Suara.com - Abdul Qadeer Khan, tokoh kontroversial yang dikenal sebagai “bapak bom nuklir” Pakistan tutup usia pada Minggu (10/10/2021) waktu setempat, setelah sakit selama beberapa waktu karena terjangkit Covid-19, kata pihak keluarga. Khan meninggal dalam usia 85 tahun.
Dilansir dari laman VOA Indonesia, Senin (11/10/2021), Menteri Dalam Negeri Sheikh Rasheed Ahmad mengatakan Khan, yang menggagas Pakistan untuk menjadi negara yang memiliki senjata nuklir pada awal tahun 1970an, meninggal di rumah sakit KRL di Ibu Kota Pakistan, Islamabad.
Ribuan orang menghadiri upacara pemakaman kenegaraan di Masjid Faisal yang terbuat dari marmer putih besar di ibu kota. Jenazahnya dibawa ke tempat pemakaman dengan pengawal kehormatan, sementara para pejabat militer dan politik memanjatkan doa. Seluruh bendera di Pakistan diturunkan setengah tiang tanda berduka.
Sosok Kontroversial
Sosok Khan diselimuti kontroversi, yang dimulai bahkan sebelum ia kembali ke Pakistan dari Belanda pada 1970an, di mana ia pernah bekerja di fasilitas penelitian nuklir.
Menurut penelitian yang dilakukan Carnegia Endowmnet for International Peace, ia dituduh mencuri teknologi pengayaan sentrifugal uranium dari fasilitas nuklir di Belanda, yang kelak digunakannya untuk mengembangkan senjata nuklir pertama Pakistan.
Khan, yang meraih gelar doktor di bidang teknik metalurgi dari Universitas Katolik Leuven di Belgia, menggagas untuk meluncurkan program senjata nuklir Pakistan pada 1974. Hal itu disampaikannya setelah negara tetangganya, India, melakukan “ledakan nuklir damai” pertamanya.
Khan ketika itu menemui Perdana Menteri Zulfikar Ali Bhutto untuk menawarkan teknologi program senjata nuklir Pakistan sendiri. Sejak saat itu Pakistan tanpa henti berupaya keras berkompetisi dalam program senjata nuklir dengan India. Keduanya dinyatakan sebagai negara pemilik senjata nuklir setelah melakukan uji coba senjata nuklir 1998.
Tuduhan AS
Baca Juga: Pakistan Diguncang Gempa Magnitudo 5,9, 20 Orang Tewas dan Ratusan Luka-luka
Program nuklir Pakistan dan keterlibatan Khan telah sejak lama menjadi subyek tudingan dan kritik. Amerika Serikat (AS) menuduh Khan memperdagangkan rahasia nuklir ke Iran dan Korea Utara pada 1990an setelah Amerika menjatuhkan sanksi terhadap Pakistan karena program senjata nuklirnya.
Selama sepuluh tahun, ketika Uni Sovyet menduduki Afghanistan, beberapa presiden Amerika secara berulangkali menyatakan Pakistan tidak mengembangkan senjata nuklir. Pernyataan dan sertifikasi itu diperlukan di bawah hukum Amerika agar dapat tetap mengijinkan pemberian bantuan kepada pemerintah Afghanistan anti-komunis melalui Pakistan.
Namun pada 1990, hanya beberapa bulan setelah penarikan pasukan Uni Sovyet dari Afghanistan pada tahun 1989, AS menjatuhkan sanksi yang melumpuhkan Pakistan karena menyudahi pemberian seluruh bantuan pada negara itu, termasuk bantuan militer dan kemanusiaan.
Pakistan dituduh menjual teknologi senjata nuklir pada Korea Utara dengan imbalan rudal No-Dong yang mampu membawa hulu ledak nuklir.
Laporan Kajian Kongres pada 2003 menyatakan meskipun sulit untuk menunjukkan dengan tepat kerjasama nuklir Pakistan dan Korea Utara, kemungkinan hal itu dimulai pada pertengahan tahun 1990an.
Pahlawan Nasional
Di Pakistan, Abdul Qadeer Khan, disanjung sebagai pahlawan dan bapak bom nuklir. Partai-partai keagamaan yang radikal menyebutnya sebagai satu-satunya bapak bom nuklir Islam.
