Suara.com - Pada tengah malam, tanggal 28 Agustus 2020, Markas Kepolisian Sektor Ciracas, Jakarta Timur, menjadi sasaran penyerangan sekelompok pengacau, yang berdasar kronologis serta berbagai kesaksian masyarakat diduga diidentifikasi sebagai anggota TNI.
Seratus lebih orang dengan mengendarai sepeda motor membakar mobil, motor, dan menganiaya petugas yang sedang piket di mapolsek.
Sebelum menyerang Mapolsek Ciracas, gerombolan yang sama melakukan perusakan di Pasar Rebo. Mereka menganiaya dan melukai warga sipil. Gerombolan juga melakukan razia, perusakan kendaraan disertai pemukulan terhadap warga pengguna jalan raya di Jalan Raya Bogor dari arah Cibubur sebelum mapolsek.
Ketua SETARA Institute Hendardi mengutuk keras tindakan brutal yang dipertontonkan sejumlah orang. Perilaku mereka dinilai merupakan kebiadaban terhadap aparat keamanan negara dan warga sipil.
"Tindakan melawan hukum dan main hakim sendiri yang dipertontonkan, jelas mengganggu tertib sosial dalam negara demokrasi dan negara hukum. Mereka juga merusak dan mengancam keselamatan masyarakat, utamanya warga sipil," kata Hendardi.
Hendardi mengatakan jika benar oknum TNI terlibat dalam peragaan kekerasan ini, maka berulangnya peristiwa kekerasan yang diperagakan oleh sejumlah oknum salah satunya disebabkan karena TNI terlalu lama menikmati keistimewaan dan kemewahan (privilege) hukum karena anggota TNI tidak tunduk pada peradilan umum.
Reformasi TNI, kata Hendardi, juga tampak hanya bergerak di sebagian aras struktural tetapi tidak menyentuh dimensi kultural dan perilaku anggota. Kemandekan reformasi TNI, telah menjadikan anggota TNI immun dan terus merasa supreme menjadi warga negara kelas 1. Aksi yang diperagakan pada 28 Agustus telah menggambarkan secara nyata kegagalan reformasi TNI, kata Hendardi.
Hendardi menambahkan privilege dan imunitas yang sama juga akan terjadi ketika TNI melalui Rancangan Peraturan Presiden Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme jadi disahkan oleh Presiden Jokowi.
Dikatakan, tidak bisa dibayangkan, atas nama memberantas terorisme, kebiadaban dan unprofessional conduct seperti diperagakan dalam peristiwa terbaru ini akan menjadi pemandangan rutin dan dianggap benar oleh peraturan perundang-undangan. Performa penanganan tindak pidana terorisme akan bergeser menjadi peragaan anarkisme kelompok yang dilegitimasi hukum tanpa mekanisme akuntabilitas yang adil, kata Hendardi.
Baca Juga: Polsek Ciracas Diserang, Pimpinan Polri-TNI Dekat, Gampang Selesaikan
Menurut Hendardi tidak ada pilihan lain bagi aparat hukum untuk mengusut tuntas kekerasan dan kebiadaan itu, termasuk kemungkinan meminta pertanggungjawaban oknum TNI jika terlibat.
"Tidak boleh muncul kesan dari institusi dan pihak manapun untuk memaklumi apalagi melindungi perilaku biadab yang dipertontonkan secara terbuka tersebut. Rule of law harus menjadi panglima untuk mewujudkan tertib hukum dan tertib sosial," katanya.
Presiden Jokowi dituntut untuk kembali mendorong gerbong reformasi TNI yang menunjukkan arus balik, termasuk membatalkan rencana pengesahan Rancangan Peraturan Presiden Tugas TNI dalam Menangani Aksi Terorisme dan memprakarsai revisi UU 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer dengan agenda utama memastikan kesetaraan di muka hukum.
"Bagi anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum harus diadili di peradilan umum, sebagaimana umumnya anggota masyarakat lain," kata Hendardi. []
Berita Terkait
-
Skema WFA ASN dan Pegawai Swasta Nataru 2025, Termasuk TNI dan Polri
-
KSAD Minta Media Ekspos Kerja Pemerintah Tangani Bencana Sumatra
-
LPSK Ajukan Restitusi Rp1,6 Miliar untuk Keluarga Prada Lucky yang Tewas Dianiaya Senior
-
Drone Misterius, Serdadu Diserang: Apa yang Terjadi di Area Tambang Emas Ketapang?
-
Polemik Lahan Tambang Emas Ketapang Memanas: PT SRM Bantah Penyerangan, TNI Ungkap Kronologi Berbeda
Terpopuler
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
Pilihan
-
Sriwijaya FC Selamat! Hakim Tolak Gugatan PKPU, Asa Bangkit Terbuka
-
Akbar Faizal Soal Sengketa Lahan Tanjung Bunga Makassar: JK Tak Akan Mundur
-
Luar Biasa! Jay Idzes Tembus 50 Laga Serie A, 4.478 Menit Bermain dan Minim Cedera
-
4 Rekomendasi HP OPPO Murah Terbaru untuk Pengguna Budget Terbatas
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
Terkini
-
Kejagung Tetapkan Kajari Bangka Tengah Tersangka Korupsi Dana Umat Baznas
-
Pastikan Keamanan Jalur Mudik Nataru, Kapolri: Tol Dipantau 24 Jam, Rekayasa Lalin Disiapkan
-
Pengakuan Jaksa Tri yang Kabur dari OTT KPK: Saya Ketakutan, Dikira Bukan Petugas
-
Dibubarkan Sebelum Diskusi Dimulai, Buku Reset Indonesia Dianggap Ancaman?
-
Jalankan Instruksi Prabowo, Mendagri Tito Mulai Bangun Huntap Korban Bencana Sumatra
-
Mahfud MD Bongkar Borok Polri: Masuk Akpol Pakai Jatah, Mau Jadi Brigjen Mesti Bayar?
-
Jakarta 'Puasa' Kembang Api Tahun Baru 2026, Solidaritas Bencana Sumatra Jadi Alasan Utama
-
Polda Metro Gulung Jaringan Narkoba Jelang Tutup Tahun: 2054 Tersangka Diciduk, 387 Kg Barbuk Disita
-
Tanpa Kembang Api, Perayaan Tahun Baru 2026 di Jakarta Jadi Malam Galang Dana Bencana Sumatra
-
Bukan Lewat DPRD, Ini Resep Said Abdullah PDIP Agar Biaya Pilkada Langsung Jadi Murah