Suara.com - Kuasa hukum Robert Indarto, Handika Honggowongso menilai, tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kliennya dinilai berlebihan. Jaksa menuntut Robert Indarto 14 tahun penjara dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk, tahun 2015–2022 yang merugikan negara Rp 300 triliun.
Handika mengatakan, alasan dirinya menyebut jaksa terlalu berlebihan dalam tuntutannya, lantaran sewaktu PT Timah bekerja sama dengan 5 smelter pada tahun 2018, sudah berstatus sebagai swasta nasional, bukan BUMN.
Sehingga menurut Handika, tidak ada kerugian keuangan negara sama sekali dalam kerja sama tersebut.
"Tahun 2018 itu, PT Timah statusnya sudah swasta nasional, bukan lagi BUMN. Jadi tidak ada kerugian keungan negara,” kata Handika, kepada awak media, Selasa (10/12/2024).
“Terlebih dalam tiga tahun kerja sama dengan 5 smelter tersebut PT Timah mendapat pemasukan Rp 16,7 triliun dari penjualan balok timah sebanyak 63,7 ribu ton yang dihasilkan 5 smelter, sedang ongkos yang dikeluarkan PT Timah terkait kerjasama dengan 5 semelter itu Rp 14,2 triliun, bayar pajak dan royality ke negara Rp 1,2 triliun. Artinya, PT Timah masih untung sekitar Rp 1,1 triliun," imbuhnya.
Handika juga menanggapi soal beban uang pengganti Robet Indarto senilai Rp 1,9 triliun yang disebutkan dalam persidangan. Menurutnya, hal itu dinilai salah kaprah dan melanggar pasal 18 UU Tipikor.
Pasalnya, menurut Handika, dari Rp 1,9 triliun itu, Rp 1,6 triliun digunakan membayar biji timah untuk para penambang yang ditunjuk PT Timah, bukan Robert Indarto sebagai pengelola.
"Timahnya disetorkan ke PT Timah sebanyak 16,7 ribu ton. Itu nyata dan tidak fiktif. Jadi uang itu sebenarnya tidak dinikmati oleh Robert Indarto," katanya.
Handika menambahkan, senilai Rp 300 miliar digunakan PT SBS untuk biaya pengolahan biji timah sebanyak 16,7 ribu ton milik PT Timah, membayar CSR yang dikelola Harvey Moeis Rp 64 miliar.
Baca Juga: Selain Harvey Moeis, Jaksa Tuntut Dua Petinggi Smelter 14 Tahun Penjara di Kasus Timah
"Lalu uang lebihnya itu digunakan untuk keperluan perusahaan. Adapun hasil pengelolaan oleh PT SBS sebanyak 9,2 ribu ton balok timah sudah diserahkan ke PT Timah, jadi di mana ruginya PT Timah,” jelasnya.
Handika juga mengaku keberatan lantaran JPU membebani perusahaan kliennya, yakni PT SBS yang dibebani dengan biaya kerusakan lingkungan Rp 23 triliun. Padahal, kliennya tidak melakukan penambangan timah dimanapun.
"Itu harusnya dibebankan kepada mitra tambang, masyarakat dan PT Timah yang aktif melakukan penambangan,” katanya.
Diketahui, dua petinggi smelter swasta dituntut pidana penjara masing-masing selama 14 tahun terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. tahun 2015–2022 sehingga merugikan keuangan negara senilai Rp 300 triliun.
Kedua petinggi tersebut, yakni Pemilik Manfaat PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) Suwito Gunawan alias Awi serta Direktur PT Sariwiguna Binasentosa (SBS) Robert Indarto.
"Kami menuntut agar kedua terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) Wazir Iman Supriyanto dalam sidang pembacaan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/12/2024).
Berita Terkait
-
Selain Harvey Moeis, Jaksa Tuntut Dua Petinggi Smelter 14 Tahun Penjara di Kasus Timah
-
Alasan Jaksa Tuntut Harvey Moeis 12 Tahun Penjara: Dia Berbelit-belit
-
Hari Ini Suami Sandra Dewi Jalani Sidang Tuntutan Kasus Timah, Harvey Moies Bakal Dihukum Berapa Lama?
-
Kejagung Pindahkan Tahanan Kasus Timah Alwin Akbar ke Jakarta, Apa Alasannya?
-
Kasus Timah, Bos PT Stanindo Inti Perkasa Gunawan Dituntut 8 Tahun Penjara
Terpopuler
- 10 Sunscreen untuk Flek Hitam Terlaris di Shopee yang Bisa Kamu Coba
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- Lebih Murah dari Innova Zenix: 5 Mobil 7 Seater Kabin Lega Cocok untuk Liburan Keluarga Akhir Tahun
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- 7 Mobil 8 Seater Termurah untuk Keluarga, MPV hingga SUV Super Nyaman
Pilihan
-
4 HP Memori 256 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer yang Ingin Install Banyak Game
-
Disebut Menteri Berbahaya, Menkeu Purbaya Langsung Skakmat Hasan Nasbi
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
-
5 Fakta Kemenangan 2-1 Real Madrid Atas Barcelona: 16 Gol Kylian Mbappe
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
Terkini
-
Kewenangannya Dicabut, Karen Agustiawan Klaim Tak Tahu Soal Penyewaan Tangki BBM Anak Riza Chalid
-
Babak Baru Skandal Whoosh: Pakar Hukum Desak KPK 'Seret' Jokowi ke Meja Pemeriksaan
-
Karen Agustiawan Ungkap Fakta TBBM Merak: Kunci Ketahanan Energi Nasional atau Ladang Korupsi?
-
Blok M Bangkit Lagi! Gubernur DKI Janjikan Sistem Parkir Satu Pintu, Minta Warga Naik Transum
-
KCIC Siap Bekerja Sama dengan KPK soal Dugaan Mark Up Anggaran Proyek Kereta Cepat Whoosh
-
Mendagri Tito Karnavian Buka-bukaan, Ini Biang Kerok Ekonomi 2 Daerah Amblas!
-
Sidang Kasus Korupsi Pertamina, Karen Agustiawan Ungkap Tekanan 2 Pejabat Soal Tangki Merak
-
Ultimatum Gubernur Pramono: Bongkar Tiang Monorel Mangkrak atau Pemprov DKI Turun Tangan!
-
Drama Grup WA 'Mas Menteri': Najelaa Shihab dan Kubu Nadiem Kompak Bantah, tapi Temuan Jaksa Beda
-
Karen Agustiawan Ungkap Pertemuan Pertama dengan Anak Riza Chalid di Kasus Korupsi Pertamina