Perubahan fisik dan fungsi Jalan Raya Pos amat signifikan, dua abad setelah jalan itu dibuat. Revitalisasi Pantura terjadi setelah krisis ekonomi dunia tahun 1930, sebagaimana merujuk disertasi Endah Sri Hartatik.
Kendati bertransformasi secara fisik dan fungsi, satu hal yang tetap sama dari Jalan Pantura dan Jalan Raya Pos adalah keduanya tetap menjadi primadona, yakni oleh penjajah semasa dulu dan oleh penduduk Jawa saat ini.
Pada 1930-an, migrasi penduduk di Pulau Jawa tak terelakkan. Dalam kurun 50 tahun, perkembangan Pantura pesat pada 1980.
Saat itu orientasi ekonomi Pulau Jawa berubah dari tanaman perkebunan menjadi tanaman pangan dan industrialisasi di pesisir pantai utara Jawa.
Geliat aktivitas dan perekonomian di Jalur Pantura terus berjalan hingga medio 2000-an kendati sejak dulu memiliki saingan berat di medio 1800-an, yakni kereta api.
Sejak 1860-an, jalur kereta api mulai dibangun di wilayah Jawa Tengah (Endah Sri Hartatik dalam Dua Abad Jalan Pantura, 2014).
Meski terkesan jadi jalur yang begitu penting bagi masyarakat Jawa, tak satu pun yang mengetahui sejak kapan asal usul kata “Pantura” muncul sebagai nama popular Jalan Nasional Rute 1 tersebut.
Namun demikian, Endah mencatat istilah “Pantura” dalam wacana di media massa muncul pada penghujung 1980.
'Pantura' kerap ditampilkan dalam pemberitaan koran Kedaulatan Rakyat, Kompas, dan Suara Pembaruan yang menyebut Pantura merujuk pada kawasan Pantai Utara Jawa dengan segala aktivitas perekonomian di pesisirnya.
Baca Juga: Sejarah Tanam Paksa, yang Membuat Masyarakat Pribumi Sengsara
Terlepas dari kapan asal usul itu muncul, Jalur Pantura kini menghadapi tantangan yang sulit untuk tetap menjadi primadona masyarakat Jawa. Namun di sisi lain, ini adalah juga dampak dari perkembangan zaman yang memang terus bergerak maju.
Khususnya sejak tol Cikopo-Palimanan (Cipali) beroperasi pada Juni 2015 silam, Jalur Pantura mulai sepi. Volume kendaraan berkurang lantaran banyak yang beralih menggunakan tol Cipali yang berbayar untuk lebih cepat sampai ke tempat tujuan.
(Sumber tulisan disadur dari buku "Jalan di Indonesia dari Sabang sampai Merauke" yang disusun oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR)
Berita Terkait
Terpopuler
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 7 Mobil Bekas Favorit 2025: Tangguh, Irit dan Paling Dicari Keluarga Indonesia
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 25 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 1 November: Ada Rank Up dan Pemain 111-113
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
Pilihan
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
-
Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
-
5 HP RAM 12 GB Paling Murah, Spek Gahar untuk Gamer dan Multitasking mulai Rp 2 Jutaan
-
Meski Dunia Ketar-Ketir, Menkeu Purbaya Klaim Stabilitas Keuangan RI Kuat Dukung Pertumbuhan Ekonomi
-
Tak Tayang di TV Lokal! Begini Cara Nonton Timnas Indonesia di Piala Dunia U-17
Terkini
-
Dorong Kedaulatan Digital, Ekosistem Danantara Perkuat Infrastruktur Pembayaran Nasional
-
AJI Gelar Aksi Solidaritas, Desak Pengadilan Tolak Gugatan Mentan Terhadap Tempo
-
Temuan Terbaru: Gotong Royong Lintas Generasi Jadi Kunci Menuju Indonesia Emas 2045
-
PSI Kritik Pemprov DKI Pangkas Subsidi Pangan Rp300 Miliar, Dana Hibah Forkopimda Justru Ditambah
-
Penerima Bansos di Jakarta Kecanduan Judi Online, DPRD Minta Pemprov DKI Lakukan Ini!
-
Pecalang Jakarta: Rano Karno Ingin Wujudkan Keamanan Sosial ala Bali di Ibu Kota
-
5 Fakta OTT KPK Gubernur Riau Abdul Wahid: Barang Bukti Segepok Uang
-
Di Sidang MKD: Ahli Sebut Ucapan Ahmad Sahroni Salah Dipahami Akibat Perang Informasi
-
TKA 2025 Hari Pertama Berjalan Lancar, Sinyal Positif dari Sekolah dan Siswa di Seluruh Indonesia
-
Aktivis Serukan Pimpinan Pusat HKBP Jaga Netralitas dari Kepentingan Politik