Suara.com - Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) mengkritik pernyataan Presiden Jokowi yang meminta Kementerian Pertahanan menjadi orkestrator informasi intelijen. Menurut PBHI pernyataan Jokowi itu melanggar UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen negara, dari segi fungsi, struktur tata negara, dan tujuan dari intelijen itu sendiri.
Dalam keterangan tertulis tertanda Ketua PBHI Julius Ibrani dan Sekjen PBHI Gina Sabrina, mereka menganggap pernyataan Jokowi akan mengaburkan tata kelola kenegaraan.
"Karena Kementerian Pertahanan bukan leading sektor dari pengelolaan informasi terkait dengan keamanan negara. Kementerian Pertahanan bukanlah lembaga yang menurut undang-undang sebagai lembaga koordinasi intelijen negara," tulis PBHI, dikutip Minggu (22/1/2023).
Merujuk Pasal 1 Angka 1 UU 17/2011, PBHI menegaskan Intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang terkait dengan perumusan kebijakan, strategi nasional, dan pengambilan keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional.
PBHI melanjutkan, definisi ini menjelaskan fungsi intelijen sebagai bahan perumusan kebijakan dan straegi nasional, yang menstrukturkan hierarki instansi sektoral (TNI, Polri, Kejaksaan, Kementerian/Lembaga) sebagai pengumpul informasi dan fakta (Pasal 9) melalui isu dan perspektif sektoral, sehingga dapat dirumuskan secara holistik dan komprehensif oleh koordinator Intelijen, yakni BIN (Pasal 38). Perpres No. 67 tahun 2013 tentang Koordinasi Intelijen Negara, menegaskan kembali relasi fungsi dan hierarki tersebut dalam Pasal 3.
"BIN sebagai koordinator penyelenggara Intelijen Negara bertugas mengoordinasikam penyelenggaraan Intelijen Negara; memadukan produk Intelijen; melaporkan penyelenggaraan koordinasi Intelijen Negara kepada Presiden; dan mengatur dan mengoordinasikan Intelijen pengamanan," tulis PBHI.
Karana itu, PBHI menegaskan kembali penempatan Kementerian Pertahanan di atas BIN jelas melanggar UU No. 17/2011.
"Dan justru terlihat hendak mengutamakan pendekatan sektoral pertahanan yang bernuansa militerisme, dan artinya isu pertahanan membawahi isu hukum, hak asasi manusia, dan lainnya, dan berpotensi semakin menjauhkan kebijakan negara dari supremasi dan kebebasan sipil sebagai mandat reformasi," kata PBHI.
Selain melanggaran aturan perundangan, PBHI berujar mengibah posisi Kementerian Pertahanan dalam fungsi dan strukur intelijen juga melanggar konstitusi UUD Negara RI Tahun 1945, lantaran mengubah Kementerian Pertahanan secara ketatanegaraan. Padahal tulis PBHI, Kementerian Pertahanan adalah 1 dari 3 Kementerian yang tidak dapat dibubarkan atau diubah presiden karena diatur langsung oleh konstitusi UUD 45.
“Presiden Jokowi telah merusak fungsi dan struktur intelijen berbasis prinsip dasar sebagaimana UU No. 17/2011, bahkan berpotensi mengubah Kementerian Pertahanan yang artinya melanggar konstitusi. Jangan sampai, pendekatan militerisme yang anti-supremasi sipil jadi basis utama fungsi intelijen ke depannya," kata PBHI.
Masih menanggapi pernyataan Jokowi pada rapat pimpinan Kementerian Pertahanan, PBHI mewanti-wanti presiden agar tidak mempolitisasi Kementerian Pertahanan.
"Presiden Jokowi jangan mempolitisasi Kementerian Pertahanan melalui perubahan fungsi dan struktur intelijen hanya karena investasi politik melalui Menhan Prabowo, sekaligus ajang peralihan pijakan politik dari parpol pendukung dan seluruh komponennya, ke calon penguasa yang baru," ujar PBHI.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 6 Shio Ini Diramal Paling Beruntung dan Makmur Pada 11 Desember 2025, Cek Kamu Salah Satunya?
- Kode Redeem FC Mobile 10 Desember 2025: Siap Klaim Nedved dan Gems Melimpah untuk Player F2P
Pilihan
-
Rencana KBMI I Dihapus, OJK Minta Bank-bank Kecil Jangan Terburu-buru!
-
4 Rekomendasi HP 5G Murah Terbaik: Baterai Badak dan Chipset Gahar Desember 2025
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
-
OJK: Kecurangan di Industri Keuangan Semakin Canggih
Terkini
-
Misteri Sekeluarga Tewas di Tol Tegal: Mesin Mati AC Nyala, Pengemudi Sempat Tolak Bantuan Medis
-
Marak Kepala Daerah Kena OTT, Golkar Serukan Evaluasi Total Sistem Seleksi Pemimpin
-
Revolusi Digital GM FKPPI: Kaderisasi Kini Berbasis AI, Fokus Cetak Kualitas
-
Genangan Air di Jeruk Purut Bikin Transjakarta Rute 6T Dialihkan, Cek Titik yang Tak Disinggahi
-
Wacana Penunjukan Langsung Dinilai Tak Demokratis, FPIR: Bahaya Kapolri Ditunjuk Langsung Presiden
-
Hujan Deras Jumat Sore, Warga Pela Mampang Dikepung Banjir, Ketinggian Air Ada yang Mencapai 60 Cm
-
BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan Resmi Go Live Nasional Penjaminan Dugaan KK/PAK di Aplikasi
-
Praktik Lancung 8 ASN Kemnaker: Agen Izin TKA Diperas Rp135 Miliar Vespa dan Innova Jadi Syarat
-
Kok Bisa Hiu Tutul Sering 'Nyasar' ke Pantai Indonesia? Ternyata Ini Alasannya!
-
Tragedi Sungai Lusi: 5 Santriwati Penghafal Alquran di Blora Ditemukan Tak Bernyawa