Setelah 2001, Khan disisihkan oleh presiden ketika itu, Jendral Pervez Musharraf, ketika rincian dugaan penjualan rahasia nuklir Khan menjadi sorotan luas. Khan mengecam keras Musharraf dan usahanya untuk menjauhkan negara dari kegiatannya. Ia juga berulangkali menyangkal terlibat dalam penjualan rahasia atau pertukaran teknologi senjata nuklir rahasia.
Dalam beberapa tahun terakhir, Khan menutup diri dari publik.
Ungkapan rasa hormat disampaikan banyak ilmuwan dan politisi Pakistan tak lama setelah kabar kematiannya. Termasuk di antaranya adalah dari Perdana Menteri Imran Khan, yang mencuit di Twitter.
Associated Press mengutip seorang warga yang mengatakan Khan adalah “kebanggaan kami.” “Saya ingin mengatakan kematiannya adalah tragedi nasional. Hari ini setiap orang sangat sedih,” tambahnya. (Sumber: VOA Indonesia)
Berita Terkait
-
Gempa Pakistan Buat Kota Ini Gelap Gulita, Petugas Medis Rawat Korban Diterangi Senter
-
Pakistan Diguncang Gempa Magnitudo 5,9, 20 Orang Tewas dan Ratusan Luka-luka
-
Pakistan Diguncang Gempa 5,7 SR, Setidaknya 20 Orang tewas
-
Pakistan Minta Dunia Buka Blokir Aset Miliaran Dolar Milik Afghanistan
-
Bagaimana Hidup di Kota Bersuhu Panas Ekstrem dan Cara Menurunkannya?
Terpopuler
- Kopi & Matcha: Gaya Hidup Modern dengan Sentuhan Promo Spesial
- Ameena Akhirnya Pindah Sekolah Gegara Aurel Hermanyah Dibentak Satpam
- Breaking News! Keponakan Prabowo Ajukan Pengunduran Diri Sebagai Anggota DPR RI Gerindra, Ada Apa?
- Prabowo Incar Budi Gunawan Sejak Lama? Analis Ungkap Manuver Politik di Balik Reshuffle Kabinet
- Patrick Kluivert Senyum Nih, 3 Sosok Kuat Calon Menpora, Ada Bos Eks Klub Liga 1
Pilihan
-
Foto AI Tak Senonoh Punggawa Timnas Indonesia Bikin Gerah: Fans Kreatif Atau Pelecehan Digital?
-
Derby Manchester Dalam 3 Menit: Sejarah, Drama, dan Persaingan Abadi di Premier League
-
Disamperin Mas Wapres Gibran, Korban Banjir Bali Ngeluh Banyak Drainase Ditutup Bekas Proyek
-
Ratapan Nikita Mirzani Nginep di Hotel Prodeo: Implan Pecah Sampai Saraf Leher Geser
-
Emil Audero Jadi Tembok Kokoh Indonesia, Media Italia Sanjung Setinggi Langit
Terkini
-
Benarkah Puteri Komarudin Jadi Menpora? Misbakhun: Mudah-mudahan Jadi Berkah
-
Skandal Tol Rp500 Miliar, Kejagung Mulai Usut Perpanjangan Konsesi Ilegal CMNP
-
Tim Independen LNHAM Terbentuk, Bakal Ungkap Fakta Kerusuhan Agustus 2025
-
Yusril Bongkar 'Sistem Gila' Pemilu, Modal Jadi Caleg Ternyata Jauh Lebih Gede dari Gajinya
-
Pengamat: Keberanian Dasco Minta Maaf dan Bertemu Mahasiswa jadi Terobosan Baru DPR
-
BPOM Respons Temuan Indomie di Taiwan Mengandung Etilen Oksida, Produk Masih Aman di Indonesia?
-
Kejagung Ungkap Nilai Aset Sitaan Sawit Ilegal Kini Tembus Rp 150 Triliun
-
18 WNI dari Nepal Tiba di Tanah Air Hari Ini, Dipulangkan di Tengah Krisis Politik
-
Di Balik Mundurnya Rahayu Saraswati, Mahfud MD Sebut Ada 'Badai Politik' Menerjang DPR
-
Dugaan Korupsi Tol CMNP Mulai Diusut, Siapa Saja yang Diperiksa Kejagung?