Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan keberatan atas temuan maladministrasi Tes Wawasan Kebangsaan atau TWK oleh Ombudsman RI dalam peralihan status pegawai KPK menjadi PNS.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan ada 13 poin catatan KPK kepada Ombudsman RI terkait keberatan temuan maladministrasi TWK tersebut.
Pertama, pokok perkara yang diperiksa Ombudsman RI merupakan pengujian keabsahan formil pembentukan Perkom KPK No 1 Tahun 2020 yang merupakan kompetensi absolute Mahkamah Agung dan saat ini sedang dalam proses pemeriksaan. kedua, Ombudsman RI melanggar kewajiban hukum untuk menolak laporan atau menghentikan pemeriksaan atas laporan yang diketahui sedang dalam pemeriksaan pengadilan.
"Ketiga, Legal Standing pelapor bukan masyarakat penerima layanan publik KPK sebagai pihak yang berhak melapor dalam pemeriksaan Ombudsman RI," kata Ghufron dalam konferensi persnya, Kamis (5/8/2021).
Keempat, pokok perkara pembuatan peraturan alih status pegawai KPK, pelaksanaan TWK dan penetapan hasil TWK yang diperiksa oleh Ombudsman RI bukan perkara pelayanan publik. Kelima, Pendapat Ombudsman RI yang menyatakan ada penyisipan materi TWK dalam tahapan pembentukan kebijakan tidak didasarkan bahkan bertentangan dengan dokumen, keterangan saksi, dan pendapat ahli dalam LHAP.
Keenam, Pendapat Ombudsman RI yang menyatakan pelaksanaan rapat harmonisasi tersebut dihadiri pimpinan Kementerian atau Lembaga yang seharusnya dikoordinasikan dan dipimpin oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan.
"Penyalahgunaan wewenang terjadi dalam penandatangan Berita Acara Pengharmonisasian yang dilakukan oleh pihak yang tidak hadir pada rapat harmonisasi itu," ujarnya.
Ketujuh, Fakta hukum Rapat Koordinasi Harmonisasi yang dihadiri atasannya yang dinyatakan sebagai maladministrasi, dilakukan juga oleh Ombudsman RI dalam pemeriksaan. Kedelapan, Pendapat Ombudsman Rl yang menyatakan KPK tidak melakukan penyebarluasan informasi Rancangan Peraturan KPK melalui Portal Internal KPK bertentangan dengan bukti.
Kesembilan, Pendapat Ombudsman Rl berkaitan tentang terdapat Nota Kesepahaman dan kontrak swakelola antara KPK dan BKN tentang tahapan pelaksanaan Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) tidak relevan karena tidak pernah digunakan dan tidak ada konsekwensi hukumnya dengan keabsahan TWK dan hasilnya.
Kesepuluh, pendapat Ombudsman Rl yang menyatakan telah terjadi maladministrasi berupa tidak kompetennya BKN dalam melaksanakan Asesmen TWK bertentangan dengan hukum dan bukti. Sebelas, pendapat Ombudsman RI yang menyatakan bahwa KPK tidak patut menerbitkan Surat Keputusan Ketua KPK Nomor 652 Tahun 2021 karena merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN tidak berdasar hukum.
Baca Juga: Pimpinan KPK Keberatan Atas Temuan Maladministrasi TWK oleh Ombudsman RI
Dua belas, pendapat Ombudsman Rl berkenaan dengan Berita Acara tanggal 25 Mei 2021, bahwa Menteri PANRB, Menteri Hukum dan HAM, Kepala BKN, 5 Pimpinan KPK, Ketua KASN dan Kepala LAN telah melakukan pengabaian terhadap pernyataan Presiden tersebut. Dan telah melakukan tindakan maladministrasi berupa penyalahgunaan wewenang terhadap kepastian status dan hak untuk mendapatkan perlakukan yang adil dalam hubungan kerja tidak berdasar hukum.
Poin terakhir, kata Ghufron, bahwa korektif yang diminta Ombudsman RI terhadap KPK tidak ada hubungannya sama sekali dengan laporan dan hasil temuannya.
"Tindakan korektif yang direkomendasikan Ombudsman RI tidak memiliki hubungan sebab akibat (causalitas verband) bahkan bertentangan dengan kesimpulan dan temuan LHAP," imbuhnya.
Seperti diketahui, Ombudsman RI menemukan adanya tiga fokus dugaan maladministrasi TWK. Pertama, Pembentukan kebijakan proses peralihan pegawai KPK menjadi ASN.
Kedua, proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN. Ketiga, dalam tahap penetapan hasil assessment wawancara kebangsaan.
"Tiga hal itu ditemukan potensi-potensi maladministrasi," kata Ketua Ombudsman RI dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.
Maka itu, Ombudsman RI menyatakan ada empat poin tindakan korektif yang harus dilakukan oleh pimpinan KPK dan Sekretaris Jenderal KPK. Pertama, memberikan penjelasan konsekuensi TWK bagi pegawai KPK yang tidak lulus menjadi PNS.
Berita Terkait
Terpopuler
- 10 Sunscreen untuk Flek Hitam Terlaris di Shopee yang Bisa Kamu Coba
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- Lebih Murah dari Innova Zenix: 5 Mobil 7 Seater Kabin Lega Cocok untuk Liburan Keluarga Akhir Tahun
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- 7 Mobil 8 Seater Termurah untuk Keluarga, MPV hingga SUV Super Nyaman
Pilihan
-
3 Rekomendasi HP Xiaomi 1 Jutaan Chipset Gahar dan RAM Besar, Lancar untuk Multitasking Harian
-
Tukin Anak Buah Bahlil Naik 100 Persen, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Tahu!
-
Menkeu Purbaya Mau Tangkap Pelaku Bisnis Thrifting
-
4 HP Memori 256 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer yang Ingin Install Banyak Game
-
Disebut Menteri Berbahaya, Menkeu Purbaya Langsung Skakmat Hasan Nasbi
Terkini
-
Mahfud Ragu Luhut Terlibat Dugaan Korupsi Whoosh: Dia Masuk Saat Barang Sudah Busuk
-
Geger Utang Whoosh, Mahfud MD: 1000 Persen Setuju Jokowi, Tapi Usut Tuntas Dugaan Mark Up
-
Sandra Dewi Cabut Gugatan: Awalnya Ngotot, Kini Pasrah Barang-barang Disita Kejagung, Mengapa?
-
Geger Utang Whoosh, Bunga Pinjaman China Disebut 20 Kali Lipat Lebih Ganas dari Jepang
-
Luhut Sebut Whoosh 'Busuk' Sejak Awal, Said Didu Heran: Kenapa Kebusukan Itu Tidak Dihentikan?
-
Akhir Pelarian Dugi Telenggen Anggota OPM Penembak Brigpol Joan, Ditangkap saat Asyik Main HP
-
Kekerasan hingga Penipuan Daring, KemenPPPA Soroti Kerentanan Perempuan di Dunia Nyata dan Digital
-
Wakili Indonesia, Kader PSI Soroti Masalah Ini di Konferensi Dunia di Shanghai
-
Bukan Cari Cuan, Jokowi Beberkan Alasan Bangun Whoosh Meski Diterpa Isu Korupsi
-
Politikus Nasdem Rajiv Mangkir dari Pemeriksaan Kasus CSR, KPK Pastikan Bakal Panggil Ulang