Suara.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menolak segala bentuk model proyek ketahanan pangan yang dilangsungkan pemerintahan Presiden Joko Widodo di berbagai wilayah Indonesia. Sebab, selama ini model proyek tersebut hanya merugikan lingkungan, masyarakat adat ataupun lokal yang sudah menjaga wilayahnya sendiri.
"Dalam kesempatan ini kami ingin menegaskan kembali bahwa Walhi menolak dengan tegas segala model proyek yang dipaksakan ke berbagai wilayah di Indonesia yang sifatnya itu berskala besar," kata Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Nur Hidayati dalam sebuah diskusi virtual yang disiarkan langsung melalui YouTube WALHI Nasional, Senin (28/6/2021).
Proyek ketahanan pangan berskala besar yang dijalankan pemerintah itu mengandalkan keterlibatan korporasi-korporasi sebagai pemilik terbesar dalam segi penguasaan. Menurut pengamatan Walhi selama ini, sesungguhnya tidak ada perubahan yang nampak dari proyek-proyek berskala besar tersebut sejak masa Orde Baru hingga Jokowi.
"Proyek-proyek diberikan kepada korporasi masih dengan logika ataupun kepercayaan model ekonomi trickle down yaitu di mana kepercayaan ini diberikan fasilitas dan kesempatan kepada aktor-aktor skala besar padat modal," tuturnya.
Kalau misalkan melihat tujuan pemerintah, maksud dari model ekonomi trickle down itu di mana program ketahanan pangan yang bakal dikuasai oleh korporasi dan masyarakat akan mendapat rembesannya. Namun, pada kenyataannya model itu sudah gagal dari rezim ke rezim.
"Mulai sejak Soeharto, sejak SBY hingga saat ini semua proyek tersebut gagal dengan nama yang berbeda-beda," ucapnya.
Semisal pada pemerintahan Presiden ke-2 RI Soeharto ada yang namanya proyek lahan gambut satu juta hektar (Mega Rice Project). Proyek tersebut hendaknya mengubah lahan gambut menjadi area pertanian dengan harapan dapat menghasilkan sumber daya pangan yang dibutuhkan masyarakat.
Namun realitasnya, pemerintah hanya bisa melakukan satu kali panen padi. Sementara sisanya, 1,4 juta hektar hutan gambut itu hancur, kayu-kayu habis tidak tersisa dan akibatnya saat ini wilayahnya malah menjadi sumber kebakaran hutan yang tentu mengganggu kelangsungan hidup masyarakat di sekitarnya.
Kemudian ada juga Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) atau proyek ketahanan pangan yang dilakukan di Merauke. Bukan dapat untung, suku adat Malind justru kehilangan hak-hak hidup mereka di sana akibat adanya proyek MIFEE.
Baca Juga: Food Estate jadi Ancaman Baru Warga Papua, WALHI: Ulangi Program Masa Lalu Kapitalis!
"Semua aktor-aktor korporasi yang selama ini memang memiliki kaitan-kaitan yang erat dengan kepentingan-kepentingan politik," tuturnya.
"Ini yang saya pikir perlu menjadi perhatian seluruh warga masyarakat di Indonesia bahwa tidak ada ketahanan pangan, kedaulatan pangan yang akan terjadi dengan proyek-proyek skala besar ini."
Berita Terkait
-
Food Estate jadi Ancaman Baru Warga Papua, WALHI: Ulangi Program Masa Lalu Kapitalis!
-
BEM UI Kritik Jokowi, Ade Armando: Saya Menghargai Kebebasan Berekspresi
-
Kebut Vaksinasi, Presiden Jokowi Minta Pada Agustus 2021 Dua Juta Dosis Vaksin Per Hari
-
Malari Sebut Habib Rizieq Lebih Dipercaya Dibanding Presiden Jokowi
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- Jordi Cruyff Sudah Tinggalkan Indonesia, Tinggal Tandatangan Kontrak dengan Ajax
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
Terkini
-
Update Jalur Aceh: Geumpang-Pameu Akhirnya Tembus Mobil, Tapi Akses ke Kota Takengon Masih Lumpuh
-
Kejagung Siapkan Jurus Ekstradisi, 3 Buron Kakap Jurist Tan hingga Riza Chalid Siap Dijemput Paksa
-
Diduga Gelapkan Uang Ganti Rugi Rp5,9 M, Lurah Rawa Burung Dilaporkan ke Polda Metro Jaya
-
Kementerian P2MI Paparkan Kemajuan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia di Hadapan Komite PBB
-
Penyakit Mulai Hantui Pengungsi Banjir Sumatra, Kemenkes Diminta Gerak Cepat
-
Soal DPR Lakukan Transformasi, Puan Maharani: Ini Niat Baik, Tapi Perlu Waktu, Tak Bisa Cepat
-
BGN Larang Ada Pemecatan Relawan di Dapur MBG Meski Jumlah Penerima Manfaat Berkurang
-
KPK Akui Sedang Lakukan Penyelidikan Kasus Dugaan Korupsi di PT LEN Industri
-
KPK Periksa Lagi Bos Maktour Usai Penyidik Pulang dari Arab, Jadi Kunci Skandal Kuota Haji
-
Buntut Kayu Gelondongan di Banjir Sumatra, Puan Bicara Peluang Revisi UU Kehutanan