Salah satunya muncul dari aktivis dan sosiolog Nida Kirmani yang mengatakan kepada DW bahwa pesan seputar pakaian anak perempuan dalam buku pelajaran itu mengikuti pesan dari pemerintah tentang kesopanan pakaian perempuan.
Seperti diketahui, Perdana Menteri Imran Khan baru-baru ini memicu kemarahan publik karena pernyataannya yang mengaitkan peningkatan kekerasan seksual dengan cara perempuan berpakaian.
“Buku-buku ini tampaknya mendorong jenis pakaian tertentu untuk semua perempuan dan anak perempuan, padahal kita tahu ada banyak jenis praktik berjilbab di Pakistan, bukan hanya satu,” kata Kirmani.
Mengapa buku didesain seperti itu? Menurut Ayesha Razzaque, penasihat teknis Kementerian Pendidikan Federal dan Pelatihan Profesional, penggambaran stereotip semacam ini muncul karena tidak ada lensa gender atau titik temu yang digunakan dalam desain buku.
“Buku yang dimaksudkan untuk membentuk pikiran anak muda harus memiliki tema dan nada yang konsisten di dalam kurikulum, SNC kurang dalam hal itu. Jika lensa gender diterapkan pada desain buku, kita pasti akan memiliki pesan dan pembelajaran yang sangat berbeda,” katanya.
Razzaque menambahkan bahwa karena kurangnya perspektif inklusif, SNC tidak mencerminkan “keanekaragaman yang kaya” di Pakistan, terutama dalam hal keragaman pengalaman perempuan.
Sementara itu, Jamil dari ITA mengatakan kepada DW bahwa di negara seperti Pakistan, di mana populasi perempuan secara tidak proporsional menderita tradisi adat yang diskriminatif, simbolisme penutup kepala sebagai norma justru dapat menyebabkan kekerasan sistematis yang lebih besar terhadap perempuan.
“Jika kita ingin memiliki kesetaraan gender, maka harus dimulai pada usia yang sangat muda,” ujarnya.
Kurikulum baru picu tantangan baru Kepada DW, mantan ketua Komisi Pendidikan Tinggi Pakistan, Tariq Banuri, mengaku khawatir bahwa SNC justru akan semakin “membingungkan” sistem pendidikan di negara itu.
Baca Juga: Isu Pangkalan Militer AS Diambil China, Afghanistan Temui Rusia, Pakistan, Turki dan Qatar
Kurangnya keterwakilan perempuan, agama minoritas dan keragaman budaya menimbulkan risiko bagi terciptanya lebih banyak perpecahan daripada menjembatani perbedaan, kata Banuri menambahkan.
“Kita mempertaruhkan generasi lain yang tidak dapat mempertanyakan pembelajaran mereka. Ini adalah masalah berbahaya yang kita hadapi,” ujarnya.
“SNC harusnya mempromosikan kreativitas dan pemikiran kritis tetapi kurikulumnya tidak hanya sama dengan tahun-tahun sebelumnya, tapi juga tidak berkualitas untuk menghasilkan generasi pemikir bebas dan innovator,” tambahnya.
Banuri mengatakan siswa yang memiliki privilese lebih akan dapat mengimbangi ajaran konservatif dengan suplemen yang lebih analitis, tetapi siswa yang kurang beruntung akan terus menderita dari pendidikan seperti itu.
Inilah yang akan menjadi tantangan bagi SNC yang cita-citanya dimuat dalam sebuah slogan, “Satu Bangsa, Satu Kurikulum.”
Tidak hanya muncul dari masyarakat, penolakan terhadap SNC juga muncul dari pemerintah lokal. Tepatnya dari provinsi selatan Sindh yang menyebut SNC “kurang terencana” dan “seksis.”
Berita Terkait
-
Hak Reproduksi Dianggap Beban, Komnas Perempuan Desak Reformasi Kebijakan Ketenagakerjaan
-
Serangan Udara Picu Eskalasi Konflik Afghanistan-Pakistan: Puluhan Tewas, Rusia Merespon!
-
Hariati Sinaga Kritik Sistem Kapitalis yang Menghalangi Kesetaraan
-
Pakistan Berduka: Korban Banjir Melonjak Drastis
-
Merah Putih yang Ternoda, Saat Kreator Menuntut Keadilan
Terpopuler
- Lupakan Louis van Gaal, Akira Nishino Calon Kuat Jadi Pelatih Timnas Indonesia
- Mengintip Rekam Jejak Akira Nishino, Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia
- 7 Mobil Keluarga 7 Seater Seharga Kawasaki Ninja yang Irit dan Nyaman
- Link Download Logo Hari Santri 2025 Beserta Makna dan Tema
- Baru 2 Bulan Nikah, Clara Shinta Menyerah Pertahankan Rumah Tangga
Pilihan
-
5 Laga Klasik Real Madrid vs Juventus di Liga Champions: Salto Abadi Ronaldo
-
Prabowo Isyaratkan Maung MV3 Kurang Nyaman untuk Mobil Kepresidenan, Akui Kangen Naik Alphard
-
Suara.com Raih Penghargaan Media Brand Awards 2025 dari SPS
-
Uang Bansos Dipakai untuk Judi Online, Sengaja atau Penyalahgunaan NIK?
-
Dedi Mulyadi Tantang Purbaya Soal Dana APBD Rp4,17 Triliun Parkir di Bank
Terkini
-
Sultan B. Najamudin Turun ke Sawah, Serahkan Alsintan dan Benih Jagung untuk Petani Bengkulu
-
Pemerintahan Prabowo Genap Setahun, Kemenhub Fokus Konektivitas dan Keselamatan
-
Istana Segera Umumkan Struktur Komite Reformasi Polri: Pastikan Ada Nama Mahfud MD!
-
Pimpinan DPR Sudah Terima Surat, MKD Bakal Gelar Sidang Bahas Nasib Ahmad Sahroni hingga Uya Kuya?
-
Viral Tangis Ibu di Lampung: Anak Korban Bully, Sekolah Malah Memberhentikannya
-
Mendagri dan Kepala BNN Bahas Penguatan Sinergi Penanggulangan Narkoba
-
Polri Ungkap Modus Baru Narkoba: Obat Bius Legal 'Etomidate' Diubah Jadi Cairan Vape
-
Kesehatan Jadi Tameng? KPK Ungkap Alasan Belum Tahan Kusnadi di Kasus Korupsi Dana Hibah Jatim
-
9 TPU di Jakarta Selatan Penuh, Sistem Makam Tumpang Jadi Solusi Utama
-
Meme Bahlil Makin Menjadi-jadi Usai Diancam UU ITE, Underbow Golkar Polisikan Sejumlah Akun Medsos