News / Nasional
Selasa, 28 Oktober 2025 | 12:57 WIB
Kolase Mahfud MD dan Luhut Binsar Pandjaitan. [Dok.Istimewa]
Baca 10 detik
  • Mahfud MD meragukan keterlibatan Luhut Binsar Pandjaitan dalam dugaan korupsi awal proyek Whoosh, menyatakan Luhut baru ditugaskan pada 2020 untuk menyelesaikan proyek yang "sudah busuk"
  • Dugaan korupsi berpusat pada proses kontrak awal (2015-2016), terutama perpindahan proyek dari Jepang ke Cina yang menyebabkan bunga pinjaman membengkak drastis dari 0,1% menjadi 3,4%
  • Proyek ini dinilai dipaksakan oleh Presiden Jokowi saat itu, yang disebut mengabaikan peringatan ahli dan bahkan memecat Menhub Ignatius Jonan karena menentang kelanjutan proyek dengan skema baru

Suara.com - Di tengah panasnya penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh), mantan Menko Polhukam Mahfud MD melontarkan pernyataan mengejutkan. Ia mengaku ragu Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, ikut terlibat dalam skandal ini sejak awal.

Menurut Mahfud, Luhut baru ditugaskan Presiden Joko Widodo untuk menangani proyek ini pada tahun 2020, jauh setelah kontrak awal yang penuh drama diteken pada 2015-2016.

"Bahkan saya juga ragu ya, meskipun orang boleh boleh saja berspekasi. Ragu kalau Pak Luhut itu terlibat di sini. Karena Pak Luhut itu baru diberi tugas sesudah kasus ini bocor dan bosok. Tahun 2020 kan Pak Luhut baru diberi tugas nangani ini," ujar Mahfud dalam sebuah tayangan televisi, Senin (27/10/2025).

Mahfud menegaskan bahwa sebelum 2020, Luhut tidak ikut campur dalam proyek ini. Penugasan Luhut, menurutnya, adalah untuk menyelesaikan masalah yang sudah terlanjur carut-marut.

"Bukan saya membela Pak Luhut. Saya kira Pak Luhut tidak ikut dari awal kasus ini dan tidak ada yang nyebut kalau di awal ikut. Dia baru tahun 2020 disuruh nyelesaikan dan kata Pak Luhut barang itu sudah busuk gitu," tegas Mahfud.

Meski meragukan keterlibatan Luhut, Mahfud tetap mendorong KPK untuk mengusut tuntas dugaan korupsi dalam proyek yang kini menanggung utang Rp 118 triliun tersebut. Ia sepakat dengan pernyataan Jokowi bahwa transportasi publik bukan untuk mencari untung, namun ia menggarisbawahi bahwa prosesnya tidak boleh diwarnai tindak pidana.

"Kita setujulah kereta apinya bagus. Itu bagi saya tidak harus untung, pasti rugilah namanya untuk pelayanan rakyat. Tetapi tidak boleh juga ada korupsi di situ," kata Mahfud.

Mahfud juga meluruskan bahwa ia bukanlah orang pertama yang mengungkap adanya kejanggalan. Ia menyebut nama ahli Antoni Budiawan yang pertama kali menyinggung kemungkinan adanya mark-up dan kickback, serta Agus Pambagio yang mengungkap adanya pemecatan karena tidak setuju dengan proyek tersebut.

"Yang bilang ada mark-up itu kan bukan saya, Pak Antoni Budiawan," jelasnya.

Baca Juga: Geger Utang Whoosh, Mahfud MD: 1000 Persen Setuju Jokowi, Tapi Usut Tuntas Dugaan Mark Up

Lebih jauh, Mahfud mengungkap bahwa proyek Whoosh sejak awal terkesan dipaksakan oleh Presiden Jokowi. Ia menceritakan bagaimana peringatan dari Menteri Perhubungan saat itu, Ignatius Jonan, yang menyebut proyek ini tidak visibel dan tidak menguntungkan, justru berujung pada pemecatan.

"Pak, ini tidak visible, kata Pak Jonan ke Jokowi. Tapi malahan Pak Jonannya yang dipecat, digantikan," ungkap Mahfud.

Titik awal kecurigaan, menurut Mahfud, adalah perpindahan kontrak secara tiba-tiba dari Jepang ke Cina. Awalnya, proyek ini direncanakan sebagai kerja sama G2G (antar pemerintah) dengan Jepang dengan bunga pinjaman hanya 0,1 persen.

Namun, kesepakatan itu dibatalkan dan dialihkan ke Cina dengan skema B2B (antar bisnis) dengan bunga yang membengkak hingga 3,4 persen.

"Pada saat proses pembuatan kontrak, ya. Pemindahan kontrak dari Jepang ke Cina itu patut dipertanyakan," pungkas Mahfud.

Load More