Suara.com - Dua kelompok nelayan unjuk rasa di depan gedung Pengadilan Negeri Bengkulu, Jalan S. Parman. Demonstrasi berlangsung menjelang pembacaan putusan perkara penyalahgunaan alat tangkap perikanan trawl yang mendudukkan empat orang terdakwa.
Dua kelompok nelayan melakukan aksi, yaitu nelayan trawl dan nelayan tradisional.
Kelompok nelayan trawl mendesak majelis hakim membebaskan keempat terdakwa. Sebaliknya, kelompok nelayan tradisional meminta majelis hakim menghukum berat keempat terdakwa.
Sidang lanjutan hari ini ada dua agenda, yaitu mendengarkan pembelaan keempat terdakwa dan pembacaan putusan.
Pengadilan menyelenggarakan sidang secara virtual untuk mencegah terjadi kerusuhan.
Keempat terdakwa mengikuti persidangan dari Lembaga Pemasyarakatan Bentiring, sementara jaksa dari kantor Kejaksaan Negeri Bengkulu, kata pejabat Hubungan Masyarakat PN Bengkulu Hascaryo.
Antisipasi dilakukan karena pada sidang pembacaan tuntutan pada Selasa (16/2/2021), kelompok nelayan tradisional merusak sejumlah fasilitas di PN Bengkulu usai persidangan.
Mereka menolak tuntutan jaksa. Tuntutan terhadap terdakwa yang hanya penjara selama 10 bulan dan denda Rp100 juta dinilai terlalu rendah dan tidak memenuhi rasa keadilan.
Peristiwa perusakan tersebut saat ini ditangani Polres Bengkulu dan sedang dilakukan penyelidikan.
Baca Juga: 4 Nelayan Deli Serdang Dipenjara di Malaysia, Keluarga Mohon Bantuan Hukum
Dijaga ketat
Jelang sidang pembacaan putusan hari ini, polisi Bengkulu menutup ruas jalan di depan gedung PN Bengkulu untuk membatasi pergerakan dua kelompok nelayan yang unjuk rasa.
"Penutupan jalan ini kami lakukan agar dua kelompok nelayan ini tidak bertemu dan mengantisipasi bentrok," kata Kepala Bagian Operasi Polres Bengkulu AKP Enggarsyah Alimbaldi.
Polisi memisahkan dua kelompok nelayan tersebut dengan jarak yang cukup jauh untuk menghindari bentrokan.
Massa dari kelompok nelayan trawl yang berjumlah ratusan orang tertahan di sekitar kawasan Simpang Skip atau berjarak sekitar 300 meter dari gedung PN Bengkulu.
Sedangkan nelayan tradisional tertahan di sekitar kawasan tugu Fatmawati Soekarno di Simpang Lima Ratu Samban.
Berita Terkait
-
Nelayan Pancer Beradaptasi dengan Teknologi yang Melindungi
-
Kegigihan Pesisir: Ketahanan yang Dipikul oleh Nelayan dan Para Perempuan
-
Pasang Surut Hidup Nelayan: Catatan dari Pesisir yang Jarang Didengar
-
Laut yang Menyadarkan Batas Keserakahan Manusia
-
Tekad Nelayan Pancer, Banyuwangi: Bangkit Setelah Diterpa Gelombang Tsunami
Terpopuler
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
- 7 Sepatu Murah Lokal Buat Jogging Mulai Rp100 Ribuan, Ada Pilihan Dokter Tirta
- 4 Sepatu Lari Teknologi Tinggi Rekomendasi Dokter Tirta untuk Kecepatan Maksimal
- 5 Sepatu Lari Hoka Diskon 50% di Sports Station, Akhir Tahun Makin Hemat
Pilihan
-
Bukan Sekadar Tenda: Menanti Ruang Aman bagi Perempuan di Pengungsian
-
4 Rekomendasi HP Xiaomi Murah, RAM Besar Memori Jumbo untuk Pengguna Aktif
-
Cek di Sini Jadwal Lengkap Pengumuman BI-Rate Tahun 2026
-
Seluruh Gubernur Wajib Umumkan Kenaikan UMP 2026 Hari Ini
-
Indosat Gandeng Arsari dan Northstar Bangun FiberCo Independent, Dana Rp14,6 Triliun Dikucurkan!
Terkini
-
Ngebet Islah, Gus Yahya: Biar Semua Masalah Diselesaikan Muktamirin di Muktamar
-
16.078 Warga Binaan Terima Remisi Natal 2025: 174 Napi Langsung Bebas, Negara Hemat Rp9,4 Miliar
-
UMP DKI 2026 Ditetapkan Rp5,7 Juta, Pramono Ungkap Formula Baru Era Prabowo
-
Pengamat Sorot Gebrakan Mendagri di Sumatra, Dinilai Perkuat Penanganan Bencana
-
Rawat Tradisi Lung Tinulung, HS dan Musisi Jogja Galang Donasi untuk Korban Bencana Sumatera
-
3x24 Jam Berlalu, Gus Yahya Sebut Belum Ada Respons dari Rais Aam Soal Upaya Islah
-
Orang Dekat Prabowo 'Pecah Bintang', Dua Ajudan Setia Kini Sandang Pangkat Jenderal
-
Gunungan Uang Rp6,6 Triliun Dipamerkan di Kejagung, Hasil Denda dan Rampasan Korupsi Kehutanan
-
Lewat BRIN, Bagaimana Indonesia Ikut Menentukan Cara Dunia Baca Ancaman Mikroplastik Laut?
-
Alarm Merah KPK: 60 LHKPN Pejabat Masuk Radar Korupsi, Harta Tak Sesuai Profil