Suara.com - Dua anggota TNI dari Kesatuan Yonbekang 4/Air dipecat dan sembilan lainnya dituntut hukuman 1-2 tahun penjara lantaran diduga melakukan penyiksaan terhadap Jusni (24) di Jakarta Utara hingga meninggal dunia.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyayangkan rendahnya tuntutan yang diberikan Oditur Militer tersebut.
Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti mengatakan rendahnya tuntutan yang diberikan tersebut membuktikan proses persidangan yang berjalan di Pengadilan Militer II/08 itu tidak objektif dan tidak adil.
KontraS berpendapat ada fakta-fakta lainnya yang justru tidak muncul dalam persidangan.
Salah satu peristiwa yang diungkapkan dalam persidangan itu hanya berfokus pada penyiksaan yang terjadi di depan Masjid Jamiatul Islam. Padahal, masih ada dua lokasi lainnya yang tidak disebutkan.
"Yakni peristiwa di Jalan Enggano dan Mess Perwira Yonbekang 4/Air," kata Fatia dalam keterangan tertulisnya, Kamis (19/11/2020).
KontraS juga melihat barang bukti yang dihadirkan oleh Oditur Militer tidak sesuai dengan fakta peristiwa. Ada dua barang bukti yang tidak dihadirkan yakni alat berupa tongkat dan gantungan atau hanger.
Tongkat diyakini KontraS dilakukan salah satu terdakwa saat menyiksa Jusni di depan Masjid Jamiatul Islam dan terekam dalam kamera pengawas atau CCTV. Sedangkan hanger diduga digunakan untuk menyiksa korban dengan cara dicambuk ke areal punggung korban saat di Mess Perwira Yonbekang 4/Air.
"Sebagaimana yang disampaikan oleh korban kepada rekannya saat korban dijemput di depan Termbekang-1," tuturnya.
Baca Juga: Nahas, Ogah Kasih Uang Jatah Preman, Pedagang Kelapa di Tangerang Dikeroyok
KontraS juga menyoroti soal rekomendasi keringanan hukuman dari Kapusbekangad yang kemudoan dikabulkan Oditur Militer. Menurutnya, hal tersebut menunjukkan ada upaya intervensi terhadap proses peradilan dan menimbulkan konflik kepentingan.
"Selain itu, hal ini juga membuktikan bahwa ada upaya perlindungan kepada para terdakwa yang melakukan penyiksaan," ungkapnya.
Dengan penjelasan itu, KontraS mendesak agar Majelis Hakim Pengadilan Militer II/08 Jakarta untuk dapat memberikan putusan maksimal kepada terdakwa. Apalagi kalau mengingat institusi TNI telah memiliki aturan pelarangan praktik-praktik penyiksaan.
"Putusan maksimal tersebut dapat memberikan efek jera terhadap para pelaku, agar kedepan peristiwa serupa tidak terjadi dan dapat dijadikan pembelajaran bagi prajurit-prajurit TNI lainnya," katanya.
Kemudian tanpa bermaksud mengintervensi proses persidangan, KontraS juga berharap agar Majelis Hakim mempertimbangkan kondisi serta kedudukan pelaku sebagai alat negara yang dijadikan dasar pemberatan perbuatan dan pidana terdakwa.
"Dan memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban,"
Berita Terkait
-
Nahas, Ogah Kasih Uang Jatah Preman, Pedagang Kelapa di Tangerang Dikeroyok
-
Acungkan Pistol Mainan, Pengendara Honda Brio Ini Dikeroyok Geng Motor
-
Jaksa Agung Banding Putusan PTUN, KontraS: Semakin Merendahkan Harga Diri
-
Penampilan Terbaru Kate Middleton, Kenakan Busana dengan Kerah Kontras
-
Dikeroyok Pendukung Paslon, Ketua Panwascam Batam Kota Lapor Polisi
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Selevel Innova Budget Rp60 Jutaan untuk Keluarga Besar
- 5 Pilihan Ban Motor Bebas Licin, Solusi Aman dan Nyaman buat Musim Hujan
- 5 HP Memori 128 GB Paling Murah untuk Penggunaan Jangka Panjang, Terbaik November 2025
- 5 Mobil Keluarga Bekas Kuat Tanjakan, Aman dan Nyaman Temani Jalan Jauh
- Cara Cek NIK KTP Apakah Terdaftar Bansos 2025? Ini Cara Mudahnya!
Pilihan
-
Cuaca Semarang Hari Ini: Waspada Hujan Ringan, BMKG Ingatkan Puncak Musim Hujan Makin Dekat
-
Menkeu Purbaya Mau Bekukan Peran Bea Cukai dan Ganti dengan Perusahaan Asal Swiss
-
4 HP dengan Kamera Selfie Beresolusi Tinggi Paling Murah, Cocok untuk Kantong Pelajar dan Mahasiswa
-
4 Rekomendasi HP Layar AMOLED Paling Murah Terbaru, Nyaman di Mata dan Cocok untuk Nonton Film
-
Hasil Liga Champions: Kalahkan Bayern Muenchen, Arsenal Kokoh di Puncak Klasemen
Terkini
-
Rano Karno: JIS Siap Hidup Lagi, Pemprov DKI Benahi Akses dan Fasilitas Pendukung
-
KPK Sudah Terima Surat Keppres Rehabilitasi, Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi dan Rekan Segera Bebas
-
Mulai 2026, Periksa Kehamilan Wajib 8 Kali: Cara Pemerintah Turunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi
-
KPK Ungkap Keppres Rehabilitasi Eks Dirut ASDP Ira Puspitasari Dikirim Pagi Ini
-
Menanti Keppres Turun, Keluarga Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Sudah Tunggu Sejak Subuh di Rutan KPK
-
Isu Pembabatan Mangrove untuk Rumah Pribadi Mencuat, Komisi IV DPR Desak Investigasi Pemerintah
-
Menkes Sesalkan Kematian Ibu Hamil di Papua, Janji Perbaikan Layanan Kesehatan Agar Tak Terulang
-
Danau Maninjau Sumbar Diserbu Longsor dan Banjir Bandang: Akses Jalan Amblas, Banyak Rumah Tersapu!
-
Terungkap! Rangkaian Kekejaman Alex, Bocah Alvaro Kiano Dibekap Handuk, Dicekik, Jasad Dibuang
-
Kronologi Brutal Legislator DPRD Bekasi Diduga Keroyok Warga di Kafe hingga Retina Korban Rusak