terhadap Ruslan Buton terkait kasus ujaran kebencian kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi telah sesuai prosedur. Sehingga, mereka meminta agar majelis hakim menolak permohonan gugatan praperadilan yang diajukan oleh Ruslan Buton.
Baca Juga: Kuasa Hukum Ruslan Buton Ragu Polri Hadir di Sidang Praperadilan Hari Ini
"Mohon berkenan majelis hakim menolak permohonan Pemohon (Ruslan Buton) sebagaimana terdaftar dalam register perkara Nomor: 62/Pid.Pra/2020/PN.Jkt.Sel atau setidaknya menyatakan permohonan Pemohon Praperadilan tidak dapat diterima," kata tim kuasa hukum Polri dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (18/6) kemarin.
Mereka mengemukakan bahwa penanganan perkara kasus ujaran kebencian yang dilakukan Ruslan Buton berawal atas adanya Laporan Polisi Nomor: LP/271/V/2020/Bareskrim tertanggal 22 Mei 2020 atas nama pelapor Aulia Fahmi, S.H. Atas laporan itu selanjutnya penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dan ahli.
Saksi-saksi yang diperiksa di antaranya; Aulia Fahmi, Muanas Alaidid, dan Husin Shahab. Sedangkan ahli yang diperiksa di antaranya; ahli Bahasa Andika Dutcha Bachar, ahli Sosiologi Trubus Rahardiansyah dan ahli Hukum Pidana Effendy Saragih.
Kemudian, pada tanggal 26 Mei 2020 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dipimpin oleh Kasubdit I melakukan gelar perkara. Hasilnya, menyatakan telah terpenuhi lebih dari dua alat bukti yaitu keterengan saksi, ahli, barang bukti/surat dan persesuaian antara keterengan saksi, ahli dan surat untuk meningkatkan status tersangka terhadap Ruslan Buton.
"Bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi, ahli, petunjuk dan adanya barang bukti/surat, maka sudah cukup beralasan bagi Termohon untuk menetapkan Ruslan Buton sebagai tersangka," ungkapnya.
Selanjutnya, pada tanggal 28 Mei 2020 Ruslan Buton pun ditangkap di kediamannya yang berada di Desa Wabula 1 Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Tim kuasa hukum Polri berdalih, bawah penangkapan itu juga telah berdasar pada Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP.Kap/71/V/2020/Dittipidsiber sesuai ketentuan Pasal 17 KUHAP dengan prosedur sebgaimana diatur dalam Pasal 18 ayat 1 KUHAP.
Berita Terkait
-
Besok Boyong 5 Saksi, Kubu Ruslan Buton Klaim Siap Patahkan Tuduhan Polri
-
Polri Berharap Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Ruslan Buton
-
Status Tersangka Dianggap Tak Sah, Hakim Diminta Setop Kasus Ruslan Buton
-
Tak Hadir di Sidang Perdana Praperadilan Ruslan Buton, Ini Alasan Polri
-
Ngaku Dilarang Bertemu Ruslan Buton, Pengacara: Komunikasi Lewat Kebatinan
Terpopuler
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
- Kompetisi Menulis dari AXIS Belum Usai, Gemakan #SuaraParaJuara dan Dapatkan Hadiah
- Ini 5 Shio Paling Beruntung di Bulan Oktober 2025, Kamu Termasuk?
- Rumah Tangga Deddy Corbuzier dan Sabrina Diisukan Retak, Dulu Pacaran Diam-Diam Tanpa Restu Orangtua
Pilihan
-
Bahlil Vs Purbaya soal Data Subsidi LPG 3 Kg, Pernah Disinggung Sri Mulyani
-
3 Rekomendasi HP 1 Jutaan Baterai Besar Terbaru, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Menkeu Purbaya Pernah Minta Pertamina Bikin 7 Kilang Baru, Bukan Justru Dibakar
-
Dapur MBG di Agam Dihentikan Sementara, Buntut Puluhan Pelajar Diduga Keracunan Makanan!
-
Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
Terkini
-
Rocky Gerung: Program Makan Bergizi Gratis Berubah Jadi Racun karena Korupsi
-
Keputusan 731/2025 Dibatalkan, PKB: KPU Over Klasifikasi Dokumen Capres
-
Bantah Makam Arya Daru Diacak-acak Orang Tak Dikenal, Polisi: Itu Amblas Faktor Alam!
-
Menkes Budi Tegaskan Peran Kemenkes Awasi Keamanan Program Makan Bergizi Gratis
-
Terungkap! Ini Rincian 'Tarif Sunat' Dana Hibah yang Bikin Eks Ketua DPRD Jatim Kusnadi Kaya
-
Demi Buktikan Bukan Pembunuhan, Polisi akan 'Buka-bukaan' 20 CCTV ke Keluarga Arya Daru
-
'Mari Bergandeng Tangan': Disahkan Negara, Mardiono Serukan 'Gencatan Senjata' di PPP
-
Fakta Mengejutkan 'Bjorka KW': Bukan Ahli IT dan Tak Lulus SMK, Belajar Retas Otodidak dari Medsos
-
Ponpes Al Khoziny Sidoarjo Ambruk, DPR Sebut Konstruksi Bangunan Tak Ideal
-
Viral di MRT, Lansia 73 Tahun Ini Ditangkap dan Punya 23 Kasus Kriminal