Suara.com - Tercatat sebanyak 133 orang meninggal dunia pada peristiwa aksi demonstrasi yang menuntut soal kuota pekerja (PNS) terjadi di Bangladesh pada Sabtu (21/7/2024) kemarin.
Kali ini, nasib tersebut bakal ditentukan Pengadilan tinggi Bangladesh, bahwa hari ini akan mengeluarkan keputusan mengenai masa depan peraturan perekrutan pegawai negeri.
Minggu ini berubah menjadi kerusuhan terburuk pada masa jabatan Perdana Menteri Sheikh Hasina.
Tentara berpatroli di kota-kota di seluruh Bangladesh setelah polisi antihuru-hara gagal memulihkan ketertiban, sementara pemadaman internet secara nasional sejak Kamis telah secara drastis membatasi aliran informasi ke dunia luar.
Mahkamah Agung akan bertemu pada Minggu malam untuk mengeluarkan keputusan apakah akan menghapuskan kuota pekerjaan yang kontroversial.
Hasina, yang lawan-lawannya menuduh pemerintahnya memaksakan sistem peradilan sesuai keinginannya, pekan ini mengisyaratkan kepada publik bahwa skema tersebut akan dibatalkan.
Namun setelah tindakan keras yang semakin meningkat dan jumlah kematian yang meningkat, putusan yang menguntungkan sepertinya tidak akan mampu meredakan kemarahan publik yang membara.
“Ini bukan lagi tentang hak-hak pelajar,” kata pemilik bisnis Hasibul Sheikh (24) dikutip dari AFP.
“Permintaan kami sekarang hanya satu, dan itu adalah pengunduran diri pemerintah.” imbuhnya.
Baca Juga: Kenya Gempar! Pembunuh Berantai Mutilasi 42 Wanita, Termasuk Istri Sendiri
Katalis kerusuhan bulan ini adalah sistem yang mencadangkan lebih dari separuh jabatan pegawai negeri untuk kelompok tertentu, termasuk anak-anak veteran perang pembebasan negara itu melawan Pakistan pada tahun 1971.
Kritikus mengatakan skema ini menguntungkan keluarga-keluarga yang setia kepada Hasina, 76 tahun, yang telah memerintah negara itu sejak 2009 dan memenangkan pemilu keempat berturut-turut pada bulan Januari setelah pemungutan suara tanpa adanya perlawanan yang tulus.
Pemerintahan Hasina dituduh oleh kelompok hak asasi manusia menyalahgunakan lembaga-lembaga negara untuk memperkuat kekuasaannya dan membasmi perbedaan pendapat, termasuk pembunuhan di luar proses hukum terhadap aktivis oposisi.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
Pilihan
-
Bernardo Tavares Cabut! Krisis Finansial PSM Makassar Tak Kunjung Selesai
-
Ada Adrian Wibowo! Ini Daftar Pemain Timnas Indonesia U-23 Menuju TC SEA Games 2025
-
6 Fakta Demo Madagaskar: Bawa Bendera One Piece, Terinspirasi dari Indonesia?
-
5 Rekomendasi HP 1 Jutaan RAM 8 GB Terbaru, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Pertamax Tetap, Daftar Harga BBM yang Naik Mulai 1 Oktober
Terkini
-
Dana Bagi Hasil Jakarta dari Pemerintah Pusat Dipangkas Rp15 Triliun, Pramono Siapkan Skema Ini
-
KemenPPPA Dorong Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis Pasca Kasus Keracunan
-
BGN Enggan Bicara Sanksi untuk Dapur MBG, Malah Sebut Mereka 'Pejuang Tanah Air'
-
Agus Suparmanto Sah Pimpin PPP, Mahkamah Partai Bantah Dualisme Usai Muktamar X Ancol
-
DPRD DKI Sidak 4 Lahan Parkir Ilegal, Pemprov Kehilangan Potensi Pendapatan Rp70 M per Tahun
-
Patok di Wilayah IUP PT WKM Jadi Perkara Pidana, Pengacara: Itu Dipasang di Belakang Police Line
-
Divonis 16 Tahun! Eks Dirut Asabri Siapkan PK, Singgung Kekeliruan Hakim
-
Eks Dirut PGN Ditahan KPK! Terima Suap SGD 500 Ribu, Sempat Beri 'Uang Perkenalan'
-
Ikutilah PLN Journalist Awards 2025, Apresiasi Bagi Pewarta Penggerak Literasi Energi Nasional
-
Soal Arahan Jokowi Dukung Prabowo-Gibran 2 Periode, Gus Yasin: PPP Selalu Sejalan dengan Pemerintah